Penembakan Donald Trump, Zelensky Doakan Cepat Pulih, Rusia Salahkan Partai Demokrat dan Ukraina
Upaya pembunuhan Calon Presiden (Capres) Amerika Serikat (AS) 2024 dari Partai Republik, Donald Trump memicu beragam reaksi, bahkan Ukraina dan Rusia.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Upaya pembunuhan Calon Presiden (Capres) Amerika Serikat (AS) 2024 dari Partai Republik, Donald Trump memicu beragam reaksi.
Tak sedikit pemimpin dunia yang dibuat terkejut, bersimpati, hingga khawatir.
Di tengah perang yang melanda negaranya, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengirim doa agar mantan Presiden AS ke-45 itu "cepat pulih".
Meski demikian musuhnya, Rusia justru sangat menonjol dalam berkomentar.
Kyiv Independent melaporkan, Juru bicara Rusia, Dmitry Peskov memulai pernyataannya dengan menepis sesuatu yang tidak dibahas secara serius; gagasan bahwa Presiden Joe Biden dan sekutunya berada di balik penembakan tersebut.
"Kami sama sekali tidak berpikir atau percaya bahwa upaya untuk melenyapkan calon presiden Trump diorganisir oleh pemerintah saat ini," katanya.
"Namun, atmosfer yang diciptakan pemerintahan ini selama pergulatan politik, atmosfer di sekitar calon Trump memicu apa yang dihadapi Amerika saat ini."
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova membawa retorika tersebut satu langkah lebih jauh.
Zakharova mendesak AS untuk "secara hati-hati mengevaluasi kembali kebijakannya dalam menghasut kebencian terhadap lawan politik, negara, dan rakyat, serta mensponsori terorisme."
"AS harus mengevaluasi ulang kebijakannya yang menghasut kebencian terhadap lawan politik, negara, dan rakyat, serta mensponsori terorisme," katanya.
Motif Pelaku Penembakan Trump
Baca juga: Secret Service Disidang DPR AS karena Kecolongan Penembakan Donald Trump: Rakyat Amerika Berhak Tahu
Dikutip dari Reuters, penembakan yang terjadi saat Tump menggelar kampanye di Pennsylvania pada Sabtu (13/7/2024) kemarin menewaskan dua orang, yakni pelaku dan seorang pendukung Trump yang hadiri acara tersebut.
Federal Bureau of Investigation (FBI) lantas menggelar penyelidikan terhadap penembakan Donal Trump.
"Insiden itu diselidiki sebagai upaya pembunuhan," kata FBI, Minggu (14/7/2024).
Tembakan itu tampaknya berasal dari luar area yang dijaga oleh Secret Service.
Pelaku penembakan teridentifikasi sebagai seorang pria Pennsylvania berusia 20 tahun, tetapi belum mengidentifikasi motifnya.
Tokoh terkemuka dari Partai Republik dan Demokrat dengan cepat mengutuk kekerasan tersebut.
Penembak diketahui tewas.
Satu peserta kampanye tewas dan dua penonton lainnya terluka.
Sebagai informasi, tim kampanye Trump umumkan Donal Trump saat ini dalam kondisi baik-baik saja.
Kesaksian Warga atas Penembakan Trump
Dikutip dari BBC, seorang saksi mata bernama Greg, mengaku sempat melihat seorang pria bersenjata merangkak di atap sebuah gedung beberapa menit sebelum tembakan dilepaskan.
Hanya saja, laporan itu tidak segera direspons.
Greg mengatakan bahwa pria tersebut bersenjatakan senapan dan merangkak di atas sebuah gedung di luar acara tersebut.
Baca juga: Kronologi Donald Trump Ditembak saat Kampanye, Pelaku Diberondong Tembakan Agen Rahasia
Greg mengeklaim dirinya melihat pria bersenjata itu sekitar lima menit setelah Trump mulai berpidato.
"Kami melihat pria itu merangkak naik ke atap gedung di samping kami, 50 kaki jauhnya dari kami," katanya.
"Dia membawa senapan, kami dapat melihat dengan jelas sebuah senapan. Kami menunjuk ke arahnya, polisi di bawah sana lalu berlarian. Kami seperti mengatakan, 'Hei kawan, ada seorang pria di atap dengan senapan', dan polisi tidak tahu apa yang sedang terjadi," jelasnya.
Kata-kata Trump Sebelum dan Sesudah Insiden Penembakan
Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) itu sedang membandingkan rekam jejaknya dalam menutup ilegal dengan kebijakan perbatasan terbuka Presiden Joe Biden tepat sebelum upaya pembunuhan pecah, Daily Mail melaporkan.
Trump berkata kepada khalayak: "Jika Anda sungguh-sungguh ingin melihat sesuatu yang menyedihkan ini, lihatlah apa yang terjadi --"
Dan tepat setelahnya, kata-katanya terpotong.
Ada sekitar delapan hingga 10 tembakan dilepaskan.
Di tengah kalimat, Trump memegang telinga kanannya.
Darah mengucur di wajahnya, lalu dia menunduk.
Agen Dinas Rahasia AS segera menyerbu panggung untuk memberikan perlindungan kepada Calon Presiden (Capres) AS dari Partai Republik tersebut.
Mereka mengecek kondisi rump saat ia berlindung ke tanah.
Agen terdengar mengonfirmasi bahwa "penembak sudah jatuh" sebelum mengevakuasi Trump.
"Biar saya ambil sepatu saya," kata Trump, (terdengar) berkata saat para agen menopangnya."
Kesaksian Pendukung Fanatik Trump saat Insiden Penembakan
Blake Marnell mengenakan setelan bercorak batu bata, seperti biasa.
Marnell adalah anggota tetap 'Front Row Joes', begitu pendukung Trump menyebut diri mereka.
Front Row Joes bepergian ke seluruh negeri untuk menghadiri berbagai acara.
Ia memperkirakan telah menghadiri sekitar 40 kampanye dan berencana untuk berada di Milwaukee minggu ini untuk Konvensi Nasional Partai Republik, tempat ia akan menjadi delegasi untuk California.
Ia berada di posisi biasanya di tengah barisan depan untuk mendengarkan Donald Trump berbicara.
Artinya, Marnell hanya berjarak 10 meter dari Calon Presiden dari Partai Republik itu.
Saat suara peluru terdengar, ia mengira itu adalah petasan yang dinyalakan kerumunan di belakang.
"Secara naluriah (saya) menoleh ke kiri," katanya, mencari sumber suara.
"Saat berikutnya saya menoleh lagi untuk melihat presiden (Trump), dia sedang diseret oleh agen Dinas Rahasia," ucapnya.
Dia melihat para agen menggunakan tubuh mereka untuk melindungi Trump, dia bisa mendengar lebih banyak suara tembakan yang ditujukan ke arah si penembak.
Juga petugas tanggap darurat berlomba merawat banyak korban di tribun di kedua sisi podium Trump.
Dari pandangan Marnell, upaya pembunuhan terhadap Capres Partai Republik pasti akan membuat Trump lebih kuat secara politik.
"Anda tahu, sulit untuk melihat bagaimana hal itu tidak memberinya simpati di saat seperti ini," katanya.
"Itu tidak akan membuatnya mengundurkan diri,"
"Segala sesuatunya tidak akan pernah sama lagi,"
"Kita mungkin tidak akan melihat demonstrasi seperti ini di masa mendatang,"
"Akan ada demonstrasi, tetapi akan dikontrol dengan ketat, mungkin lebih ketat di dalam ruangan, pemeriksaan lebih menyeluruh," jelasnya.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)