Menkeu Israel Curhat Ekonomi Negaranya Merugi Gegara Gaji Tentara Bayaran Ratusan Juta
Ekonomi Israel sedang merugi besar, hingga terancam jatuh ke jurang inflasi akibat pembengkakan biaya perang.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Ayu Miftakhul Husna
Belum diketahui sampai kapan perang di Gaza akan terus berlanjut, namun konflik ini diperkirakan akan merugikan Israel sekitar 255 miliar shekel atau sekitar 70,3 miliar dolar AS hingga akhir 2025.
Tak sampai di situ, imbas perang yang tak kunjung mereda kini sejumlah sektor di industri bisnis dan pariwisata ikut gulung tikar.
Israel Obral Surat Utang Sebanyak 6 Miliar Dolar AS
Berbagai cara mulai dilakukan pemerintah Israel untuk mempertahankan perekonomian negaranya.
Salah satunya dengan mengumumkan rencana penjualan obligasi atau surat utang internasional dengan proyeksi nilai mencapai 4 miliar dolar AS hingga 6 miliar dolar AS.
Penjualan surat utang ini dilakukan Israel untuk mendanai anggaran militer di tengah kondisi ekonomi Tel Aviv yang berkontraksi akibat lonjakan utang yang mendekati 8 miliar dolar AS buntut bengkaknya biaya operasi perang di Gaza.
“Israel dalam waktu dekat bersiap untuk menjual obligasi internasional pertamanya sebagai upaya mendanai kampanye genosida di Gaza dan dampaknya terhadap pasar dalam negeri,” jelas sumber yang mengetahui masalah itu.
Kemiskinan di israel Melonjak
Tak hanya memicu krisis, perang juga membuat tingkat kemiskinan Israel melonjak tajam.
Menurut catatan tahunan yang dirilis perusahaan riset Alternative Poverty Report sebanyak 19,7 persen warga Israel kini kehilangan pendapatan imbas agresi perang.
Impak lain yang ditimbulkan dari perang sebanyak 79,3 persen warga Israel menderita penyakit kronis lantaran kesulitan mendapatkan akses perawatan kesehatan gratis.
Bahkan 81,6 penerima bantuan lanjut usia hidup dalam kemiskinan dan terancam menghadapi kerawanan pangan yang parah.
“Dampak perang, badan amal yang didedikasikan untuk mendukung masyarakat miskin kini tak lagi menerima bantuan dari pemerintah Israel sejak dimulainya invasi, Padahal saat ini terjadi peningkatan jumlah permintaan bantuan,” jelas Alternative Poverty Report dikutip dari Middle East Monitor.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia)