Pengakuan Gen Z Israel yang Tolak Lawan Hamas: Tak Mau 'Mata Ganti Mata', Sekarang di Penjara
Seorang Gen Z Israel menjelaskan mengapa dia menolak melawan Hamas. Sekarang Israel telah mengirimnya ke penjara militer.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Pengakuan Gen Z Israel yang Tolak Lawan Hamas: Ogah Ikuti Paham Mata Ganti Mata, Sekarang di Penjara
TRIBUNNEWS.COM - Seorang Gen Z Israel dilaporkan dipenjara dalam tahanan militer setelah menolak untuk mendaftar militer di tengah perang negara Zionis tersebut melawan Hamas di Gaza.
Alasan penolakan pemuda tersebut berperang melawan Hamas, adalah karena dia tidak mau menjadi bagian dari siklus kekerasan 'mata ganti mata' (eye for eye).
Baca juga: Hantu Gaza Memburu Tentara Israel di Ashkelon Saat Tidur, Tembaki Teman Sendiri Saat Terbangun
Tal Mitnick, remaja berusia 18 tahun dari Tel Aviv, adalah salah satu dari beberapa pemuda Israel yang menentang wajib militer Israel.
Dilaporkan, Mitnick menjadi orang pertama yang dikirim ke penjara militer saat negaranya berperang melawan Hamas.
Israel menginvasi Gaza dan menyatakan perang melawan Hamas setelah kelompok milisi pembebasan Palestina tersebut menyerang Israel pada 7 Oktober dalam Operasi Banjir AL Aqsa.
"Mitnick dijatuhi hukuman 30 hari penjara pada Selasa (26/12/2023) setelah menolak untuk mendaftar di Ketentaraan Israel (IDF)," kata juru bicara IDF dilansir Insider.
Baca juga: IDF Siapkan Serangan Lintas Batas ke Lebanon, Hizbullah: Israel Macan Kertas yang Incar Warga Sipil
'Mata Ganti Mata' Hanya Akan Hasilkan Penderitaan
Dalam pernyataan pribadi panjang lebar yang dia bagikan ke media tersebut, Mitnick mengatakan kalau dia mendukung rakyat Palestina dan tidak ingin berkontribusi dalam serangan Israel di Gaza.
“Sebelum perang, tentara menjaga permukiman, mempertahankan pengepungan mematikan di Jalur Gaza, dan menjunjung tinggi status quo apartheid dan supremasi Yahudi di wilayah antara Yordania dan laut,” tulis Mitnick dalam pernyataannya.
“Sejak pecahnya perang, kami belum melihat adanya seruan untuk perubahan kebijakan nyata di Tepi Barat dan Gaza, untuk mengakhiri penindasan yang meluas terhadap rakyat Palestina dan pertumpahan darah, atau untuk perdamaian yang adil. sebaliknya: penindasan yang semakin dalam, penyebaran kebencian, dan perluasan penganiayaan politik fasis di Israel,” tambahnya.
Mitnick mengatakan dia tidak mendukung Hamas atau militer Israel karena “kekerasan tidak dapat menyelesaikan situasi ini.”
“Melanjutkan siklus ini: 'mata ganti mata' tanpa memikirkan solusi nyata yang akan memberikan keamanan dan kebebasan bagi kita semua, hanya akan mengarah pada lebih banyak pembunuhan dan penderitaan,” tulis Mitnick.
Perubahan nyata, tulisnya, hanya bisa datang dari masyarakat kedua negara, bukan dari “politisi korup” Israel atau para pemimpin Hamas.
“Perubahan ini akan terjadi ketika kita mengakui penderitaan rakyat Palestina selama bertahun-tahun, dan bahwa penderitaan ini adalah akibat dari kebijakan Israel,” tulis Mitnick. “Bersamaan dengan pengakuan juga harus muncul keadilan, koreksi, dan pembangunan infrastruktur politik berdasarkan perdamaian, kebebasan dan kesetaraan.”
Prem Thakker, reporter The Intercept, membagikan pernyataan lengkap Mitnick di X, situs media sosial yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
IDF mengatakan kepada Insider kalau setelah mendengar keberatan Mitnick, "dengan suara bulat memutuskan bahwa tidak ditemukan alasan yang sah untuk penolakan atas dasar hati nurani."
"Setelah hukumannya selesai, Mitnick akan melakukan wawancara lagi dengan petugas pemeriksaan militer," kata juru bicara IDF.
(oln/BI/*)