Diserang Berbagai Arah, Israel Uji Sistem Baru yang Bisa Halau Semua Serangan Sekaligus, Berhasil?
Menghadapi ancaman dari segala arah, Israel menguji senjata 'All-in-One' baru yang mampu menembak semua serangan dari langit.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Menghadapi berbagai ancaman dari berbagai arah, Israel baru-baru ini menguji sistem pertahanan udara baru yang dapat menghalau semua serangan itu sekaligus.
Pada hari Rabu (10/1/2024), Kementerian Pertahanan Israel mengumumkan telah menyelesaikan uji coba sistem pertahanan Spyder pekan lalu, defensenews.com melaporkan.
Spyder diproduksi oleh Rafael Advanced Defense Systems milik Israel.
Sistem ini diklaim telah dioperasikan selama hampir dua dekade oleh segelintir militer, dan mampu menyerang drone, pesawat terbang, rudal jelajah dan balistik, serta amunisi berpemandu presisi.
Uji coba tersebut, yang merupakan upaya kolaborasi antara Rafael dan kementerian pertahanan Israel, melibatkan konfigurasi baru yang disebut "All-in-One", di mana semua komponen senjata yang terpisah digabungkan menjadi satu kendaraan dengan delapan roda sebagai penggerak.
Sistem ini termasuk peluncur rudal, radar, sistem komando dan kendali, serta teknologi untuk pengawasan dan perolehan target.
Melalui pesan di Telegram, Kementerian pertahanan Israel mengatakan bahwa uji coba tersebut dilakukan di lokasi yang dirahasiakan di dalam negeri.
Uji coba melibatkan skenario yang mensimulasikan bagaimana menghadapi “ancaman yang ada dan yang akan datang.”
Rafael mengatakan, bahwa sistem Spyder dapat mencegat drone “dalam skenario operasional yang menantang, mencapai serangan langsung dan efektif.”
Perusahanaan alat pertahanan tersebut menyebut, uji coba sistem tersebut sebagai uji coba yang pertama dari jenisnya.
Dalam sebuah video yang diunggah Rafael di YouTube, sistem Spyder terlihat menghancurkan drone merah dengan sebuah rudal.
Baca juga: Pangkalan Udara Meron Israel Terkena Serangan Hizbullah, Iron Dome Tak Mampu Halau Rudal Kornet-EM
Sistem Spyder menggunakan dua jenis rudal, Derby dan Python, keduanya termasuk dalam konfigurasi baru.
Spyder memiliki jangkauan maksimum antara sembilan dan 25 mil, dan ketinggian intersepsi maksimum 3,7 dan 7,5 mil.
"All-in-One Spyder menyediakan aset pertahanan udara yang lincah, otonom, yang mampu dikerahkan dengan cepat dalam hitungan menit, di medan yang menantang, dan dengan waktu reaksi yang singkat,” kata Rafael dalam pernyataan tertulis.
Perusahaan tersebut, menambahkan bahwa mereka menyediakan pertahanan udara dengan “jejak logistik yang diminimalkan” yang dapat melindungi pasukan bergerak dan lokasi sensitif.
Ancaman dari Berbagai Arah
Uji coba baru-baru ini dilakukan ketika Israel menghadapi ancaman udara dari Lebanon di utara dan Gaza di barat.
Ancaman itu termasuk roket dan drone yang ditembakkan dari kelompok militan yang didukung Iran seperti Hamas dan Hizbullah, kelompok yang sering melakukan serangan lintas batas dengan militer Israel.
Di tengah konflik yang sedang berlangsung dengan Hamas, Israel juga harus menghadapi ancaman yang dilancarkan oleh Houthi di Yaman.
Israel memiliki jaringan pertahanan udara yang canggih dan berlapis-lapis.
Aset yang digunakan selama beberapa bulan terakhir termasuk Iron Dome, David's Sling, dan sistem Arrow.
Pakar: Drone Murahan Modifikasi Hamas Mampu Mengakali Kecanggihan Teknologi Militer Milik Israel
Meski militer Israel dilengkapi sistem yang canggih, senjata murah yang dimodifikasi Hamas nyatanya mampu menjebol pertahanan Israel.
Bukan ledakan roket dari Gaza yang mengguncang tentara Israel di perbatasan pada 7 Oktober 2023 lalu, melainkan dengungan tidak biasa yang belum pernah mereka dengar sebelumnya, Bloomberg melaporkan pada Desember lalu.
Armada drone yang dijual secara online hanya dengan harga $6.500 memenuhi langit di atas pagar perbatasan Israel yang bernilai $1 miliar.
Baca juga: Balas Dendam, Houthi Mengamuk & Lancarkan Serangan Besar terhadap Kapal AS dengan Drone dan Rudal
Drone-drone itu membawa bahan peledak dan melumpuhkan kamera, sistem komunikasi dan senjata yang dikendalikan dari jarak jauh, sehingga memicu terjadinya kekacauan yang belum pernah terjadi sebelumnya
Israel sebenarnya memiliki salah satu kendaraan udara tak berawak (UAV) atau drone terbesar di Timur Tengah.
Saat ini sistem drone generasi baru yang murah dan tersedia secara komersial, seperti yang digunakan Hamas dalam serangan 7 Oktober, mulai bermunculan.
Perang dengan Hamas adalah peringatan bagi militer Israel tingkat atas mengenai potensi mematikan yang mereka miliki, menurut CEO Heven Drones Bentzion Levinson, yang perusahaannya memasok pesawat pengangkat berat dan drone bertenaga hidrogen kepada tentara Israel.
“Kami memiliki drone yang sangat besar, UAV ini, kami memiliki pesawat terbang, teknologi kami jauh lebih maju,” kata Levinson.
“Apa yang terjadi dalam perang ini adalah kami menyadari bahwa hal ini terjadi di luar perkiraan kami, baik di sisi pertahanan maupun ofensif.”
Penggunaan drone komersial yang dimodifikasi oleh Hamas untuk melakukan serangan telah mengungkap kerentanan yang signifikan dalam pertahanan udara dan darat Israel.
Taktik ini membuat lawan yang jauh lebih maju kewalahan, semuanya dengan anggaran terbatas.
Dengan terganggunya sistem pengawasan berteknologi tinggi, ribuan militan Hamas membanjiri perbatasan dengan truk dan paralayang.
Serangan terhadap Israel selatan adalah hari paling parah dalam antara kedua belah pihak, dengan sekitar 1.200 orang Israel tewas dan sekitar 200 orang disandera.
Israel mulai melancarkan invasi darat ke Jalur Gaza pada 27 Oktober.
Lebih dari 22.000 warga Palestina telah terbunuh di Gaza sejak perang dimulai, menurut kementerian kesehatan yang dikuasai Hamas.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)