Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Yakin Gencatan Senjata di Palestina Kian Dekat, Menlu Iran: Asalkan AS Tak Khianati Janjinya

Amirabdollahian menilai komitmen AS untuk mendorong gencatan senjata di Palestina sangat penting mengingat sikap pemerintah Israel yang masih ngeyel

Penulis: Bobby W
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Yakin Gencatan Senjata di Palestina Kian Dekat, Menlu Iran: Asalkan AS Tak Khianati Janjinya
ATTA KENARE / AFP
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir Abdollahian berbicara saat konferensi pers dengan mitranya dari Afrika Selatan Naledi Pandor (tidak dalam gambar) di Teheran pada 22 Oktober 2023. Pada hari Rabu (8/5/2024) ini, ia mengeluarkan pernyataan bahwa gencatan senjata permanen di Gaza akan segera tercapai asal negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) berkomitmen untuk menaati janji mereka untuk mengakhiri perang antara Israel  dan Palestina. 

TRIBUNNEWS.COM - Pada hari Rabu (8/5/2024) ini, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian mengeluarkan pernyataan bahwa gencatan senjata permanen di Gaza akan segera tercapai.

Adapun guna mewujudkan cita-cita tersebut, ia meyakini komitmen negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) untuk menaati janji mereka untuk mengakhiri perang antara Israel  dan Palestina sebagai kunci.

Seperti yang dikutip Tribunnews.com dari kantor berita pusat Iran (IRNA), Amirabdollahian mengatakan bahwa respons positif yang diberikan oleh gerakan perlawanan Palestina, Hamas, terhadap proposal gencatan senjata di Gaza beberapa waktu lalu merupakan momentum kunci untuk penyelesaian sengketa kedua negara.

"Semuanya sudah siap untuk gencatan senjata permanen" bukanya.

"Penyelesaian masalah ini akan terwujud jika Amerika Serikat dan Negara-negara Barat menjunjung tinggi janji mereka tentang gencatan senjata dengan makna yang sebenarnya," ungkapnya kepada wartawan di sela-sela rapat kabinet di Tehran.

Amirabdollahian menilai komitmen AS untuk mendorong gencatan senjata di Palestina sangat penting mengingat sikap pemerintah Israel yang dinilainya masih "ngeyel".

Ia mengatakan bahwa hingga saat ini Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintah ekstremisnya secara alami terus menentang gencatan senjata di Gaza meskipun Hamas sudah menunjukkan sikapnya yang ingin segera menghentikan perang.

Berita Rekomendasi

Amirabdollahian menilai sikap keukeuh Netanyahu untuk terus melanjutkan perang ini terjadi karena jika perang berakhir maka krisis politik di tanah yang diduduki Israel pun akan berakhir.

Komentari Pertemuan IAEA di Iran

Selain membahas mengenai gencatan senjata di Palestina, Amirabdollahian juga membahas mengenai pertemuan Iran dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di awal pekan ini.

Amirabdollahian menggambarkan kunjungan Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi ke Iran minggu ini sebagai positif.

Dia mengatakan bahwa hubungan antara Iran dan IAEA telah normal selama Grossi menjalankan tugasnya "dalam jalur hukum".

Baca juga: Komandan Tertinggi Iran Mengatakan Misi Utamanya adalah Menghentikan Musuh di Mediterania Timur

"Tetapi, komplikasi muncul setiap kali dia dipengaruhi oleh tekanan eksternal," kata menteri tersebut.

Seperti yand diketahui sebelumnya, Iran kedatangan tamu spesial pada hari Senin (6/5/2024) dengan hadirnya sosok Rafael Grossi yang menjabat sebagai Direktur Jenderal IAEA.

Agenda kedatangan Rafael Grossi di Teheran sendiri untuk membahas sejumlah topik pembicaraan tingkat tinggi dengan pejabat-pejabat Iran.

Kedatangannya di Tehran pada hari Senin disambut langsung oleh Behrouz Kamalvandi, juru bicara Organisasi Energi Atom Iran (AEOI).

Grossi akan memiliki jadwal yang padat selama perjalanannya ke Iran.

Diperkirakan ia akan menyampaikan pidato dalam Konferensi Internasional tentang Ilmu dan Teknologi Nuklir yang akan diselenggarakan di provinsi pusat Esfahan dari tanggal 6 hingga 8 Mei ini.

Selain itu, Grossi juga diagendakan melakukan pembicaraan dengan pejabat-pejabat senior Iran, termasuk dengan kepala AEOI Mohammad Eslami dan Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian.

DIkutip Tribunnews.com dari kantor berita pusat Iran, IRNA, ketegangan antara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dengan Iran ikut jadi bahasan utma pertemuan tersebut.

Sebenarnya, Kepala IAEA tersebut menyatakan pada bulan Februari sebelumnya ia telah berencana untuk melakukan perjalanan ke Iran untuk mengatasi "perbedaan pandangan" antara badan pengawas nuklir PBB dan Republik Islam tersebut.

