Utang Israel Bengkak 67 Miliar Dolar AS, Kabinet Benjamin Netanyahu Diambang Kehancuran
Belum diketahui secara pasti kapan ekonomi Israel akan kembali pulih namun bank sentral mencatat total pengeluaran pemerintahan Netanyahu akan bengkak
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Ekonomi Israel kembali berkontraksi usai Kementerian Keuangan melaporkan adanya defisit hingga mencapai 7,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) selama Mei 2024.
Defisit tersebut naik menjadi 137,7 miliar shekel sekitar 67 miliar dolar AS dari PDB pada akhir April sebagaimana dikutip dari catatan lembaga keuangan Israel Globes.
Adapun pembengkakan anggaran perang terjadi akibat militer Israel secara terus menerus melakukan pembelian perlengkapan dan alat tempur serta membiayai perekrutan tentara cadangan yang akan dikirim ke Gaza untuk melawan serangan Hamas yang kian agresif.
Meski langkah tersebut dapat memperkuat benteng pertahanan Israel dalam melawan militan Hamas di Gaza, namun pembengkakan biaya belanja pertahanan terjadi disaat pendapatan Israel anjlok tajam karena penurunan pembayaran pajak serta aktivitas ekspor dan impor mengalami kemerosotan.
Baca juga: Netanyahu Gagal Basmi Hamas, Menteri Kabinet Perang Israel Benny Gantz Mundur
“Kerugian pertahanan dan biaya sipil mencapai ratusan miliar syikal ini merupakan beban yang berat. Premi risiko negara meningkat sementara devaluasi syikal yang berlebihan terus berlanjut, dan devaluasi tentu saja menyebabkan kenaikan harga,” jelas Kepala bank sentral Israel, Amir Yaron dikutip dari Al Mayadeen.
Belum diketahui secara pasti kapan ekonomi Israel akan kembali pulih namun bank sentral mencatat total pengeluaran pemerintahan Netanyahu akan membengkak sebesar 250 miliar shekel atau 67,4 miliar dolar AS pada tahun 2025.
“Tidak ada keraguan bahwa diperlukan lebih banyak pengeluaran, karena perekonomian membutuhkan keamanan dan keamanan membutuhkan perekonomian. Namun, penting untuk ditekankan. Netanyahu tidak bisa melakukan pemeriksaan terbuka terhadap masalah belanja keamanan, mereka harus menemukan keseimbangan yang tepat di antara hal-hal tersebut,” tambah Yaron.
Apabila ekonomi Israel terus menerus mengalami kemunduran, maka hal tersebut kemungkinan besar bisa membuat ekonomi Israel berada di jurang kehancuran.
Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Israel akan mengalami perlambatan signifikan hingga memicu penurunan PDB sebesar 3 persen selama tahun 2024.
Sementara itu akibat dari ekonomi Israel yang semakin suram, lembaga pemeringkat keuangan dunia Moody's menurunkan prospek utang Israel menjadi 'negatif' karena adanya "risiko eskalasi" perang yang meluas antara militer Israel dengan Hamas serta kelompok militan Lebanon, Hizbullah.
Israel Obral Surat Utang
Pasca ekonomi negaranya mengalami kontraksi, Pemerintah Israel mengumumkan rencana penjualan obligasi atau surat utang internasional dengan proyeksi nilai mencapai 4 miliar dolar AS hingga 6 miliar dolar AS.
“Israel dalam waktu dekat bersiap untuk menjual obligasi internasional pertamanya sebagai upaya mendanai kampanye genosida di Gaza dan dampaknya terhadap pasar dalam negeri,” jelas sumber yang mengetahui masalah itu.
Menurut informasi yang beredar surat utang yang akan diobral Israel merupakan jenis obligasi jangka pendek dengan panduan spread sekitar 160 basis poin terhadap Treasury AS.
Tak hanya itu, Israel juga turut menjual sejumlah obligasi bertenor 10 tahun dengan kisaran spread 175 basis poin sementara untuk tenor 30 tahun akan diobral 205 basis poin terhadap Treasury AS.
Meski penjualan obligasi ini langsung mengangkat ekonomi Israel ke zona aman, namun cara ini berpotensi memberikan imbal hasil sekitar 5,8 persen bagi negara.