Dicap Teroris, Houthi Tetap Ganggu Jalur Bisnis AS di Laut Merah: Kami Tak Takut
AS mengecap Houthi sebagai teroris. Namun Houthi tetap ganggu jalur bisnis di Laut Merah dan tidak takut dengan ancaman AS.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara Houthi, Mohammed Abdulsalam, mengatakan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk memasukkan Houthi ke dalam daftar teroris tidak akan mempengaruhi operasi di Laut Merah.
Operasi Houthi di Laut Merah adalah bentuk dukungan kepada Palestina yang sedang menghadapi agresi Israel di Jalur Gaza.
Houthi menargetkan kapal-kapal yang berlayar menuju Terusan Suez, menuju pelabuhan Israel.
"Penetapan gerakan Yaman sebagai “kelompok teroris” oleh Amerika Serikat tidak akan mempengaruhi operasinya di Laut Merah," kata Mohammed Abdel Salam, Rabu (17/1/2024).
"Operasi akan berlanjut di Laut Merah untuk mencegah kapal-kapal Israel menuju Israel melewati Laut Merah, Laut Arab, dan Bab al-Mandab,” lanjutnya, dikutip dari Al Jazeera.
Sebelumnya, Houthi mengatakan agar tidak mengambil tindakan apa pun yang akan merugikan kepentingan Yaman.
Houthi mengancam tindakan tersebut akan dianggap sebagai “deklarasi perang”.
"Setiap tindakan yang merugikan kepentingan Yaman akan dianggap sebagai deklarasi perang," kata Hussein Al-Ezzi, Wakil Menteri Luar Negeri pemerintah Houthi di X pada Rabu (17/1/2024).
Houthi juga akan memperluas cakupan pencegahan lewatnya kapal-kapal Israel.
“Kami akan mencegah lewatnya kapal-kapal Israel tidak akan terbatas pada Bab al-Mandab saja, karena ada pihak-pihak yang akan mencegah mereka dari rute lain (dia tidak menyebutkan tujuannya) dan mencatat bahwa ada koordinasi lanjutan dalam hal ini,” lanjutnya.
AS Mencap Houthi sebagai Teroris
Baca juga: Militer AS Kembali Luncurkan Rudal ke Situs Houthi Yaman, Targetkan 14 Peluncur Rudal
AS dan Inggris, sekutu dekat Israel, mendukung Israel dengan menargetkan Houthi.
“Amerika Serikat akan mengklasifikasikan Houthi sebagai teroris internasional,” kata Jake Sullivan, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Rabu (17/1/2024), dikutip dari ABC News.
Penetapan itu tidak akan dimulai dalam waktu 30 hari dan dapat dibatalkan jika Houthi menghentikan serangan mereka.
"Jika Houthi menghentikan serangan mereka di Laut Merah dan Teluk Aden, Amerika Serikat akan segera mengevaluasi kembali penetapan tersebut," lanjutnya.
Setelah penetapan itu, AS akan menerapkan sanksi keras kepada Houthi yang bertujuan untuk memotong pendanaan dan senjata yang digunakan untuk menyerang atau membajak kapal-kapal di jalur pelayaran penting di Laut Merah.
Pemerintahan Presiden Joe Biden juga membuat "pengecualian" dengan tujuan menghindari dampak klasifikasi tersebut terhadap penduduk Yaman, yang bergantung pada impor makanan dan bantuan kemanusiaan.
AS berjanji untuk berkomunikasi dengan kelompok-kelompok termasuk lembaga bantuan sebelum klasifikasi tersebut diberlakukan berlaku dalam waktu 30 hari.
Hamas Palestina vs Israel
Setelah Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), Israel mengebom sebagian besar Jalur Gaza, menewaskan warga sipil, merusak sumber air, mencegah masuknya bantuan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.
Kematian warga Palestina di Jalur Gaza mencapai 24.285 jiwa sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (17/1/2024).
Tercatat 1.147 kematian di wilayah Israel selama konflik terbaru dengan Hamas.
Selain itu, dilaporkan ada 360 kematian warga Palestina di Tepi Barat hingga Kamis (18/1/2023).
Saat ini, diperkirakan masih ada kurang lebih 137 sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Hamas menolak untuk mengungkap jumlah sandera militer dan sipil yang masih ditahan di Jalur Gaza.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel