Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jepang Sebut Tak Ada Radioaktivitas yang Terdeteksi dalam Pengujian Air Laut Dekat PLTN Fukushima

Jepang mengatakan tidak ada radioaktivitas (peluruhan radioaltif) yang terdeteksi dalam pengujian air laut di dekat pembangkit listrik Fukushima.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nanda Lusiana Saputri
zoom-in Jepang Sebut Tak Ada Radioaktivitas yang Terdeteksi dalam Pengujian Air Laut Dekat PLTN Fukushima
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Jepang mulai membuang air limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima yang tidak aktif pada Kamis (24/8/2023) sekitar jam 13.00 waktu Jepang. 

TRIBUNNEWS.COM - Tidak ada radioaktivitas atau peluruhan radioaktif yang terdeteksi dalam pengujian air laut di dekat pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, kata pejabat dari kementerian lingkungan hidup Jepang pada hari Minggu (27/8/2023).

Dilaporkan sebelumnya, Jepang mulai membuang air dari PLTN Fukushima yang sudah tidak beroperasi ke Samudera Pasifik pada hari Kamis (22/8/2023).

Aksi itu memicu protes dan kritik keras dari sejumlah pihak, baik dari warga Jepang sendiri maupun negara tetangga.

Kini, seperti dilansir Independent, pengujian sampel yang diambil dari 11 titik di dekat PLTN itu menunjukkan konsentrasi isotop radioaktif tritium berada di bawah batas bawah deteksi, yakni tujuh hingga delapan becquerel tritium per liter.

"Air laut tersebut tidak akan menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan lingkungan”, klaim kementerian tersebut.

Satu hari sebelumnya, badan perikanan Jepang juga menyimpulkan bahwa tidak ada anomali radioaktif yang ditemukan dalam sampel air tersebut.

Baca juga: Rusia Ketiban Berkah Larangan Impor Seafood China Dari Jepang

Kementerian akan mempublikasikan hasil tes setiap minggu setidaknya untuk tiga bulan ke depan.

Berita Rekomendasi

Pengumuman hasil tes akan ditinjau kemudian, kata seorang pejabat kepada Reuters pada hari Minggu.

Pada hari Jumat, air laut di dekat fasilitas nuklir Fukushima mengandung kurang dari 10 becquerel tritium per liter.

Angka itu berada di bawah batas yang ditetapkan Jepang sendiri yaitu 700 becquerel dan jauh di bawah batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia yaitu 10.000 becquerel.

Jepang mengatakan pihaknya perlu membuang air tersebut sebagai langkah penting dalam proses penonaktifan pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi, termasuk pembuangan bahan bakar cair.

Selasa (22/8/2023) lalu, pemerintahan Fumio Kishida menyetujui pembuangan 1,3 juta ton air olahan dari PLTN Fukushima, yang rusak akibat tsunami tahun 2011.

Seorang pria Korea Selatan memegang plakat di depan gedung kedutaan Jepang di Seoul pada 24 Agustus 2023, saat pengunjuk rasa Korea Selatan berkumpul untuk berdemonstrasi menentang pembuangan air limbah olahan Jepang dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima yang lumpuh. (Photo by Jung Yeon-je / AFP)
Seorang pria Korea Selatan memegang plakat di depan gedung kedutaan Jepang di Seoul pada 24 Agustus 2023, saat pengunjuk rasa Korea Selatan berkumpul untuk berdemonstrasi menentang pembuangan air limbah olahan Jepang dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima yang lumpuh. (Photo by Jung Yeon-je / AFP)

Baca juga: Restoran Jepang Dibuli, Sekolah Jepang di China Dilempari Batu Efek Pelepasan Limbah PLTN Fukushima

Namun, langkah tersebut menimbulkan kekhawatiran mengenai konsumsi makanan laut yang berasal dari perairan Samudera Pasifik.

Nelayan, aktivis, dan konsumen di Jepang menyatakan kemarahannya atas tindakan yang dapat menyebabkan krisis kesehatan di tengah larangan produk perairan Jepang.

Para pecinta makanan di wilayah tersebut juga menyatakan keprihatinannya atas kualitas dan keamanan ikan dari Jepang.

Tony Hooker, direktur Pusat Penelitian Radiasi, Pendidikan, Inovasi di Universitas Adelaide, mengklaim bahwa air yang dikeluarkan dari PLTN Fukushima sebenarnya aman karena konsentrasi unsur radioaktif berada jauh di bawah pedoman air minum Organisasi Kesehatan Dunia

“Pembuangan radiasi ke laut adalah isu yang sangat politis,” katanya.

“Saya memahami kekhawatiran masyarakat dan itu karena kami sebagai ilmuwan belum menjelaskannya dengan baik."

"Kami perlu melakukan lebih banyak edukasi kepada masyarakat."

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas