Liga Arab Minta Bantuan Rusia untuk Akhiri Perang di Gaza, Pengaruh AS Mulai Rontok
Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa menyebut saat ini Liga Arab bersatu guna membantu mengakhiri perang di Jalur Gaza.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM – Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa menyebut saat ini Liga Arab bersatu guna membantu mengakhiri perang di Jalur Gaza.
Dalam pernyataannya pada Kamis (23/5/2024), Al Khalifa berujar konferensi perdamaian harus diselenggarakan.
Dia mengatakan Rusia adalah negara pertama yang diminta oleh Liga Arab untuk menyokong inisiatif konferensi itu.
Tak hanya itu, dia mengklaim Rusia adalah “negara paling berpengaruh di panggung internasional”.
Sputnik menyebut keputusan Liga Arab untuk meminta bantuan Rusia itu menunjukkan bahwa pengaruh Amerika Serikat (AS) mulai memudar.
AS sendiri sudah lama memandang dirinya sebagai satu-satunya negara yang mampu menjadi mediator dalam konflik Israel-Palestina.
“Saat konferensi tingkat tinggi Arab di Bahrain, situasi di Jalur Gaza dibahas, dan kami ingin perang dihentikan,” kata Al Khalifa dikutip dari Sputnik.
“Ada kesepakatan bulat di antara negara-negara Arab mengenai keharusan untuk menyelenggarakan konferensi perdamaian untuk memecahkan masalah Timur Tengah itu."
"Rusia adalah negara pertama yang kami tuju untuk meminta dukungan penyelenggaraan karena Rusia adalah negara paling berpengaruh di panggung internasional," jelasnya.
Seorang sutradara film dokumenter asal AS bernama Regis Tremblay menyebut keputusan Liga Arab itu merupakan suatu sinyal penting.
“Yang paling penting menurut sudut pandang saya ialah bahwa mereka beralih kepada Rusia agar menjadi mediator dalam mengakhiri konflik ini,” ujar Tremblay.
Baca juga: Rusia Pamer Kekuatan, Putin akan Bahas Latihan Nuklir Fase 2 dengan Belarusia
“Pernyataan luar biasa yang dibuat oleh Liga Arab terhadap sugar daddy mereka, Amerika Serikat, selama bertahun-tahun ini.”
AS dan Barat disebut memainkan peran yang berlebihan dalam membentuk kawasan itu selama bertahun-tahun.
Kedua entitas itu menjadi broker dalam perundingan Mesir-Yordania dengan Israel dalam normalisasi hubungan. Namun, hanya ada sedikit kemajuan sejak tahun 1994.
“(Negara-negara Arab) menyadari bahwa tidak ada kemajuan apa pun. Bahwa ini adalah tindakan dua muka dan dusta selama bertahun-tahun ini,” kata Tremblay.
“Dan kini beralih kepada Rusia sebagai mediator. Bagi Rusia, ini besar sekali, tidak hanya bagi prestis dan reputasi internasionalnya, tetapi bagi pengaruh langsungnya di Timur Tengah. Sangat besar.”
Adapun pada bulan November tahun lalu Arab Saudi menandatangi pertukaran mata uang senilai $7 miliar dengan Tiongkok.
Hal itu makin mendekatkan hubungan kedua negara tersebut serta menjadi langkah penting ke arah penjualan minyak yang dibayar dengan mata uang renminbi Tiongkok.
Tahun lalu Arab Saudi menyambung kembali hubungan diplomatiknya dengan Iran setelah selama tujuh tahun menegang.
Selain itu, Al Khalifa meminta adanya normalisasi hubungan dengan Iran. Hal itu menjadi tanda memudarnya pengaruh AS di Timur Tengah.
“Kita dulu punya masalah dengan Iran, tetapi kini hampir tidak ada. Tidak ada alasan untuk menunda normalisasi hubungan dengan Iran,” ucap Al Khalifa.
Adapun Liga Arab adalah organisasi yang dibentuk tahun 1945 dan kini memiliki anggota sebanyak 22 negara yang terdiri atas negara Timur Tengah dan negara Afrika.
Dua di antaranya adalah Yordania dan Mesir yang dianggap “ramah” kepada Israel.
Sementara itu, Arab Saudi dilaporkan sempat membahas upaya normalisasi hubungan dengan Israel sebelum perang di Jalur Gaza pecah.
(Tribunnews/Febri)