Biden Mulai Cemas, Pembunuhan Ismail Haniyeh Tak Membantu Mencapai Gencatan Senjata di Gaza
Presiden AS, Joe Biden mulai cemas terkait pembunuhan Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh tidak membantu mencapai gencatan senjata di Gaza.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden menyampaikan kecemasannya setelah Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh tewas di Iran.
Biden mengatakan, pembunuhan Ismail Haniyeh tidak membantu mencapai gencatan senjata dalam perang antara Hamas dan Israel di Gaza.
Risiko eskalasi perang di Timur Tengah, kata Biden, telah meningkat setelah Haniyeh tewas dan memicu ancaman balas dendam terhadap Israel.
"Itu tidak membantu (mencapai gencatan senjata)," kata Biden, dikutip dari Reuters.
Biden juga mengatakan dia telah melakukan percakapan langsung dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada hari Kamis.
Pemerintahan Netanyahu belum mengeluarkan klaim tanggung jawab, tetapi ia mengatakan Israel telah memberikan pukulan telak terhadap proksi Iran akhir-akhir ini.
Ketegangan Israel dengan Iran dan Hizbullah telah memicu ketakutan akan meluasnya konflik di wilayah yang sudah tegang di tengah serangan Israel terhadap Gaza.
Beberapa jam setelah pembunuhan tersebut, maskapai penerbangan mulai membatalkan penerbangan mereka ke Israel dan Lebanon.
Pemerintah asing mendesak warga negara mereka untuk segera meninggalkan wilayah tersebut.
Israel telah berperang melawan Hamas selama hampir 10 bulan, sejak kelompok itu melakukan serangan mendadak terhadap negara Yahudi itu pada 7 Oktober.
Segera setelah itu, proksi Iran lainnya bergabung dalam serangan terhadap Israel.
Baca juga: Pejabat Timur Tengah Ungkap Rincian Ismail Haniyeh Tewas, Sebut karena Bom yang Diselundupkan
Sejak itu, Israel diserang oleh Hizbullah di perbatasannya dengan Lebanon, pemberontak Houthi di Yaman, milisi Syiah yang didukung Iran di Irak dan Suriah, bersama-sama meningkatkan kerusuhan di wilayah Tepi Barat.
"Sejak awal perang, saya telah menjelaskan bahwa kita sedang berperang melawan poros kejahatan Iran."
"Ini adalah perang eksistensial melawan cengkeraman tentara teroris dan rudal yang ingin Iran kencangkan di leher kita," kata Netanyahu, dikutip dari The Jerusalem Post.
Komando Front Dalam Negeri Angkatan Darat, yang bertugas menguraikan arahan pertahanan untuk warga sipil, belum mengubah pedomannya yang mendorong warga Israel untuk mempertahankan rutinitas mereka.
"Iran memiliki berbagai pilihan untuk pembalasan mereka," kata Brigjen (Purn.) Yossi Kuperwasser, dari Institut Keamanan Nasional Misgav dan mantan kepala Divisi Riset intelijen militer Israel.
"Semua pihak memahami bahwa peluang konflik ini memburuk menjadi perang regional skala penuh tidaklah kecil, meskipun semua orang mengatakan mereka tidak tertarik dengan ini," lanjutnya.
Israel dan Iran terlibat dalam perang bayangan satu sama lain.
Militer Israel diyakini berada di balik ratusan serangan udara terhadap target-target Iran di Timur Tengah, selain serangan siber terhadap infrastruktur utama di Republik Islam tersebut.
Sementara Iran diyakini berada di balik serangan terhadap kapal tanker minyak yang dioperasikan Israel, upaya penculikan dan pembunuhan warga Israel di negara-negara seperti Siprus dan Turki dalam beberapa bulan terakhir, serta pasokan senjata yang terus-menerus kepada proksi-proksinya.
Perang bayangan itu berubah pada awal tahun ini, tepatnya pada bulan April, ketika Iran melancarkan serangan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel.
Baca juga: Bertemu Sekutu untuk Bahas Balasan atas Tewasnya Haniyeh, Iran: Rezim Zionis Akan Menyesal
Dengan menembakkan lebih dari 300 rudal dan drone bunuh diri ke Israel, Iran menyimpang dari doktrinnya untuk menyerang Israel secara tidak langsung melalui banyak proksinya yang terletak di perbatasan negara Yahudi itu.
Serangan Iran itu merupakan balasan atas serangan Israel terhadap konsulat Iran di Suriah.
Itu adalah konfrontasi langsung terdekat yang pernah dilakukan kedua negara setelah ketegangan dan tuduhan selama beberapa dekade.
"Ini menandai fase baru dalam konflik antara Israel dan Iran dengan serangan langsung terhadap Israel dari wilayah Iran," kata Dr. Raz Zimmt, pakar Iran dari Alliance Center for Iranian Studies di Tel Aviv University kepada The Media Line.
"Sejak opsi ini ditambahkan ke perangkat respons, opsi ini menjadi lebih mudah digunakan lagi," lanjutnya.
Baca juga: Putra Ismail Haniyeh Ungkap Keinginan Mendiang Ayahnya: Capai Kemenangan bagi Rakyat Palestina
Israel sekarang bersiap menghadapi serangan Iran yang kemudian dapat mengakibatkan konflik regional yang lebih besar.
Menurut Zimmt, kemungkinan Iran tidak membalas dengan serangan sangatlah kecil.
"Pertanyaan besarnya adalah apa konsekuensi dari serangan semacam itu dan apakah, seperti pada bulan April, serangan itu akan dapat ditanggulangi dengan cara yang lebih kecil," ucap Zimmt.
"Jika Israel akan terseret ke dalam konflik yang lebih luas, ancaman yang lebih substantif adalah dari Hizbullah, tetapi konfrontasi multi-front sudah pasti ada dalam agenda," jelas Zimmt.
(Tribunnews.com/Whiesa)