Rusia 'Pede' Ukraina Menyerah di Musim Panas 2024, Pasukan Zelensky Sudah Tak Kredibel Lagi
Perekrutan dan pelatihan yang tidak benar, tentaranya terus berkurang karena perang menjadi penyebab kualitas prajurit Ukraina terus menurun.
Editor: Hendra Gunawan

TRIBUNNEWS.COM -- Perekrutan dan pelatihan yang tidak benar, tentaranya terus berkurang karena perang menjadi penyebab kualitas prajurit Ukraina terus menurun.
Rusia pun semakin percaya diri atau 'pede' pada musim semi atau musim panas 2024, pasukan Volodymyr Zelensky sudah tidak kredibel lagi sehingga peperangan akan padam dengan sendirinya.
Yevgeny Balitsky, gubernur garis depan Wilayah Zaporozhye Rusia mengatakan hal itu berdasarkan informasi dari sumber intelijennya.
Baca juga: Rusia Kuasai Marinka, Ukraina Akui Pilih Menepi, Zaluzhny: Nyawa Tentara Lebih Penting
Ia menyebutkan bahwa terjadi “pergeseran tektonik” di Ukraina yang diharapkan bakal menyelesaikannya dari dalam.
“Kemungkinan besar [permusuhan] akan berakhir pada akhir musim semi atau awal musim panas. Front Ukraina akan runtuh,” katanya Balitsky dikutip dari Russia Today.
Ia menyebutkan salah satu contohnya Wilayah Zaporozhye bergabung dengan Rusia tahun lalu, setelah masyarakat yang tinggal di sana memberikan suara dalam referendum untuk mendukung transisi.
Namun hal itu tidak diakui oleh pihak Ukraina.
Para pejabat Ukraina telah menolak pemungutan suara tersebut dan menyebutnya sebagai sebuah “kepalsuan” dan berusaha untuk merebut wilayah tersebut dengan kekerasan, bersama dengan wilayah tetangganya, Kherson, dan empat wilayah federal Rusia lainnya yang memisahkan diri dari Kiev setelah kudeta bersenjata tahun 2014.
Tidak ada pihak yang terlibat dalam konflik yang sedang berlangsung yang memiliki kendali penuh atas wilayah Balitsky, yang terletak di timur laut Krimea.
Balitsky juga mengidentifikasi kurangnya tenaga kerja di Kiev sebagai faktor kunci, yang ia yakini akan menyebabkan jatuhnya tentara Ukraina.
Baca juga: Sejak Perang di Ukraina, Negara Rusia Makin Sering “Berkompromi” dengan Geng Kriminal
Dia memperkirakan bahwa Kiev memiliki sekitar 1 juta pria usia tempur yang dapat direkrut.
Yang lainnya telah meninggalkan negara tersebut, terlalu muda atau terlalu tua untuk menjadi tentara, atau sudah bertugas di badan keamanan seperti dinas penjaga perbatasan atau SBU, bantahnya.
“Mereka sekarang mencoba menyeret orang-orang dari ruang bawah tanah, rumah dan garasi, tempat mereka bersembunyi, dengan menggunakan hidung dan telinga mereka,” klaim Balitsky, menggambarkan upaya mobilisasi yang sedang berlangsung di Kiev.
Warga Ukraina banyak yang menolak bergabung dengan tentara Ukraina karena takut berhadapan dengan pasukan Rusia yang dikenal brutal.
“Musim dingin akan sangat penting bagi tentara Ukraina. Dan musim semi akan menjadi kemenangan bagi kami,” kata pejabat itu kepada outlet tersebut.
Pada hari Senin, sebuah rancangan undang-undang diperkenalkan di parlemen Ukraina yang secara radikal akan mengubah dinas militer di negara tersebut.
Antara lain, undang-undang ini memberikan hukuman yang berat bagi para pengelak wajib militer.
Orang-orang yang tidak melapor untuk bertugas akan ditolak hak-hak dasarnya berdasarkan sistem yang diusulkan, termasuk kendali atas aset mereka dan izin untuk mengemudikan kendaraan.
Pejabat senior Ukraina telah mendesak negara-negara asing yang menampung pengungsi Ukraina untuk membantu Kiev memaksa pengungsi yang memenuhi syarat untuk kembali ke negaranya.
Sudah Sebut Kyiv Milik Rusia
Sementara Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev mengatakan bahwa tujuan utama operasi Rusia di Ukraina adalah melucuti senjata dan penolakan ideologi neo-Nazi di negeri itu.
"Penggulingan rezim Bandera yang berkuasa adalah tujuan lain yang tidak diumumkan," ujarnya.
Medvedev menyebut pemerintahan Zelensky sebagai rezim Bandera mengacu pada pemimpin pemberontakan Stepan Andriyovych Bandera.
“Penggulingan rezim Bandera yang berkuasa jelas bukan sebuah pernyataan, namun merupakan tujuan yang sangat penting dan tak terelakkan yang harus dan akan kita capai,” kata Medvedev, menjawab pertanyaan dari RIA Novosti.
Eks Presiden Rusia ini menjelaskan bahwa Rusia telah merebut sejumlah kota-kota di Ukraina merupakan kota milik Rusia.
"Odessa, Dnepropetrovsk (Ukraina mengganti nama kota tersebut menjadi Dnepr), Kharkiv, Mykolaiv, dan Kyiv adalah kota-kota Rusia, namun diduduki sementara," ujarnya.
“Semuanya masih ditandai dengan warna kuning dan biru pada peta kertas dan tablet elektronik,” kata Medvedev.
Pada saat yang sama, Medvedev tidak mengesampingkan negosiasi damai dengan Ukraina.
“Rusia tidak pernah menolak mereka [negosiasi], tidak seperti pemerintah Ukraina yang gila.
“Negosiasi” semacam itu tidak dibatasi oleh waktu. Mereka mungkin bertahan sampai pasukan Bandera dari Aliansi Atlantik Utara kalah total dan menyerah,” kata Medvedev.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.