Sebelas Hari Perang, Israel Tekor Rp 17,3 T: Minyak Iran Bisa Bikin AS dan Joe Biden Puyeng
target inflasi Federal Reserve sebesar 2 persen tak akan tercapai dan harga bensin yang mahal jadi hambatan bagi kampanye terpilihnya kembali Biden
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Sebelas Hari Perangi Hamas dan Bombardir Gaza, Israel Tekor Rp 17,3 T, Minyak Iran Bisa Bikin AS Puyeng
TRIBUNNEWS.COM - Sebelas hari setelah perang melawan pejuang perlawanan Palestina yang dipimpin Hamas, Israel menanggung kerugian ekonomi yang besar.
Hal itu merujuk pada laporan surat kabar Israel, Maariv, pada Selasa (17/10/2023).
Surat kabar itu melaporkan, perekonomian Israel tampak mulai menanggung akibat yang besar dari perang.
Seperti diketahui, peperangan Hamas-Israel dimulai pada tanggal 7 Oktober ditandai oleh serangan bertajuk Operasi Banjir Al-Aqsa yang dilancarkan Hamas.
Baca juga: Menkeu AS: Duit Kami Cukup Buat Tanggung Dua Perang di Ukraina dan Israel
Surat kabar tersebut menjelaskan dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada Selasa kalau Israel menanggung kerugian sebesar 4,6 miliar shekel atau setara 1,1 miliar dolar AS (sekira Rp 17,3 Triliun) dalam sebelas hari sejak pecah perang.
Dampak dengan nilai fantastis terhadap perekonomian Israel itu akibat dari tidak adanya pekerja dan rendahnya produktivitas di lembaga-lembaga ekonomi Israel.
Menurut analisis departemen ekonomi Serikat Produsen Israel, penutupan sistem pendidikan, pemblokiran rute lalu lintas, dan mobilisasi besar-besaran tentara cadangan juga telah merugikan produktivitas ekonomi.
Secara total, diperkirakan sekitar 1,3 juta pekerja Israel tidak masuk kerja pada minggu ini.
Di Israel bagian selatan, sekitar 85 persen pekerja mangkir dari pekerjaannya, begitu pula dengan sekitar 20 persen pekerja di wilayah Israel lainnya.
Ketua Serikat Produsen dan Ketua Asosiasi Pengusaha dan Perusahaan, Ron Tomer, mengatakan analisis menunjukkan secara jelas kalau perang merupakan pukulan ekonomi yang parah terhadap perekonomian Israel.
Menurut laporan Maariv, perkiraan ini tidak memperhitungkan kerusakan finansial tambahan dan sangat signifikan.
"Kerugian total yang diterima Israel hanya akan dinilai secara ekonomi pada akhir pertempuran, seperti kerusakan langsung pada pabrik dan kerusakan pada profitabilitas,” tulis laporan media tersebut.
Selain penurunan produktivitas, Israel juga akan mengalami kerugian tidak langsung, seperti rusaknya reputasi perusahaan Israel dengan pelanggan di luar negeri, pembatalan transaksi, kegagalan mematuhi jadwal, dan depresiasi syikal (mata uang Israel).
Meluasnya Perang Bisa Bikin Harga Minyak Melonjak
Jika konflik meluas dan tidak hanya mencakup Hamas tetapi juga Iran, pendukung utama Palestina, Bloomberg memperkirakan harga minyak bisa naik hingga 150 dolar AS per barel dan menyebabkan resesi global yang mengurangi produksi dunia sebesar 1 triliun dolar.
Keterlibatan Iran di pihak Palestina dapat menyebabkan pengurangan produksi minyak Iran dan pengetatan sanksi Barat yang menghambat penjualan minyak Iran.
Bloomberg mencatat lebih lanjut bahwa guncangan harga minyak sebesar ini juga akan menggagalkan upaya dunia untuk mengendalikan inflasi.
Di AS, target inflasi Federal Reserve sebesar 2 persen tidak akan tercapai, dan harga bensin yang mahal akan menjadi hambatan bagi kampanye terpilihnya kembali Presiden Joe Biden.
Kemungkinan lainnya adalah Iran akan menutup Selat Hormuz, koridor energi terpenting di dunia.
Secara global, lebih dari seperenam minyak dan sepertiga gas alam cair melewati selat sempit ini
“Pasar gas tenang namun tegang,” kata Henning Gloystein, direktur energi, iklim, dan sumber daya di lembaga pemikir Eurasia Group.
“Tidak perlu banyak waktu untuk mencapai puncaknya. Kita pernah mengalami perang di Ukraina, pengurangan pasokan gas Rusia, sanksi pembatasan minyak, dan sekarang ada perang di Timur Tengah – itu adalah sebuah masalah,” katanya.
(oln/blmbrg/TC/*)