Rusia dan Ukraina Saling Menyalahkan Buntut Jebolnya Bendungan Kakhovka
Buntut bendungan Kakhovka yang jebol, Rusia dan Ukraina saling menyalahkan dan membuat AS tak mengerti.
Penulis: Nuryanti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah ledakan yang disengaja terjadi di dalam Bendungan Kakhovka di Ukraina pada Selasa (6/6/2023).
Amerika Serikat (AS) menyebut tidak pasti siapa yang harus disalahkan atas jebolnya Bendungan Kakhovka.
Pasalnya, Rusia dan Ukraina saling menyalahkan atas bencana itu.
Namun, menurut AS, tidak masuk akal bagi Ukraina melakukan hal ini terhadap rakyat dan wilayahnya sendiri.
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara lalu bertemu pada Selasa.
Dalam pertemuan itu, AS mengaku tak tahu siapa yang bertanggung jawab.
"Kami sama sekali tidak yakin, kami berharap mendapatkan lebih banyak informasi dalam beberapa hari mendatang."
"Tapi, maksud saya, ayolah mengapa Ukraina melakukan ini ke wilayah dan rakyatnya sendiri, membanjiri tanahnya, memaksa puluhan ribu orang meninggalkan rumah mereka, itu tidak masuk akal," ujar Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood, Selasa, dilansir Reuters.
Baca juga: Putin Sebut Serangan Bendungan Kakhovka Sebagai Tindakan Biadab
Rusia dan Ukraina Saling Tuduh
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menyalahkan Ukraina, tanpa memberikan bukti.
Rusia menuduh Ukraina mencoba menciptakan 'peluang yang menguntungkan' untuk menyusun kembali unit militernya untuk melanjutkan serangan balasan.
"Sabotase yang disengaja dilakukan oleh Kyiv terhadap fasilitas infrastruktur kritis sangat berbahaya dan pada dasarnya dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan perang atau tindakan terorisme," ungkap Nebenzia kepada dewan, Selasa.
Sementara itu, Duta Besar Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya, menuduh Rusia melakukan aksi teroris terhadap infrastruktur kritis Ukraina, tanpa memberikan bukti.
"Secara fisik tidak mungkin untuk meledakkannya dari luar dengan penembakan, itu ditambang oleh penjajah Rusia dan mereka meledakkannya," ujar Kyslytsya, Selasa.
Baca juga: 3 Hal yang Perlu Diketahui Seputar Jebolnya Bendungan Nova Kakhovka, Seberapa Penting Bagi Ukraina?
Respons Zelensky
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, memberi tanggapan soal kerusakan Bendungan Kakhovka yang dikuasai Rusia.
Ukraina pun menyalahkan Rusia atas jebolnya bendungan pembangkit listrik tenaga air terbesar di negara itu.
“Penghancuran bendungan pembangkit listrik tenaga air Kakhovka hanya menegaskan kepada seluruh dunia bahwa mereka harus diusir dari setiap sudut tanah Ukraina,” ungkap Zelensky, Selasa, dikutip dari US News.
“Tidak boleh ada satu meter pun yang diserahkan kepada mereka, karena mereka menggunakan setiap meteran untuk teror," lanjutnya.
Kata Para Ahli
Diberitakan The New York Times, ahli teknik dan amunisi mengatakan, kegagalan struktural atau serangan dari luar bendungan mungkin terjadi, tetapi kurang masuk akal.
Kepala Ukrhydroenergo, perusahaan pembangkit listrik tenaga air negara, Ihor Syrota memberi penjelasan soal jebolnya Bendungan Kakhovka.
"Serangan rudal tidak akan menyebabkan kehancuran seperti itu karena pembangkit ini dibangun untuk menahan bom atom," katanya, Selasa.
Para ahli juga memperingatkan bahwa bukti yang tersedia sangat terbatas.
Namun, mereka mengatakan ledakan internal adalah penjelasan yang paling mungkin atas kehancuran Bendungan Kakhovka.
Baca juga: Berita Foto : Penampakan Bendungan Nova Kakhovka Meledak
Sebagai informasi, penduduk setempat melaporkan di media sosial bahwa mereka mendengar ledakan besar di sekitar bendungan pada pukul 02.50 waktu setempat.
Selama lebih dari satu tahun pertempuran sengit, Bendungan Kakhovka diketahui telah berulang kali rusak.
Masing-masing pihak pun saling menuduh melakukan penembakan.
Baca juga: Rusia-Ukraina Evakuasi Ribuan Warga Kherson setelah Bendungan Nova Kakhovka Jebol
Rusia merebut Bendungan Kakhovka tahun lalu ketika mereka maju ke Dnipro dan seterusnya.
Lalu, berbulan-bulan kemudian Ukraina mendorong pasukan Rusia dari tepi barat.
Hal itu mengubah sungai dan bendungan menjadi bagian dari batas antara pihak yang bertikai.
Meski begitu, Rusia memegang bendungan itu sendiri.
(Tribunnews.com/Nuryanti)