Jika Hamas Berhasil Digulingkan Israel di Gaza, Ini Skenario yang Dibahas AS dan Sekutu
Skenario-skenario yang didiskusikan para pemimpin tersebut di antaranya menempatkan pasukan multinasional di Gaza
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, GAZA- Tentara Israel terus menyerang Hamas di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Israel mengebom wilayah tersebut tiada henti.
Amerika Serikat (AS), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Timur Tengah, dan sejumlah negara lain di dunia mulai berdiskusi apabila Hamas berhasil digulingkan akibat perang dengan Israel.
Diketahui, tentara Israel terus membombardir Hamas di Jalur Gaza.
Baca juga: Israel Serang Sekolah di Gaza: 15 Orang Tewas dan Puluhan Lainnya Luka-luka
Skenario-skenario yang didiskusikan para pemimpin tersebut di antaranya menempatkan pasukan multinasional di Gaza pasca- konflik, dibentuknya pemerintahan administrasi sementara yang dipimpin oleh Palestina tanpa Hamas.
Selain itu juga pembagian peran sementara di antara negara-negara Arab tetangga dalam masalah keamanan dan tata kelola, serta pengawasan sementara oleh PBB atas wilayah tersebut, menurut sumber yang mengetahui masalah ini.
Proses pembahasan skenario tersebut masih berada pada tahap yang disebut oleh sumber AS lainnya sebagai 'tahap mengambangnya ide' yang bersifat informal.
Pertanyaan kuncinya mencakup apakah Israel dapat menghancurkan Hamas seperti yang mereka janjikan dan apakah AS, sekutu Baratnya, dan pemerintah Arab akan mengerahkan personel militer untuk berdiri di antara Israel dan Palestina, menghapus keengganan yang sudah lama ada untuk melakukan hal tersebut.
Gedung Putih mengatakan pada Rabu (1/11/2023) bahwa “tidak ada rencana atau niat” untuk menempatkan pasukan AS di Gaza.
Ketika perdebatan mendapat momentum, otoritas kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 9.000 orang tewas di wilayah yang terbentang sepanjang 25 mil, yang merupakan rumah bagi 2,3 juta warga Palestina.
Lebih dari separuh penduduk Gaza mengungsi, rumah sakit penuh sesak, kekurangan listrik dan obat-obatan, membuat para korban luka tidak bisa pulang, dan tempat pemakaman sudah penuh sesak.
Juga tidak jelas apakah Otoritas Palestina (PA), yang memiliki otonomi terbatas di wilayah pendudukan Tepi Barat sementara Hamas menguasai Gaza, akan mampu atau bersedia mengambil alih.
Baca juga: Meutya Hafid: Hentikan Perang di Gaza, Segera Distribusikan Bantuan Bagi Rakyat Gaza
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Selasa (31/10/2023) mengutarakan prospek “revitalisasi” PA. Namun pemerintahan Presiden Mahmoud Abbas saat ini terbelit tuduhan korupsi dan salah urus.
Entitas mana pun yang berupaya menerapkan otoritas di Gaza pascaperang juga harus menghadapi kesan di kalangan warga Palestina bahwa mereka terkait dengan Israel.
Serangan Israel terhadap Hamas dilakukan sebagai pembalasan atas serangan dahsyat pada 7 Oktober yang menewaskan 1.400 orang di Israel selatan.
Sekalipun kepemimpinan Hamas digulingkan, mustahil menghilangkan sentimen pro-militan dari penduduk Gaza, sehingga meningkatkan ancaman serangan baru, termasuk bom bunuh diri, terhadap siapa pun yang mengambil alih kekuasaan.
Jika Israel berhasil menghancurkan Hamas, saya pikir akan sangat sulit untuk mendapatkan struktur pemerintahan yang sah dan berfungsi di sana,” kata Aaron David Miller, mantan perunding AS untuk Timur Tengah.
Baca juga: Negara-Negara Arab Mulai Gerah ke Israel, Giliran Aljazair Kirim Sinyal Gabung Perang di Gaza
Diskusi-diskusi tersebut meningkat ketika Israel memperluas serangan udara, darat dan lautnya ke Gaza. Namun hal ini juga didorong oleh apa yang dilihat oleh para pejabat AS sebagai kegagalan Israel sejauh ini dalam mengartikulasikan sebuah tujuan akhir.
Membangun Gaza
Sejumlah pihak menyadari bahwa dibutuhkan bahwa bantuan internasional dalam jumlah besar untuk membangun kembali Gaza. Bantuan semacam itu hampir mustahil didapat dari pemerintah Barat selama Hamas masih berkuasa.
