Eks-Kepala Staf IDF: Israel Mau Serbu Rafah Cuma Hoax, Netanyahu Tak Prioritaskan Pembebasan Sandera
pemulangan tahanan Israel di Jalur Gaza bukanlah prioritas bagi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang tertarik untuk tetap berkuasa.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Eks-Kepala Staf IDF: Gertakan Israel Mau Serbu Rafah Cuma Hoax, Netanyahu Tumbalkan Sandera
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel (IDF), Moshe Ya'alon menilai, ancaman Israel menyerang Rafah, Gaza Selatan dalam sebuah penyerbuan darat adalah hoax.
Ya’alon menilai gembar-gembor Tentara Israel menyerbu ke Rafah hanya gertak sambal.
Dia menyatakan, dirinya bertanya-tanya apakah pemerintah Israel memang perlu masuk ke Rafah.
Baca juga: Poros Persatuan Perlawanan Terbentuk, Houthi-Hamas-PIJ-FPLP Gelar Rapat Bahas Invasi Israel ke Rafah
"Lalu kenapa belum (tidak) masuk? Mengapa unit tentara cadangan didemobilisasi?" katanya dilansir JN dari Maariv.
Mantan Kepala Staf Israel Moshe Ya'alon juga mengatakan kalau pemulangan tahanan Israel di Jalur Gaza bukanlah prioritas bagi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang tertarik untuk tetap berkuasa.
Ya'alon menambahkan - dalam pernyataan yang dilansir surat kabar Maariv - bahwa ada pejabat di pemerintahan Israel yang meminta pengorbanan para tahanan sebagai imbalan atas pendudukan Jalur Gaza, pengusiran warga Palestina, dan penempatan orang Yahudi di sana.
Pernyataan itu merujuk pada Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir yang tidak ingin mencapai status akhir di mana Israel tidak mengendalikan Gaza.
Selain itu, Ya'alon menyoroti tanggung jawab Israel atas terbunuhnya 100 orang saat pendistribusian bantuan kemanusiaan di utara Jalur Gaza yang dikenal dengan tragedi 'Flour Massacre'.
Ya'alon juga mendorong percepatan pemilihan umum (Pemilu) di negara pendudukan tersebut dan menekankan pentingnya pemilu untuk keluar dari ‘krisis’ ini dengan kepemimpinan yang berbeda.
Yaalon juga menyatakan keyakinannya bahwa jalan yang benar terletak pada pemilihan umum, untuk membawa Israel keluar dari krisis ini dengan kepemimpinan yang berbeda, menyerukan Israel untuk turun ke jalan dan melakukan protes.
Baca juga: Ancaman Yoav Gallant Jadi Olok-olok, Justru Hizbullah yang Bikin Israel Kembali ke Zaman Batu
Gallant Bikin Rapat Kecil Seusai Netanyahu Menolak
Di sisi lain, para pejabat di tim perunding Israel menuduh Netanyahu membuang-buang waktu, menurut apa yang diberitakan media Israel.
Sementara itu, Israel Broadcasting Corporation mengatakan Menteri Pertahanan Yoav Galant mengadakan sesi alternatif guna membahas kesepakatan pertukaran tahanan, setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak mengadakan sesi dewan mini-kementerian untuk urusan keamanan dan politik.
Perusahaan Penyiaran Israel mengungkapkan, Direktur Mossad David Barnea berpartisipasi dalam sesi yang diadakan oleh Menteri Pertahanan mengenai kesepakatan pertukaran.
Sementara itu, pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid mengenyampingkan kemungkinan mencapai kesepakatan untuk membebaskan tahanan Israel yang ditahan oleh Hamas.
Hal ini disampaikannya dalam pembicaraannya kemarin, Sabtu, dengan keluarga para tahanan, yang menunjukkan apa yang ia gambarkan sebagai dukungan penuh pihak oposisi terhadap kesepakatan tersebut.
Lapid mengatakan bahwa kesepakatan untuk memulangkan mereka sepadan dengan harga yang harus dibayar, dan tidak mungkin terwujud tanpa kembalinya mereka ke Israel.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Israel Yisrael Katz mengatakan Israel bersedia membayar harga sebagai imbalan atas kembalinya tahanan di Gaza, namun belum siap menghentikan perang dan menggambarkannya sebagai 'garis merah'.
Mengenai pelaksanaan operasi darat di Rafah, Katz menjawab saat wawancara dengan situs Yedioth Ahronoth kalau hal ini akan terjadi karena kemenangan dalam perang tidak dapat dicapai tanpa masuk ke sana, seperti yang dia katakan.
(oln/JN/alquds*)