Erdogan Teriak Boikot dan Ancam Serbu Israel, Pangkalan IDF Ditenagai Pembangkit Milik Turki
kepemilikan Dorad Energy sebanyak 25 persen dimiliki seorang pengusaha Turki yang dekat dengan Erdogan. Dorad pemasok listrik utama ke pangkalan IDF
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Erdogan Teriak Boikot dan Ancam Serbu Israel, Pangkalan IDF Ditenagai Pembangkit Milik Turki
TRIBUNNEWS.COM - Di tengah perintah boikot Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terhadap barang-barang Israel dan ancaman invasi ke negara pendudukan tersebut, Kementerian Pertahanan Israel dikabarkan justru telah memperpanjang kontrak dengan Dorad Energy.
Dorad Energy adalah sebuah perusahaan pembangkit listrik yang memasok listrik ke pangkalan militer Israel, IDF, media Israel melaporkan.
Baca juga: Bak Duduk di Tong Peledak, Warga Haifa Cemas Pabrik Petrokimia Israel Potensial Dibom Iran-Hizbullah
Jerusalem Post dalam laporannya, Jumat (9/8/2024) melansir, kepemilikan Dorad Energy sebanyak 25 persen dimiliki oleh seorang pengusaha Turki yang dekat dengan Erdogan.
Seperti diketahui, pada akhir April, Erdogan memberlakukan boikot terhadap ekspor dan impor Israel menyusul berlarutnya Perang Genosida Israel di Gaza.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Luar Negeri Israel Katz mengecam Erdogan, dengan menyatakan,
“Kami tidak akan menyerah pada pemerasan dan ancaman Erdogan. Ekonomi Israel lebih kuat daripada seorang diktator seperti Erdogan, yang melanggar perjanjian dan bertindak untuk melayani Hamas.”
Meskipun ada pernyataan keras tersebut, pemerintah Israel terus membiarkan dana yang besar mengalir dari Kementerian Pertahanan Israel ke Zorlu Holding, konglomerasi Turki yang diketuai oleh Ahmet Nazif Zorlu.
Konglomerasi yang berkantor pusat di Istanbul ini merupakan mitra Dorad Energy, yang telah memasok listrik ke IDF dan Kementerian Pertahanan sejak 2004.
Satu di Antara Pembangkit Listrik Terbesar di Israel
Dorad, salah satu pembangkit listrik terbesar di Israel, yang terletak di sebelah selatan Ashkelon, beroperasi dengan menggunakan gas alam dan solar.
Negara Israel memegang 37,5 persen saham di pembangkit tersebut melalui Kinet, yang sekarang dikenal sebagai Staa.
Saat Menteri Keuangan Bezalel Smotrich menyerukan tarif 100 persen untuk impor Turki, Zorlu Holding terus mendapatkan keuntungan dari keterlibatannya dalam infrastruktur energi Israel.
"Pada bulan Juli, hanya dua setengah bulan setelah boikot Erdogan dimulai, dewan direksi Dorad, termasuk perwakilan Zorlu, dengan suara bulat menyetujui pembaruan perjanjian untuk memasok listrik ke pangkalan IDF," tulis laporan Jerusalem Post.
Pada saat yang sama, muncul pertanyaan tentang kelayakan mengizinkan perusahaan Turki untuk mempertahankan saham di fasilitas infrastruktur penting Israel, terutama yang secara langsung mendukung IDF.
Kementerian Pertahanan Israel memberi klarifikasi kalau perjanjian dengan Dorad tidak diperbarui, tetapi hanya disesuaikan untuk mencerminkan tingkat diskonto, yang bertujuan untuk mengurangi biaya listrik bagi Kementerian Pertahanan mereka.
“Dorad adalah perusahaan Israel, dengan pemegang saham terbesar adalah Negara Israel. Kegiatannya dilakukan sesuai dengan hukum dan peraturan Israel,” kata Kementerian Pertahanan Israel.
Di Turki, hubungan Zorlu Holding dengan Israel tidak luput dari perhatian.