Namun kunjungan tersebut tertunda dan akhirnya dilakukan pada awal bulan Mei ini bertepatan dengan digelarnya Konferensi Internasional tentang Ilmu dan Teknologi Nuklir yang digelar di Iran.

Hubungan antara Iran dan IAEA sendiri merenggang sejak mantan Presiden AS Donald Trump pada tahun 2018 secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 yang dibuat di masa kepresidenan Barack Obama.

Penarikan perjanjian tersebut, juga dibarengi dengan kembalinya sanksi ekonomi AS yang keras terhadap negara Iran.

Sejak itu, Iran telah mengurangi kewajibannya dalam perjanjian tersebut, yang secara resmi disebut sebagai JCPOA, dengan meningkatkan pengayaan uraniumnya dan membatasi inspeksi IAEA terhadap situs-situs nuklirnya sesuai dengan hukum parlemen yang diadopsi pada tahun 2020.

Peringatan Ancaman Nuklir di Iran

Sejumlah peringatan dan ancaman terlontar dari para pejabat hingga pemerhati militer Timur Tengah tentang bahaya ledakan nuklir Iran.

Hal ini muncul sejak serangan drone dan rudal Iran terhadap Israel pada tanggal 14 April 2024 disebut sebagai “Janji Sejati” oleh rezim Iran.

Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi juga menyatakan, Iran tinggal berminggu-minggu, bukan berbulan-bulan lagi, karena memiliki cukup uranium untuk mengembangkan bom nuklir.

Para pejabat rezim Iran, khususnya dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), telah meningkatkan peringatan mereka akan terjadinya ledakan nuklir Iran, yaitu produksi bom nuklir.

Diskusi terbuka yang dilakukan Iran menandakan perubahan dalam kebijakan nuklir Iran agar masyarakat dalam dan luar negeri menganggap senjata nuklir Iran tidak lagi tabu.

Mengutip dari JNS, peringatan Iran akan mengubah doktrin nuklirnya dari sipil menjadi militer bisa saja terjadi.

Terusannya, Pemerintah juga akan bertindak untuk mengembangkan senjata nuklir.

Beberapa pejabat yang tak menampik analisis tersebut juga mengeluarkan peringatan.

Yakni datang dari Brigjen IRGC Jenderal Ahmad Haq Taleb, yang bertanggung jawab atas keamanan fasilitas nuklir Iran, kemudian Javad Karimi Ghadossi, anggota Komite Keamanan Nasional di Majlis, parlemen Iran.

Lalu Abdallah Ganji, anggota dewan informasi pemerintah, Saeed Lilaz aktivis reformis yang menjabat sebagai penasihat Presiden Iran Mohammad Khatami (1997-2005), dan Mahmoud Reza Aghamiri, rektor Universitas Beheshti dan juga seorang ilmuwan nuklir.

Sementara itu, sejumlah peringatan dan ancaman terlontar dari para pejabat hingga pemerhati militer Timur Tengah tentang bahaya ledakan nuklir Iran.

Hal ini muncul sejak serangan drone dan rudal Iran terhadap Israel pada tanggal 14 April 2024 disebut sebagai “Janji Sejati” oleh rezim Iran.

Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi juga menyatakan, Iran tinggal berminggu-minggu, bukan berbulan-bulan lagi, karena memiliki cukup uranium untuk mengembangkan bom nuklir.

Para pejabat rezim Iran, khususnya dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), telah meningkatkan peringatan mereka akan terjadinya ledakan nuklir Iran, yaitu produksi bom nuklir.

Diskusi terbuka yang dilakukan Iran menandakan perubahan dalam kebijakan nuklir Iran agar masyarakat dalam dan luar negeri menganggap senjata nuklir Iran tidak lagi tabu.

Mengutip dari JNS, peringatan Iran akan mengubah doktrin nuklirnya dari sipil menjadi militer bisa saja terjadi.

Terusannya, Pemerintah juga akan bertindak untuk mengembangkan senjata nuklir.

Beberapa pejabat yang tak menampik analisis tersebut juga mengeluarkan peringatan.

Yakni datang dari Brigjen IRGC Jenderal Ahmad Haq Taleb, yang bertanggung jawab atas keamanan fasilitas nuklir Iran, kemudian Javad Karimi Ghadossi, anggota Komite Keamanan Nasional di Majlis, parlemen Iran.

Lalu Abdallah Ganji, anggota dewan informasi pemerintah, Saeed Lilaz aktivis reformis yang menjabat sebagai penasihat Presiden Iran Mohammad Khatami (1997-2005), dan Mahmoud Reza Aghamiri, rektor Universitas Beheshti dan juga seorang ilmuwan nuklir.

(Tribunnews.com/Bobby/Chrysnha)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas