Pengampunan Najib Razak Tuai Kecaman, PM Anwar Ibrahim Bantah Malaysia Melunak soal Korupsi
Keseriusan Malaysia dalam menanggapi kasus korupsi menurut Anwar Ibrahim dibuktikan melalui proses peradilan Najib Razak yang terus berlanjut.
Penulis: Bobby W
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah dan Kerajaan Malaysia tengah menjadi sorotan publiknya setelah memberikan pengampunan kepada mantan Perdana Menteri Najib Razak yang terseret kasus korupsi pada Jumat (2/2/2024) lalu.
Seperti yang diketahui sebelumnya, dewan pengampunan yang dipimpin Raja Malaysia Sultan Ibrahim ini memutuskan untuk mengurangi separuh masa tahanan Najib Razak yang terlibat skandal korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB) .
Melalui kebijakan tersebut, Najib yang sebelumnya divonis 12 tahun penjara pada Agustus 2022 hanya akan menjalani 6 tahun kurungan.
Dengan demikian, ia diperkirakan akan menghirup udara bebas lebih cepat pada Agustus 2028 mendatang.
Keputusan ini pun menuai kecaman publik baik bagi pendukung maupun oposisi pemerintah.
Menanggapi kecaman dari semua kubu kepada pemerintah, Perdana Menteri Datuk Seri Anwar Ibrahim pun buka suara.
Dikutip Tribunnews dari Astro Awani, ia membantah bahwa langkah pemerintah dan Kerajaan Malaysia terhadap kasus Najib Razak menunjukkan bahwa mereka melunak dalam mengatasi masalah korupsi
"Isu yang diangkat adalah bahwa kami lemah dalam mengatasi korupsi, itu tidak benar," kata Anwar Ibrahim dalam pertemuan dengan anggota Departemen Perdana Menteri (JPM) hari Selasa ini (6/2/2024).
Keseriusan Malaysia dalam menanggapi kasus korupsi menurut Anwar Ibrahim dibuktikan melalui proses peradilan Najib Razak yang terus berlanjut.
Anwar Ibrahim juga membantah tudingan Presiden UMNO Datuk Seri Dr Ahmad Zahid Hamidi ikut campur mengenai keputusan terhadap Najib.
"Dia (Najib) atau partai memiliki hak untuk meminta Perdana Menteri dan Lembaga Pengampunan mempertimbangkan," katanya.
Baca juga: Mantan PM Najib Razak Mengaku Masih Kecewa Meski Raja Malaysia Sultan Ibrahim Pangkas Hukumannya
Anwar mengatakan ada banyak hal yang harus diutamakan oleh Pemerintah Bersatu Malaysia, termasuk masalah ekonomi dan koordinasi gaji pegawai negeri.
Perdana Menteri mengatakan bahwa masalah tata kelola yang baik dan penekanan pada pemberantasan korupsi diterapkan secara komprehensif dan dalam administrasi hari ini, tidak ada posisi untuk mundur.
"Saya diserang paling banyak ketika saya memerintahkan semua agensi untuk tegas guna menyelamatkan negara dari kepalsuan atau kecurangan pemimpin-pemimpin, menggeledah dan membongkar kekayaan luar biasa," katanya.
Dia mengatakan pegawai negeri harus bekerja sama sepenuhnya dalam memerangi korupsi untuk menyelamatkan negara dari berbagai penyalahgunaan kekuasaan dan penyalahgunaan kekayaan negara
Hal ini menurut Anwar wajib diterapkan guna meningkatkan kepercayaan masyarakat dan pendapatan nasional.
"Jika kita bisa menyelamatkan RM10 miliar hingga RM20 miliar, itu bukan untuk memperbaiki rumah Perdana Menteri atau tunjangan beliau. Apa yang kita dapat dari pengembalian itu, kita kembalikan kepada rakyat, akhiri kemiskinan, berikan pendidikan berkualitas, selamatkan anak-anak dari semua masalah ras, agama, wilayah, sehingga kita tidak lagi bertengkar atas alokasi kecil," katanya.
Dia mengakui bahwa kerugian pendapatan dari kebocoran minyak mentah dan diesel masih belum sepenuhnya terkendali dan bahkan ada kelompok kecil di beberapa tingkat, termasuk di perbatasan, pelabuhan, dan departemen pajak yang masih melakukan kegiatan korupsi.
Anwar mengatakan tekad pemerintah dapat dilihat dari tindakan tegas yang diambil oleh lembaga penegak hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia (MACC) dan Lembaga Pajak Dalam Negeri (IRB) dalam masalah pemberantasan korupsi dan penggelapan dana.
Dia mengatakan, sebagai contoh, tindakan MACC yang membuka surat penyelidikan atas masalah yang melibatkan Spanco Sdn Bhd,
Spanco merupakan sebuah perusahaan tunggal yang memegang kontrak pasokan dan pemeliharaan kendaraan pemerintah.
"Tindakan dan sikap tegas saya terhadap Spanco sudah lama saya tunjukkan ketika saya menjadi Menteri Keuangan," ungkapnya.
"Jadi ketika saya menyelidiki, saya tidak tahu di mana kesalahan itu tetapi saya tahu peraturannya tidak benar, saya tahu itu merugikan negara, saya tahu itu tidak menyenangkan bagi pegawai negeri tetapi kita lemah, tidak bisa melakukan apa-apa karena tidak ada ketegasan dan tekad politik untuk bertindak," katanya.
(Tribunnews.com/Bobby WIratama)