Sejak Dipimpin Mohammed bin Salman, Hukuman Mati di Arab Saudi Meningkat 2 Kali Lipat
Sejak dipimpin Muhammad bin Salman dan Raja Salman, hukuman mati di Arab Saudi meningkat 2 kali lipat. Eksekusi mati juga dilakukan secara rahasia.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Penggunaan hukuman mati di Arab Saudi meningkat hampir dua kali lipat sejak naiknya kekuasaan Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada tahun 2015.
Menurut laporan terbaru yang terbit Selasa (31/1/2023), tercatat lebih dari 1.000 eksekusi yang dilakukan oleh Kerajaan Arab Saudi sejak 2015.
Laporan itu disusun oleh badan hukum Reprieve dan Organisasi Hak Asasi Manusia Eropa Saudi (ESOHR) dengan judul berjudul Pertumpahan Darah dan Kebohongan: Kerajaan Eksekusi Mohammed bin Salman.
Pada tahun 2010-2014, rata-rata ada 70,8 eksekusi per tahun yang dilakukan di kerajaan Arab Saudi, menurut data itu.
Sejak tahun 2015, saat Putra Mahkota menjadi penguasa de facto kerajaan di bawah ayahnya Raja Salman, rata-rata ada 129,5 eksekusi per tahun hingga 2022, atau meningkat 82 persen.
Organisasi tersebut mencatat sebagian besar proses hukuman mati itu dilakukan secara rahasia, termasuk peradilan dan eksekusinya, seperti diberitakan Middle East Eye.
Baca juga: Pangeran Arab Saudi Ingin Bangun Kasino dan Hotel untuk Turis Israel, Wanita Boleh Tak Berjilbab
Sebagai informasi, pada tahun 2015, Raja Abdullah bin Abdul Aziz meninggal dan Salman naik tahta.
Ia lalu mengangkat putranya, Mohammed bin Salman sebagai Menteri Pertahanan Arab Saudi.
Kekuasaan Mohammed bin Salman meningkat dengan pengangkatannya pada April 2015 sebagai wakil putra mahkota, wakil perdana menteri kedua dan presiden Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan.
Dalam penelitian Reprieve dan ESOHR menunjukkan, data dari 81 orang yang terbunuh dalam eksekusi massal pada 12 Maret 2022, hanya 12 hukuman mati yang didokumentasikan oleh ESOHR.
"69 orang yang tersisa diadili, dihukum, dihukum, dan dieksekusi dengan sangat rahasia," kata perwakilan ESOHR dalam sebuah pernyataan.
Mereka mengatakan, setidaknya 15 terdakwa anak telah dieksekusi sejak 2013, dengan 11 dari mereka dieksekusi setelah Mohammed bin Salman berkuasa.
Laporan itu juga mengatakan negara itu secara tidak proporsional menggunakan hukuman mati terhadap non-Saudi.
Hampir tiga perempat dari semua perempuan yang dieksekusi dari 2010-2021 adalah warga negara asing, di mana setidaknya 56 persen adalah pekerja rumah tangga.
Baca juga: Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Arab Saudi Bahas Kerja Sama Minyak
Eksekusi Mati secara Rahasia
Eksekusi mati tahanan telah dilakukan di Arab Saudi tanpa peringatan terlebih dahulu kepada keluarga mereka.
Salah satu keluarga yang mengalami hal ini adalah keluarga dari tahanan bernama Mustafa al-Khayyat.
Mustafa al-Khayyat tidak diberitahu dia akan dieksekusi mati, seperti dilaporkan oleh BBC Internasional.
Keluarga Mustafa terakhir berkomunikasi dengan Mustafa adalah saat ibunya mendapat panggilan telepon dari Mustafa yang berada di penjara.
Ia berkata sedang memberikan tanda tangan pada petugas.
"Baiklah, aku harus perlu. Aku senang kamu baik-baik saja," kata Mustafa.
Baca juga: Putra Mahkota Arab Saudi Gugat Perusahaan Cave Cay LP soal Investasi di Bahama
Sebulan kemudian, Mustafa meninggal dunia dan menjadi bagian dari 81 tahanan yang dieksekusi pada 12 Maret 2022.
Nama Mustafa ada dalam daftar panjang tahanan yang dieksekusi mati yang disusun oleh kelompok kampanye Reprieve bersama ESOHR.
Keluarga mengaku tidak menerima jenazah Mustafa maupun diberitahu letak kuburannya.
Hampir setahun, para pejabat belum memberi tahu keluarga Mustafa bagaimana dia dan yang lainnya dieksekusi.
"Kami tidak tahu apakah mereka diberi penguburan yang layak atau dibuang ke gurun atau ke laut. Kami tidak tahu," kata Yasser, kakak laki-laki Mustafa.
Yasser kemudian pindah ke Jerman pada tahun 2016 karena takut akan bernasib sama seperti adiknya.
Reprieve mendokumentasikan 147 eksekusi di Arab Saudi tahun lalu, tetapi mengatakan mungkin ada lebih banyak lagi.
Reprieve juga mengatakan Arab Saudi secara tidak proporsional menggunakan hukuman mati kepada warga negara asing, termasuk pekerja rumah tangga perempuan dan pelanggar narkoba tingkat rendah.
Hukuman mati secara rutin digunakan untuk membungkam para pembangkang dan pengunjuk rasa, bertentangan dengan hukum hak asasi manusia internasional, yang menyatakan hukuman itu hanya boleh digunakan untuk kejahatan yang paling serius.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Putra Mahkota Mohammed bin Salman