Konglomerasi itu mendapat tekanan dari gerakan BDS ketika band Irlandia Fontaines DC dijadwalkan tampil di Zorlu Center di Istanbul.
Band tersebut akhirnya membatalkan pertunjukan setelah mengetahui bahwa tempat tersebut terkait dengan sebuah perusahaan yang "bekerja sama dengan musuh Zionis."
Pada bulan Mei, Zorlu Enerji, anak perusahaan Zorlu Holding, menjual sahamnya di pembangkit listrik Ramat Negev Energy dan Ashdod Energy kepada Adeltec Group seharga NIS 127 juta.
Alasan resmi yang diberikan adalah peralihan fokus ke sumber energi terbarukan, meskipun Zorlu telah memilih untuk mempertahankan sahamnya di Dorad, yang terus memasok listrik ke pasukan Israel.
Erdogan Diancam Akan Bernasib Seperti Saddam Hussein
Seperti diberitakan, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan pada Minggu (28/7/2024), mengancam rezim Israel kalau Turki akan mengirim pasukan ke Palestina yang diduduki untuk mendukung rakyat Palestina.
"Kita harus sangat kuat agar Israel tidak dapat melakukan hal-hal ini ke Palestina," katanya, mengacu pada genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
Baca juga: Tentara Israel Boyong Lusinan Baterai Iron Dome ke Utara, Hizbullah Gerak Cepat Amankan Petinggi
"Sama seperti kita memasuki (Nagorno-Karabakh), sama seperti kita memasuki Libya, kita mungkin melakukan hal yang sama kepada mereka. Tidak ada yang tidak dapat kita lakukan. Kita hanya harus kuat," ancam Erdogan atas aksi genosida Israel
Tepat setelah pernyataan Erdogan, pejabat tinggi Israel dilaporkan menjadi panik dan berarksi histeris.
Mereka, bahkan mengancam presiden Turki kalau Erdogan akan menghadapi nasib yang sama seperti mantan Presiden Irak Saddam Hussein.
Pada tahun 2003, Amerika Serikat dan sekutunya secara ilegal menginvasi Irak dengan dalih bahwa Saddam Hussein memiliki senjata nuklir, yang kemudian terbukti salah.
Baca juga: Intelijen Israel: Drone Houthi Pakai Rute Sudan-Libya-Mesir, Meledak di Tel Aviv, Irak Ikut Membantu
Setelah bersembunyi selama tiga tahun, Saddam akhirnya ditangkap dan dibunuh lewat hukuman mati pada tahun 2006.
Sejak invasi tersebut, diperkirakan lebih dari satu juta warga Irak telah terbunuh oleh koalisi pimpinan AS sejak dimulainya invasi militer ilegal tersebut.
Militer AS tetap mempertahankan keberadaannya di Irak berdasarkan perjanjian dengan pemerintah, namun banyak partai politik dan warga negara memandang mereka sebagai pasukan pendudukan karena campur tangan mereka yang berkelanjutan dalam urusan internal negara tersebut dan kendali atas banyak sumber dayanya, khususnya energi.
Menanggapi presiden Turki dalam sebuah unggahan di X (dulu twitter), Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengatakan kalau "Erdogan mengikuti jejak Saddam Hussein dan mengancam akan menyerang Israel. Ia seharusnya mengingat apa yang terjadi di sana dan bagaimana itu berakhir."
Menteri luar negeri itu bahkan melampirkan foto Erdogan dan di sebelahnya ada foto Saddam Hussein yang dieksekusi oleh pasukan AS.
Minta NATO Paksa Erdogan Berhenti Dukung Palestina
Sementara itu, pemimpin oposisi Yair Lapid meminta anggota NATO untuk "memaksa" Erdogan mengakhiri dukungannya terhadap kelompok Perlawanan Palestina, Hamas.
"Presiden Erdogan mengoceh dan mengamuk lagi. Ia berbahaya bagi Timur Tengah. Dunia, dan khususnya anggota NATO, harus mengutuk keras ancamannya yang keterlaluan terhadap Israel dan memaksanya mengakhiri dukungannya terhadap Hamas," kata Lapid di X.
(oln/jp/almydn/*)