Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Berpotensi Panas, Kepolisian Bangkok Terjunkan Ratusan Unit Pengamanan di Parade LGBTQ Tahun Ini

Meski menjadi hal yang positif bagi masyarakat Thailand, RUU ini menuai pro dan kontra dalam muatan konteksnya.

Penulis: Bobby W
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Berpotensi Panas, Kepolisian Bangkok Terjunkan Ratusan Unit Pengamanan di Parade LGBTQ Tahun Ini
Dokumen Thai PBS
Ilustrasi Parade Bangkok Pride yang kembali digelar tahun ini pada Sabtu (1/6/2024), penyelenggaraan tahun ini menjadi panas karena isu RUU Kesetaraan Pernikahan yang bakal dibahas oleh Anggota Dewan di Thailand 18 Juni Mendatang 

TRIBUNNEWS.COM - Panasnya polemik wacana pembahasan RUU kesetaraan pernikahan di Thailand ikut memengaruhi jalannya festival LGBTQ tahunan yang diselenggarakan di Bangkok.

Dalam parade Bangkok Pride 2024 tahun ini, pihak kepolisian Metropolitan Bangkok pun mengerahkan lebih dari 100 petugas untuk  mengamankan event rutin tahunan tersebut.

Dikutip Tribunnews dari ThaiPBS, adapun prioritas penugasan mereka adalah untuk menjaga ketertiban acara, mengatur lalu lintas, dan memfasilitasi kegiatan terkait hari ini.

Parade LGBTQ ini sendiri dimulai dari Stadion Nasional dengan rute sepanjang Jalan Rama 1 menuju Persimpangan Ratchaprasong.

Adapun acara dijadwalkan berlangsung pada hari Sabtu (1/6/2024) ini dari pukul 3 sore hingga pukul 5.30 sore waktu setempat.

Terkait penutupan jalan untuk acara tersebut, para pengguna jalan diingatkan bahwa Jalan Rama 1 akan ditutup mulai pukul 2 sore hingga pukul 5 sore.

Tema parade tahun ini adalah "Perayaan Cinta" dengan mengangkat lima topik utama yakni kesetaraan pernikahan, penentuan gender sendiri, martabat manusia, perdamaian, dan kebebasan.

Berita Rekomendasi

Adapun panasnya perayaan tahun ini sendiri dikarenakan pembahasan RUU kesetaraan pernikahan di Thailand yang mulai dibahas pada oleh Senat pada tanggal 18 Juni mendatang.

Anggota DPR dari partai Move Forward, Tunyawaj Kamolwongwat, yang merupakan anggota komite DPR menjadi sosok aktor utama yang mendorong RUU tentang kesetaraan pernikahan tersebut.

Ia mengatakan partainya akan mendorong untuk memperbolehkan orang menggunakan "Tuan" atau "Nona" sebagai awalan nama mereka untuk mencerminkan gender yang mereka pilih.

Baca juga: Jejak Kasus Chaowalit Thongduang, Buronan Nomor 1 Thailand Ditangkap di Bali, Terlibat 12 Kejahatan

RUU Kesetaraan Pernikahan Menuai Pro dan Kontra

Berbeda dengan banyak negara Asia lainnya, Thailand telah lama mengizinkan perayaan sesama jenis, termasuk parade Bangkok Pride 2024 tahun ini.

Negara ini juga menyelenggarakan kontes kecantikan transgender internasional dan menjadi pemimpin global dalam operasi pengubahan gender.

Pada tahun 2015, Thailand mengesahkan Undang-Undang Kesetaraan Gender, dengan tujuan melindungi semua orang dari diskriminasi berbasis gender.

Meskipun memiliki komunitas LGBTQ yang paling terbuka di wilayah Asia, Thailand masih tidak memberikan perlindungan hukum kepada orang-orang transgender.

Hal inilah yang mendorong untuk diusulkannya RUU kesetaraan pernikahan di Thailand.

Meski menjadi hal yang positif bagi masyarakat Thailand, RUU ini menuai pro dan kontra dalam muatan konteksnya.

RUU kesetaraan pernikahan yang diusulkan akan menyebut pernikahan sebagai kemitraan antara dua individu, bukan antara seorang pria dan seorang wanita atau seorang suami dan seorang istri.

Pasangan akan memiliki hak penuh, termasuk mendapatkan perawatan medis, insentif pajak, hak warisan, dan hak untuk mengadopsi anak.

Namun, RUU tersebut tidak mengidentifikasi pasangan sesama jenis dan LGBTQ bisa menjadi sosok "orang tua" bila mereka memiliki anak atau mengadopsi anak..

Hal ini dinilai berpotensi mengingkatkan diskriminasi dan pelecehan antara anak-anak, menurut Nada Chaiyajit, advokat LGBTQ dan dosen hukum di Universitas Mae Fah Luang.

"Jika hukum tidak mengakui status "orang tua", ini berpotensi menciptakan diskriminasi dalam bentuk pelecehan sosial," kata Nada seperti yang dikutip Tribunnews dari Al Jazeera.

"Bakal ada cemoohan Ibumu bukan ibumu yang sebenarnya dan perundungan sejenis yang seperti itu." lanjut Nada.

Nada mengatakan belum jelas apa saja hak-hak hukum lainnya yang akan diterima oleh mereka yang mengidentifikasi diri sebagai LGBTQ jika mereka tidak secara sah diakui sebagai orang tua dan para pendukung tetap bertekad agar istilah tersebut dijelaskan dalam hukum.

"Diperlukan banyak kerja yang harus dilakukan. Setidaknya kita masih memiliki beberapa kesempatan untuk bekerja dengan Senat untuk membawa kembali kata "orang tua" untuk melengkapi hak-hak kita untuk pembentukan keluarga. Kami akan terus mendorong upaya tersebut," tambah Nada.

Emilie Palamy Pradichit, pendiri Manushya Foundation, sebuah organisasi hak asasi manusia di Bangkok, mengatakan bahwa frasa tersebut berarti RUU yang diusulkan tidak benar-benar untuk kesetaraan pernikahan.

"Ini berarti hanya orang-orang dari jenis kelamin yang sama yang diakui sebagai ayah atau ibu yang akan diizinkan untuk menikah, karena itu adalah RUU sesama jenis, bukan RUU kesetaraan pernikahan yang sejati." keluh Emilie.

"Misalnya, jika seorang wanita transgender ingin menikahi orang non-biner... mereka tidak akan bisa melakukannya. Thailand tidak memiliki hukum identitas gender yang sah - itu adalah isu inti," kata dia kepada Al Jazeera.

(Tribunnews.com/Bobby)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas