Diduga Ikut Danai Program Nuklir, AS dan Korsel Jatuhkan Sanksi Baru ke Pekerja IT Korut
AS dan Korsel sepakat memberikan sanksi baru terhadap ribuan pekerja Korea Utara yang diduga membantu mendanai pembuatan senjata pemusnah massal.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Amerika Serikat dan Korea Selatan sepakat memberikan sanksi baru terhadap ribuan pekerja Korea Utara yang diduga membantu mendanai pembuatan senjata pemusnah massal dan program senjata nuklir.
“Satu individu bernama Kim Sang Man, dan Perusahaan Kerja Sama Teknologi Informasi (TI) Chinyong yang berbasis di Korea Utara dikenai sanksi bersama oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan sehubungan dengan aktivitas pekerja mereka,” kata Departemen Keuangan AS dalam sebuah pernyataan, Selasa (23/5/2023).
Departemen Keuangan AS menyebut para pekerja Korea Utara telah menyembunyikan identitas, lokasi, dan kebangsaan mereka serta menggunakan dokumentasi palsu untuk melamar pekerjaan.
“Mereka diam-diam bekerja di berbagai posisi dan industri, termasuk bidang bisnis, kesehatan dan kebugaran, jejaring sosial, olahraga, hiburan, dan gaya hidup," kata Departemen itu.
Departemen Keuangan AS juga mengatakan Biro Pengintaian Teknis saat ini telah memimpin upaya siber ofensif Korea Utara dan mengawasi staf yang berafiliasi dengan kelompok peretasan Lazarus yang terkenal.
Lazarus telah dituduh melakukan beberapa pencurian mata uang virtual terbesar hingga saat ini. Pada Maret 2022, misalnya, mereka diduga mencuri sekitar 620 juta dolar AS mata uang virtual dari proyek blockchain yang terkait dengan game online Axie Infinity.
Baca juga: Presiden AS Joe Biden Janji Lindungi Korea Selatan dari Serangan Nuklir Korut
Di saat bersamaan, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan juga mengumumkan hal serupa, termasuk sanksi yang dijatuhkan kepada tujuh individu dan tiga entitas Korea Utara lain.
Baca juga: Danai Peluncuran Rudal Nuklir, Korut Terjunkan Hacker Untuk Gasak Dompet Kripto
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan tindakan itu dilakukan untuk memutus pendapatan Korea Utara yang digunakan untuk mengembangkan program nuklirnya.