Beberapa saat sebelum berangkat pada Kamis (2/11/2023) dalam perjalanan ke Israel dan Yordania, Blinken mengatakan pertemuannya di wilayah tersebut tidak hanya membahas “langkah nyata” untuk meminimalkan kerugian terhadap warga sipil di Gaza, tetapi juga membahas masalah perencanaan pascaperang.
"Kami fokus pada hari ini. Kami juga harus fokus pada hari berikutnya," kata Blinken kepada wartawan.
Landasan bagi perdamaian abadi, katanya, adalah jalan menuju negara Palestina, sebuah tujuan yang telah lama ditepis oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Belajar dari Irak, Afghanistan, dan Haiti Para pejabat AS mengatakan, secara pribadi bahwa mereka dan rekan-rekan Israel telah berbicara tentang pembelajaran dari kesalahan Washington dalam invasi ke Irak dan Afghanistan, serta kurangnya persiapan untuk menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya.
Salah satu opsi yang dibahas oleh para pejabat AS adalah pembentukan kekuatan multinasional untuk menjaga ketertiban. Kekuatan multinasional tersebut bisa mencakup beberapa negara Eropa atau Arab, meskipun belum ada pemerintah yang secara terbuka menyatakan minatnya untuk bergabung dengan kekuatan tersebut.
Presiden AS Joe Biden, yang menarik militer Washington pada 2021 setelah bercokol selama dua dekade di Afghanistan, kemungkinan besar tidak ingin terlibat dalam aksi militer langsung dalam konflik luar negeri baru. Hal itu lantaran Biden mencalonkan diri kembali pada Pilpres 2024.
Beberapa analis kebijakan juga melontarkan gagasan untuk mengerahkan pasukan yang didukung PBB ke Gaza –baik pasukan penjaga perdamaian formal PBB, seperti yang dilakukan di perbatasan Israel-Lebanon, atau pasukan multinasional dengan persetujuan PBB.
Baca juga: BREAKING NEWS Israel Rudal Rumah Pemimpin Hamas di Gaza, Ismail Haniyeh Ada di Mana?
Namun para diplomat mengatakan belum ada diskusi di dalam tubuh PBB mengenai langkah tersebut, yang memerlukan persetujuan di antara 15 anggota Dewan Keamanan PBB. Advertisement Misi serupa seringkali menghadapi rintangan besar. Pada Oktober 2022, Haiti meminta bantuan internasional untuk melawan geng kekerasan.
Setahun kemudian, Dewan Keamanan PBB mengesahkan misi keamanan luar negeri, yang tertunda karena sulitnya menemukan negara yang bersedia memimpin misi tersebut. Kenya sudah mengambil langkah, tetapi Haiti masih menunggu kedatangan misi tersebut.
Yang memperumit masalah adalah Israel kemungkinan besar akan menentang peran Dewan Keamanan PBB apa pun, terutama setelah para pejabat Israel mengecam Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres karena mengatakan serangan Hamas pada 7 Oktober “tidak terjadi dalam ruang hampa”.
Israel memperkirakan perang akan berlangsung lama tetapi menegaskan mereka tidak tertarik untuk menduduki kembali Gaza.
Presiden Turki putuskan komunikasi dengan PM Israel
Turki memanggil pulang duta besarnya untuk Israel Sakir Ozkan Torunlar imbas serangan Israel ke Gaza.
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan memutuskan komunikasi dengan Perdana Menteri Netanyahu. Namun demikian, Turki tidak memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel karena konflik di Gaza.
Pemerintah Turki mengatakan penarikan duta besar tersebut guna berkonsultasi terkait pengeboman yang tiada henti yang dilancarkan Israel di Gaza dan semakin memburuknya situasi kemanusiaan di kantong yang telah terkepung.
Presiden Erdogan mengatakan memutuskan komunikasi dengan PM Netanyahu pada Jumat (3/11/2023).
Baca juga: Indonesia Kirim Bantuan ke Gaza, Presiden Jokowi: Tiga Pesawat Kirim Logistik 51,5 Ton
"Netanyahu bukan lagi seseorang yang bisa kita ajak bicara. Kami telah menghapusnya," demikian pernyataan Erdogan yang dikutip Aljazeera dari media turki.
Turki memastikan hubungan kedua negara tetap berjalan. Intelijen turki masih menjalin kontak dengan Israel dan otoritas Palestina.
Bulan lalu, para diplomat Israel telah meninggalkan Turki karena alasan keamanan akibat aksi unjuk rasa pro Palestina meletus di penjuru negara. (Aljazeera/Kompas.com).