Populer Internasional: AS Kirim Bantuan ke Gaza Lewat Udara - Pesan Brigade Al-Quds
Rangkuman berita populer internasional, di antaranya Amerika mengirim bantuan ke Gaza lewat udara untuk pertama kalinya.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.
Untuk pertama kalinya, Amerika Serikat mengirimkan paket bantuan ke Gaza melalui udara, menjatuhkan makanan dan kebutuhkan lainnya dengan pesawat.
Jelang Ramadhan, Brigade Al-Quds merilis pernyataan soal masa depan Gaza, sebut akan buat sejarah.
Di Tel Aviv dan kota-kota lainnya di Israel, ribuan orang turun ke jalan menentang pemerintahan dan menuntut diadakannya pemilu dini.
Selengkapnya, berikut berita populer internasional dalam 24 jam terakhir.
1. Pertama Kalinya, AS Kirim Bantuan ke Gaza, Terjunkan 38 Ribu Makanan Lewat Udara
Amerika Serikat pertama kali meluncurkan bantuan untuk masyarakat Gaza pada hari Sabtu (2/3/2024).
Pertama kalinya kirim bantuan untuk masyarakat Gaza, Amerika Serikat mengerahkan pesawat militer berisi 38.000 makanan.
Tidak sendiri, Amerika Serikat bergabung dengan angkatan udara Yordania dalam mengirimkan bantuan.
“Komando Pusat AS dan Angkatan Udara Kerajaan Yordania melakukan gabungan serangan udara bantuan kemanusiaan ke Gaza pada tanggal 2 Maret 2024, antara pukul 15.00 dan 17.00 (waktu Gaza) untuk memberikan bantuan penting kepada warga sipil yang terkena dampak konflik yang sedang berlangsung,” kata CENTCOM dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Anadolu Ajansi.
Untuk mengirim bantuan ke Gaza Utara, AS mengerahkan 3 pesawat militer C-130.
“Pesawat C-130 AS menjatuhkan lebih dari 38.000 makanan di sepanjang garis pantai Gaza yang memungkinkan akses sipil terhadap bantuan penting tersebut,” katanya.
2. Ribuan Orang Israel Turun ke Jalan Menentang Pemerintah, 21 Orang Ditangkap di Tel Aviv
Protes terhadap pemerintahan Benjamin Netanyahu, dan tuntutan untuk diadakannya pemilu dini, terjadi pada Sabtu (2/3/2024) malam di beberapa lokasi di Israel.
Dilansir Haarertz, pusat demonstrasi berada di Tel Aviv, Haifa, dan Kaisarea, kota di mana rumah pribadi Netanyahu berada.
Di Tel Aviv, polisi membubarkan massa dengan menggunakan kekerasan dan meriam air, serta menangkap 21 orang dari yang semula dilaporkan 7 orang.
Bentrokan kecil terjadi antara polisi dan pengunjuk rasa di Tel Aviv ketika pihak berwenang memberikan denda kepada beberapa pengunjuk rasa yang memblokir jalan di persimpangan Kaplan.
Polisi menyatakan pertemuan itu ilegal setelah para demonstran mulai berbaris di jalan utama Tel Aviv.
Demonstrasi tersebut diadakan dengan latar belakang Menteri Pertahanan Yoav Gallant yang mengumumkan penolakannya untuk memproses undang-undang wajib militer Israel yang kontroversial, yang berupaya untuk mengecualikan siswa yeshiva dari dinas IDF, tanpa persetujuan bulat dari semua partai koalisi.
Sikap ini mengancam koalisi Netanyahu akan terjerumus ke dalam krisis.
Ratusan pengunjuk rasa di Tel Aviv lainnya memegang poster bertuliskan “Gencatan Senjata Sekarang” dan “Jangan ada lagi pertumpahan darah.”
Kelompok tersebut berteriak bersama, menyerukan diakhirinya perang dan diakhirinya pendudukan.
Protes mereka terjadi tepat di sebelah panggung di mana pidato anti-pemerintah disampaikan secara bersamaan di depan ribuan orang yang mengibarkan bendera Israel.
Kadang-kadang terjadi bentrokan antara demonstran anti-pendudukan dan peserta unjuk rasa anti-pemerintah yang lebih besar.
3. Tentara Ukraina Semakin Lemah, Rusia Pelan Tapi Pasti Bergerak Melampaui Avdiivka
Pasukan Rusia dilaporkan terus merangsek ke wilayah lebih dalam Ukraina melalui Avdiivka.
Baca juga: Gertak NATO, Rusia Pamerkan Rudal Yars yang 12 Kali Lebih Berbahaya dari Bom Atom
Sejumlah lokasi mulai lepas pasca jatuhnya Avdiivka ke tangan Rusia pada bulan lalu.
Terus rontoknya wilayah Ukraina tersebut akibat tentara Kiev yang sudah kehabisan senjata dan mereka telah kelelahan mempertahankan wilayahnya.
The New York Times memberitakan garis parit yang jarang dan belum sempurna memenuhi wilayah barat Avdiivka yang coba dipertahankan oleh Ukraina" yang "tidak memiliki banyak benteng tambahan yang dapat membantu memperlambat tank Rusia dan membantu mempertahankan jalan-jalan utama dan medan yang penting.
Para pejabat AS mengatakan secara pribadi bahwa mereka mengkhawatirkan bahwa Ukraina tidak memperkuat garis pertahanannya dengan cukup awal atau cukup baik, dan bahwa mereka sekarang mungkin menghadapi konsekuensi ketika unit-unit Rusia maju secara perlahan tapi pasti melampaui Avdiivka.
Meski demikian, media asal AS tersebut menyebut bahwa komando Ukraina memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan pertahanan di wilayah ini.
“Tetapi pertahanan Ukraina di luar Avdiivka menunjukkan benteng dasar yang terbuat dari tanah, sering kali dilengkapi dengan parit penghubung bagi pasukan infanteri untuk mencapai posisi tembak yang paling dekat dengan musuh,” kata surat kabar itu.
Sumber NYT juga mengungkapkan bahwa para pejabat Ukraina mungkin terlalu fokus pada operasi ofensif yang gagal tahun lalu.
Menurut para pejabat AS, faktor psikologis mungkin juga mempengaruhi situasi ini.
4. Brigade Al-Quds Rilis Pernyataan soal Masa Depan Gaza, Sebut akan Buat Sejarah di Bulan Ramadhan
Juru bicara militer Brigade Al-Quds, Abu Hamzah menyampaikan pernyataan tentang keadaan para pejuang Palestina di masa depan Gaza.
Pada hari Sabtu, Abu Hamzah menyerukan untuk tidak meninggalkan pertempuran Banjir Al-Aqsa yang dipimpin oleh para pahlawan di Gaza selama Ramadhan.
“Kami mendeklarasikan kelanjutan Pertempuran Banjir Al-Aqsa atas dasar Persatuan Medan di Gaza, Tepi Barat, Lebanon, Irak, Yaman dan Suriah,"
“Biarkan musuh tahu bahwa kita bersama Lebanon, Yaman dan Irak, satu front dalam perdamaian dan perang, mitra dalam takdir dan pengambilan keputusan," tegasnya, dikutip dari Palestine Chronicle.
Tidak hanya itu, pesan Abu Hamzah sebagian besar terletak dalam konteks pemerintah Arab dan Muslim.
Ia mengkritik pemerintahan Arab dan Islam yang dianggap telah meninggalkan Palestina selama ini.
Menurutnya, tidak ada alasan untuk meninggalkan Palestina dalam kondisi seperti ini.
(Tribunnews.com)