Politisi Anti-Islam Geert Wilders Menang Pemilu, Komunitas Muslim di Belanda Syok dan Khawatir
Dikenal dengan gagasan anti-Muslimnya, Geert Wilders memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu sela hari Rabu dan kemungkinan akan bentuk pemerintahan.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Partai Kebebasan (PVV) yang berhaluan sayap kanan dan anti-Islam meraih kemenangan dalam pemilihan umum di Belanda, Rabu (22/11/2023).
PVV unggul jauh atas saingan terdekatnya, aliansi sayap kiri yang terdiri atas Partai Hijau dan Sosial Demokrat.
Dengan hampir seluruh suara telah dihitung, partai yang dipimpin Geert Wilders (60) itu diperkirakan akan meraih 37 kursi dari 150 anggota parlemen.
Berita kemenangan tersebut tidak hanya akan mengguncang masyarakat Belanda dan menguatkan partai-partai sayap kanan lainnya di seluruh benua, tetapi juga akan menjadi penyebab utama kekhawatiran di kalangan penduduk Muslim di negara tersebut, Middle East Eye melaporkan.
Geert Wilders telah berjanji untuk menjadi "perdana menteri bagi semua orang".
Namun, untuk melakukan hal itu, ia perlu meyakinkan partai-partai lain untuk bergabung dalam koalisi dan mengamankan 76 kursi yang dibutuhkan untuk mendapatkan mayoritas.
Baca juga: Siapakah Geert Wilders, Calon PM Belanda Berjulukan Orang Paling Bahaya di Eropa yang Anti Islam
Selama kampanyenya, Geert Wilders menunjukkan sikap antimigrasi dan berjanji untuk menutup perbatasan negaranya.
Wilders berjanji untuk menunda janji sebelumnya untuk melarang Al-Quran, kitab suci umat Islam.
Namun, janji tersebut sepertinya tidak akan banyak membantu menghilangkan ketakutan komunitas Muslim di negara tersebut.
Organisasi-organisasi Islam dan Maroko di Belanda menyatakan keterkejutan dan kekecewaan atas hasil pemilu itu.
“Ada kecemasan dan ketakutan yang sangat besar,” kata Habib el-Kaddouri dari asosiasi Belanda-Maroko, kepada media lokal Belanda.
“Wilders dikenal karena gagasannya tentang muslim dan Maroko."
"Kami takut dia akan menggambarkan kami sebagai warga negara 'kelas dua',” tambah Kaddouri.
Anggota komunitas muslim di Belanda kini takut akan masa depan mereka.
“Semua orang membicarakan jaminan sosial, tapi saya tidak tahu apakah kita masih memilikinya,” kata Muhsin Koktas, yang pemimpin sebuah organisasi Islam, dalam sebuah wawancara dengan media lokal.
“Saya tidak tahu apakah umat Islam masih aman di Belanda. Saya khawatir dengan negara ini,” kata Koktas.
Baca juga: Politisi anti-Islam Geert Wilders menang secara dramatis dalam pemilu Belanda
Ia menambahkan bahwa masa yang sangat sulit akan dimulai bagi umat Islam.
Tokoh-tokoh sayap kanan di seluruh Eropa termasuk Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, Marine Le Pen dari Prancis, Matteo Salvini di Italia, dan AfD Jerman bergegas mengucapkan selamat kepada pemimpin PVV tersebut.
Ketua tiga partai terbesar di Belanda semuanya mengatakan bahwa mereka tidak mau bertugas dalam kabinet yang dipimpin PVV.
Namun, mengingat besarnya mandat yang diterima Wilders, mereka mungkin menghadapi tekanan untuk memberikan kesempatan kepada PVV untuk berkuasa.
Pada tahun 2016, Wilders pernah dihukum karena diskriminasi setelah ia menyebut orang Maroko sebagai “sampah”.
Manifesto partainya berbunyi, "Kami ingin mengurangi jumlah umat Islam di Belanda dan kami akan mencapainya melalui: pengurangan imigrasi non-Barat dan memberlakukan penghentian suaka secara umum."
Wilders juga pernah berjanji untuk menghentikan pembangunan masjid baru, menerapkan larangan mengenakan jilbab di gedung-gedung pemerintah, dan membandingkan Islam dengan ideologi totaliter yang harus dilarang.
Geert Wilders masih perlu membangun koalisi
Mengutip euronews.com, kemenangan partai Geert Wilders dalam pemilu tidak serta merta membuatnya menjadi perdana menteri.
Wilders harus membentuk koalisi terlebih dahulu dengan partai-partai lain untuk mencapai mayoritas di parlemen (atau mencoba memerintah dengan minoritas).
Baca juga: Profil Geert Wilders, Politisi yang Kritik Permintaan Maaf Belanda ke Indonesia, Dikenal Anti Islam
Pemimpin partai Kontrak Sosial Baru yang baru dilantik tiga bulan lalu itu menyatakan akan terbuka untuk melakukan pembicaraan dengan Wilders.
Partai tersebut memenangkan sekitar 20 kursi dalam pemilu.
Koalisi kiri-tengah Partai Buruh dan Partai Hijau diperkirakan memenangkan 26 kursi, namun pemimpinnya, Frans Timmermans, sepertinya menolak kerja sama dengan Wilders.
“Kami tidak akan pernah membentuk koalisi dengan partai-partai yang berpura-pura bahwa pencari suaka adalah sumber segala kesengsaraan,” kata Timmermans.
Prosesnya pembentukan koalisi ini diperkirakan membutuhkan waktu yang lama.
Partai-partai di Belanda biasanya berjuang selama berbulan-bulan untuk memasukkan sebanyak mungkin poin dari program mereka ke dalam perjanjian koalisi, bahkan sebelum perebutan jabatan dimulai.
Setelah pemilu tahun 2021, dibutuhkan waktu 271 hari untuk membentuk koalisi yang akan menjadi koalisi terakhir Perdana Menteri Mark Rutte.
Kali ini bisa memakan waktu lebih lama, karena sebagian besar analis memperkirakan pemerintahan tidak akan terbentuk sebelum musim panas 2024.
Selama masa ini, Mark Rutte dan pemerintahannya akan tetap memegang kendali.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)