Lantunan Azan Masjid Bersejarah Gaza Tak Lagi Bergema, Kekosongan Terasa di Seluruh Wilayah
Lantunan azan di masjid-masjid bersejarah di Gaza, tak lagi bergema, kekosongan terasa di seluruh wilayah.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Lantunan azan di masjid-masjid bersejarah di Gaza, tak lagi bergema, kekosongan terasa di seluruh wilayah.
Dalam serangkaian serangan pemboman yang ditargetkan dan berlangsung di Gaza, Pasukan Pertahanan Israel menghancurkan puluhan masjid.
Masjid Al-Omari atau Masjid Agung Omari termasuk di antara yang diratakan dengan tanah.
Situs in merupakan ikon terkenal yang menyimpan nilai historis dan arkeologis di Gaza.
Dilansir dari Middle East Eye, kehancuran tempat ibadah umat Muslim ini membuat warga Palestina di Gaza, berduka karena kehilangan warisan berharga tersebut.
Baca juga: 48.000 Pemukim Ilegal Israel Serbu Masjid Al Aqsa Selama 2023, 209 Rumah Warga Palestina Dihancurkan
"Kami tidak lagi mendengar azan di lingkungan kami karena wilayah timur kota hancur total, termasuk masjid," kata Khaled Abu Jame, seorang warga berusia 25 tahun di kota selatan Khan Younis.
"Warga di sini kini mengumandangkan azan melalui ponsel mereka," lanjutnya.
"Perang ini tidak seperti yang pernah kita alami sebelumnya. Masjid, simbol iman kita, menjadi sasaran tanpa pandang bulu," urainya.
Benar saja, sejak 7 Oktober, IDF telah menghancurkan lebih dari 300 masjid dan tiga gereja, dikutip dari Al Jazeera.
Sebagai konsekuensinya, lingkungan yang terkena dampak kini kehilangan waktu salat, kehilangan azan yang menggugah jiwa yang pernah bergema di seluruh kota.
Berkaca pada kenangan berharga yang terkait dengan Masjid Al-Omari, Jame menekankan peran sentralnya dalam kehidupan sehari-hari.
"Kami memiliki kenangan indah tentang masjid ini. Kami biasa salat di sana setiap hari, melaksanakan salat Ramadhan dan Idul Fitri, membaca Al-Quran, dan bertemu sebagai teman," katanya kepada MEE.
Dari penuturan Jame, masjid di jantung kota tersebut punya kedudukan tinggi di hati masyarakat setempat.
"Masjid lebih dari sekedar bangunan, itu mewakili jantung komunitas," kata Jame, yang mengaku pagi harinya dibangunkan oleh suara azan.
Baca juga: Serangan Israel Hancurkan Masjid Bersejarah Al-Omari, Warga Gaza: Kami Tidak Lagi Dengar Azan
Sejarah Masjid Agung Omari
Masjid Agung Omari didirikan pada masa pemerintahan Khalifah Omar bin al-Khattab.
Dulunya Masjid Agung Omari merupakan kuil Romawi dan kemudian menjadi gereja.
Bbangunan ini menjadi masjid terbesar pasca penaklukan Islam.
Terletak di kota tua Gaza, dekat Palestine Square, luasnya 4.100 meter persegi, dengan halaman seluas 1.190 meter persegi yang dapat menampung lebih dari 3.000 jamaah.
"Saya tidak pernah berpikir perang ini akan menghancurkan masjid-masjid," keluh Saeed Labad, penduduk asli Gaza.
Pria berusia 45 tahun itu kini tinggal di Turki, namun keluarganya tinggal di dekat Masjid Al-Omari di Shujaiyya, Kota Gaza.
Baca juga: Akibat Pembatasan IDF, Masjid Al-Aqsa Kosong Melompong, Hanya 3.500 Orang yang Bisa Salat Jumat
Kementerian Pariwisata dan Purbakala mengutuk penghancuran Masjid Omari sebagai bagian dari rencana Israel untuk menghapus warisan Palestina.
Dikatakan bahwa tindakan tersebut melanggar perjanjian internasional, termasuk Konvensi Den Haag tahun 1907, Konvensi Jenewa Keempat tahun 1949 dan konvensi UNESCO tentang perlindungan kekayaan budaya.
Kementerian mencatat akar sejarah masjid ini berasal dari biara Bizantium pada abad kelima Masehi.
Mereka memandang penghancuran Masjid Agung Omari tersebut sebagai "kejahatan terhadap warisan budaya rakyat Palestina", yang melambangkan hubungan mereka dengan tanah air.
Masjid Al-Aqsa Kosong Melompong
Belum lama ini, Otoritas Israel dilaporkan masih memberlakukan pembatasan ketat terhadap warga Palestina yang menggelar salat di masjid.
IDF melarang warga Palestina memasuki Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki.
Dikutip dari kanal YouTube Anadolu English, Jumat (22/12/2023), jumlah warga Palestina bahkan dibatasi untuk melangsungkan salat Jumat.
Bisa dibilang, sejak 2 Desember 2023 kemarin, situasi di Masjid Al-Aqsa memang sudah seperti itu.
Dalam laporan Yenisafak, Desember kemarin, akibat pembatasan Israel, puluhan ribu warga Palestina sudah untuk melaksanakan salat Jumat di Masjid Al-Aqsa.
"Hanya 3.500 orang yang dapat memasuki masjid untuk melaksanakan salat Jumat," kata seorang pejabat di Departemen Wakaf Islam di Yerusalem kepada Anadolu, saat itu.
Waktu ibadah Jumat biasa, ada 50.000 orang yang salat Jumat di situs penting tiga agama tersebut.
Pejabat tersebut, yang memilih merahasiakan namanya karena alasan keamanan.
Ia menambahkan bahwa "polisi Israel memberlakukan pembatasan ketat terhadap masuknya jamaah ke dalam masjid setiap Jumat berturut-turut sejak perang.
Baca juga: Israel Tangkap dan Interogasi Khatib Masjid Al-Aqsa Buntut Dugaan Penghasutan
Sumber itu menguraikan bahwa hari-hari biasa pun Israel membatasi pengunjung, dan akan lebih ketat kalau salat Jumat.
"Polisi Israel hanya mengizinkan orang lanjut usia memasuki masjid, dan oleh karena itu, halaman dan musala hampir kosong selama waktu salat," tambahnya.
Saksi mata melaporkan bahwa pasukan polisi Israel dikerahkan di gang-gang Kota Tua, di mana mereka menangkap warga muda dan mencegah mereka mencapai Masjid Al-Aqsa.
Ratusan warga Palestina terpaksa melaksanakan salat di jalan-jalan dekat Kota Tua.
Saksi mata mengatakan kepada Anadolu bahwa polisi Israel menyerang jamaah di lingkungan Wadi Al-Joz setelah mencegah mereka mencapai Masjid Al-Aqsa.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)