Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Angka Kelahiran Turun Drastis, China Tawarkan Berbagai Keuntungan agar Warganya Mau Punya Anak

Pemerintah China menawarkan berbagai keuntungan agar warganya mau punya anak, demi mengatasi krisis populasi.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
zoom-in Angka Kelahiran Turun Drastis, China Tawarkan Berbagai Keuntungan agar Warganya Mau Punya Anak
Freepik
Ilustrasi keluarga. Pemerintah China menawarkan berbagai keuntungan agar warganya mau punya anak, demi mengatasi krisis populasi. 

TRIBUNNEWS.COM - China tengah dilanda krisis angka kelahiran bayi.

Bukan terlalu banyak, tetapi terlalu sedikit.

Sejak tahun 2016, China sudah menghapus kebijakan satu anak.

Kini pasangan di China diperbolehkan memiliki hingga 3 anak.

Namun meskipun peraturan satu-anak sudah dihapuskan, jumlah penduduk di China terus menurun, lapor Daily Express.

Jumlah penduduk di negara ini berkurang sebanyak 850.000 jiwa secara keseluruhan pada tahun lalu.

Baca juga: Angka Pernikahan di China Menurun, Banyak Pasangan yang Tidak Ingin Menikah

Pada bulan Januari 2023, Biro Statistik Nasional China melaporkan bahwa populasi negara tersebut mencatat penurunan pertama sejak tahun 1951.

BERITA REKOMENDASI

Penurunan populasi China, menjadikan India sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia untuk pertama kalinya.

Para pemimpin yang khawatir telah berusaha untuk mendorong kelahiran baru.

Beberapa provinsi bahkan menghapuskan batasan jumlah anak.

Ada pula yang menawarkan cuti berbayar selama 30 hari kepada pengantin baru serta subsidi negara untuk anak kedua dan ketiga, lapor Guardian.

Diskon untuk prosedur mahal seperti program bayi tabung juga disebut-sebut.

Selain menyusut, populasi China yang berjumlah 1,4 miliar jiwa juga mengalami penuaan.

Persentase penduduk berusia di atas 65 tahun mencapai 14 persen, yaitu 196.000 juta orang.

Dalam beberapa dekade mendatang, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat melebihi jumlah penduduk Spanyol, Perancis, Italia, dan Jerman jika digabungkan.

Secara ekonomi juga, upah rata-rata aktual di China masih digolongkan oleh Bank Dunia lebih rendah dibandingkan dengan upah rata-rata di negara-negara kaya.

Ilustrasi keluarga di China
Ilustrasi keluarga di China. (Freepik)

Baca juga: Populasi Penduduk Jepang Merosot di Tengah Meningkatnya Jumlah Warga Asing

Selain itu, meskipun China sering digambarkan sebagai pusat produksi dunia, usia pensiun bagi penduduk lanjut usia masih jauh lebih awal dibandingkan negara-negara Barat.

Laki-laki dapat pensiun pada usia 60 tahun, perempuan pada usia 55 tahun, atau 50 tahun jika mereka memiliki pekerjaan kasar yang berat.

Usia pensiun yang lebih rendah, ditambah perlambatan ekonomi global sejak pandemi Covid-19, membuat pemerintah mempertimbangkan untuk menaikkan usia pensiun karena sulitnya mendukung sebagian besar penduduk hingga usia lanjut.

Zoe Zongyuan Liu, peneliti di lembaga pemikir Dewan Hubungan Luar Negeri, mengatakan kepada Guardian:

“Dengan menyusutnya populasi, menjadi sangat sulit untuk meningkatkan basis pensiun, oleh karena itu Anda harus meningkatkan investasi Anda."

“Pemerintah China telah mengembangkan berbagai program yang memungkinkan pensiunan berinvestasi pada berbagai jenis aset untuk meningkatkan hasil investasi, namun hal ini sangat bergantung pada bagaimana perekonomian berjalan”.

Cerita Cici

Mengutip Guardian, Cici (27), menyebut dirinya tidak ingin punya anak sampai ia berusia minimal 35 tahun.

Ibunya menekannya untuk segera menikah dan “memiliki kehidupan yang stabil”.

Tetapi dengan kesibukannya bekerja di sebuah perusahaan teknologi di Beijing, sambil menyelesaikan gelar master di bidang hukum, dia hampir tidak punya waktu untuk berpikir untuk memulai sebuah keluarga.

Ilustrasi generasi milenial
Ilustrasi generasi milenial (Freepik)

Baca juga: Bahlil Tuding Asing Terlibat dalam Aksi Penolakan Masif Warga Atas Investasi China di Pulau Rempang

Kasus Cici tidaklah unik.

Di berbagai belahan dunia, perempuan muda memilih menunda pernikahan dan melahirkan di usia yang sedikit lebih tua dibandingkan ibu mereka, mengutip Guardian.

Kesulitan yang dialami Cici mungkin sudah tidak asing lagi bagi generasi milenial di banyak negara kaya.

Cici mengatakan, dia hanya ingin mencapai “stabilitas karir” sebelum memulai sebuah keluarga.

Dia dan pacarnya perlu menabung hingga 2 juta yuan (Rp4,2 miliar) untuk membeli properti di Beijing, di mana harga rata-rata pada bulan Juli adalah 70.740 yuan (Rp 149 juta) per meter persegi, menurut penyedia data.

Selama kaum muda seperti Cici merasa bahwa jumlah itu tidak cukup untuk memiliki anak, jumlah angkatan kerja di China akan terus menyusut.

Antara tahun 2019 dan 2022, jumlah penduduk usia kerja menurun lebih dari 40 juta orang.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas