Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sandera yang Dibebaskan dari Gaza Tolak Bertemu Netanyahu: Hidup di Tangan Hamas, Mati Saat Kembali

Dia menolak bertemu Netanyahu sebagai bentuk protes atas kebijakan rezim Israel yang dinilai mengabaikan keselamatan para sandera yang berada di Gaza

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Sandera yang Dibebaskan dari Gaza Tolak Bertemu Netanyahu: Hidup di Tangan Hamas, Mati Saat Kembali
khaberni
Momen pertukaran sandera antara gerakan Hamas dan Israel pada November 2023 silam. 

Sandera yang Dibebaskan dari Gaza Menolak Bertemu Netanyahu: Hidup di Tangan Hamas, Mati Saat Kembali

TRIBUNNEWS.COM - Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, Kamis (22/8/2024) melaporkan kalau seorang sandera Israel yang dibebaskan dari Gaza, menolak untuk menghadiri pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Sandera tersebut dilaporkan adalah Margalit Mozes.

Dia menolak bertemu Netanyahu sebagai bentuk protes atas kebijakan rezim Israel yang dinilai mengabaikan keselamatan para sandera yang berada di Jalur Gaza.

Baca juga: Reputasi Israel Tak Tertembus Hancur: Bom Meledak di Tel Aviv, Drone Hizbullah Intip Rumah Netanyahu

Para sandera Israel, kata Mozes, dia lihat hidup saat berada di tahanan Hamas namun justru tewas saat bisa dipulangkan. 

Mozes mengatakan, "Ssaya melihat teman-teman saya hidup di penangkaran Hamas, namun karena kebijakan pengabaian, kami melihat mereka kembali dalam peti mati".

Keluarga sandera Israel kembali menggelar aksi protes ke Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan menuduhnya sengaja menumbalkan para tawanan demi kelanjutan karier politiknya. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menemukan 6 tawanan di terowongan Khan Yunis di Jalur Gaza dalam kondisi tewas, hari Senin (20/8/2024).
Keluarga sandera Israel kembali menggelar aksi protes ke Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan menuduhnya sengaja menumbalkan para tawanan demi kelanjutan karier politiknya. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menemukan 6 tawanan di terowongan Khan Yunis di Jalur Gaza dalam kondisi tewas, hari Senin (20/8/2024). (Anadolu)

Keluarga Sandera Israel Marah

Kebijakan pengabaian ini yang membuat sebagian warga Israel, khususnya keluarga para sandera marah terhadap pemerintahan Netanyahu.

BERITA TERKAIT

Keluarga para sandera Israel kemudian kembali menggelar aksi protes ke Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan menuduhnya sengaja menumbalkan para tawanan demi kelanjutan karier politiknya.

Protes ini pecah tepat setelah pasukan pertahanan Israel (IDF) mengumumkan telah menemukan 6 tawanan di terowongan Khan Yunis di Jalur Gaza dalam kondisi tewas pada Senin (20/8/2024).

Adapun daftar identitas enam mayat tersebut diantaranya ada Alex Dancyg (75), Yagev Buchshtav (35), Chaim Peri (79), Yoram Metzger (80), Nadav Popplewell (51), dan Avraham Munder (78).

Belum diketahui penyebab pasti dari tewasnya enam tawanan tersebut, namun IDF memastikan tawanan dengan nama Alex Dancyg dan Yagev Buchshtav telah tewas sejak akhir Juli lalu.

Sementara Chaim Peri, Yoram Metzger, dan Nadav Popplewell dinyatakan tewas pada awal Juni.

Penemuan mayat ini sontak memicu kepanikan para keluarga sandera, lantaran sebelumnya keenam sandera semuanya diculik dan dibawa ke Gaza dalam keadaan sehat.

Khawatir jumlah sandera Israel yang tewas di Gaza akan semakin membludak, mendorong keluarga para tawanan untuk menggelar aksi demo, mengkritik Netanyahu yang dinilai lambat dalam menangani pertukaran sandera dengan Hamas.

Masyarakat yang hadir dalam demo bahkan mendesak pemerintahan Netanyahu agar segera menyetujui kesepakatan pertukaran tahanan dan gencatan senjata, agar semua tawanan Israel bisa kembali dengan selamat.

“Dia dan semua sandera bisa saja dibawa kembali,” kata Mati Dancyg, yang ayahnya termasuk di antara para sandera yang tewas, sebagaimana dikutip dari Anadolu.

"Namun Netanyahu memilih untuk mengorbankan para sandera. Ia memilih untuk meninggalkan para sandera agar bisa bertahan hidup. Karma akan menghakiminya dan dia akan membayarnya dengan harga yang mahal," imbuhnya.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (Instagram @b.netanyahu)

Kecaman serupa juga dilayangkan oleh Shahar Mor, salah satu keluarga sandera yang terbunuh di Gaza.

Dengan lantang Mor mengutuk pemerintahan Netanyahu yang tidak becus mengurus kesepakatan pertukaran tawanan-sandera dengan faksi Palestina di Gaza.

“Pemerintah Netanyahu harus bertanggung jawab atas kematian para sandera karena keterlambatan dalam mencapai kesepakatan pertukaran dengan Hamas untuk menyelamatkan nyawa para sandera,” ujar Shahar Mor.

"Darah ada di tangan pemerintah. Demi kelangsungan hidup Netanyahu, paman saya meninggal," katanya kepada Radio 103 FM setempat.

Warga Palestina terlihat melintas di perbatasan Mesir-Gaza dengan kondisi yang keras di Rafah, Gaza, pada 18 Januari 2024
Warga Palestina terlihat melintas di perbatasan Mesir-Gaza dengan kondisi yang keras di Rafah, Gaza, pada 18 Januari 2024 (Abed Zagout/Anadolu via Getty Images)

Kemarahan massa pada Netanyahu memicu para demonstran Israel bertindak anarkis, memblokir lalu lintas di Tel Aviv untuk menuntut pemerintahan Netanyahu agar mempercepat kesepakatan penyanderaan setelah jenazah enam sandera diambil dari Jalur Gaza, mengutip dari APNews.

Israel memperkirakan setidaknya masih ada 110 warga Israel yang ditahan militan Hamas di Gaza, sementara Hamas mengatakan bahwa banyak tawanan tewas dalam serangan Israel di daerah kantong itu.

Netanyahu Sengaja Persulit Kesepakatan Gencatan Senjata

Selama berbulan-bulan, AS, Qatar, dan Mesir telah berupaya menjembatani kesepakatan antara Israel dan Hamas agar pertukaran tahanan dan gencatan senjata cepat tercapai, namun upaya mediasi terhenti karena Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan perang.

Baca juga: Tak Yakin Sikap Iran, AS Dukung Israel Tolak Tinggalkan Koridor Philadelphi di Perbatasan Gaza-Mesir

Meskipun Netanyahu secara konsisten menyangkal bahwa ia mencoba untuk menunda kesepakatan, dokumen terbaru justru mengungkapkan bahwa Netanyahu menambahkan lebih banyak syarat dan ketentuan, membuat gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera semakin sulit dicapai.

Bahkan anggota senior lembaga keamanan Israel pun menuduh Netanyahu dengan sengaja memperlambat proses tersebut.

Baca juga: Netanyahu Berbalik Arah, dari Bilang Setuju Gencatan Senjata di Gaza Kini Menolak

Hal senada juga dilontarkan Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid yang menyalahkan Netanyahu karena terus mengulur waktu hingga memakan nyawa tawanan jadi taruhannya.

“Netanyahu tidak tertarik untuk mencapai kesepakatan yang mengakhiri agresi sepenuhnya," jelas pejabat Hamas Ahmad Abdul Hadi

"Tetapi dia malah menipu dan mengelak serta ingin memperpanjang perang dan bahkan memperluasnya di tingkat regional," imbuhnya.

Negosiasi Buntu, Israel Bersikeras Pertahankan Pasukan di Koridor Philadelphia

Pembicaraan terkait Gencatan Senjata akhirnya menemui jalan buntu, setelah Perdana Menteri Israel bersikeras menahan pasukannya untuk tetap berada di Koridor Philadelphia Gaza.

PM Israel mengatakan pasukannya tidak akan meninggalkan koridor Philadelphia di Gaza

Israel belum setuju untuk menarik pasukannya dari apa yang disebut koridor Philadelphi di sepanjang perbatasan antara Mesir dan Gaza, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Rabu, membantah laporan televisi Israel.

"Israel akan bersikeras pada pencapaian semua tujuannya dalam perang, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Kabinet Keamanan, termasuk bahwa Gaza tidak akan pernah lagi menjadi ancaman keamanan bagi Israel. Ini memerlukan pengamanan perbatasan selatan," kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

Koridor Philadelphia menjadi penghalang kesepakatan Gencatan Senjata antara Israel dan Hamas.

Perundingan yang digelar di Doha, Qatar makin alot dan tak kunjung mencapai kata sepakat.

Israel ingin mempertahan koridor Philadelphia dalam proposal kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Israel masih ingin mempertahankan kendali atas koridor Philadelphia, berdalih agar area di selatan Jalur Gaza itu tidak dimanfaatkan Hamas untuk membangun terowongan.

Sementara Hamas, menginginkan agar Israel menarik mundur seluruh pasukannya dari wilayah Palestina tersebut.

Netanyahu Tolak Tarik Pasukan dari Perbatasan Gaza-Mesir

Sebelumnya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan gencatan senjata 'tidak pasti', dia menolak penarikan pasukan dari perbatasan Gaza-Mesir.

Mesir membantah laporan yang mengklaim bahwa mereka menyetujui kontrol Israel atas koridor Philadelphia

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada tanggal 20 Agustus selama pertemuan dengan keluarga tawanan di Gaza bahwa Tel Aviv “tidak akan meninggalkan” koridor Philadelphi di perbatasan Gaza–Mesir dan koridor Netzarim di tengah jalur tersebut.

“Netanyahu dalam sebuah pertemuan dengan keluarga korban dan sandera: 'Israel tidak akan meninggalkan koridor Philadelphia dan koridor Netzarim terlepas dari tekanan untuk melakukannya,” kata Barak Ravid, reporter Axios Israel di Washington dan koresponden untuk situs berbahasa Ibrani Walla , melalui X.

"Ini adalah aset militer dan politik yang strategis. Saya sampaikan ini kepada Blinken. Mungkin saya berhasil meyakinkannya," kata Ravid mengutip pernyataan perdana menteri.

"Saya tidak yakin akan ada kesepakatan, tetapi jika ada kesepakatan – itu akan menjadi kesepakatan yang menjaga kepentingan yang saya ulangi terus-menerus, yaitu pelestarian aset strategis Israel," Perdana Menteri Israel juga mengatakan pada hari Selasa, menurut Sky News Arabia .

Komentar Netanyahu muncul saat Hamas menolak proposal baru yang didukung AS yang menurut Washington telah disetujui Israel karena gagal memenuhi tuntutan kelompok itu untuk gencatan senjata permanen, penarikan pasukan Israel dari Gaza, dan beberapa masalah lainnya.

Presiden AS Joe Biden menuduh Hamas pada hari Selasa “menjauh” dari kesepakatan gencatan senjata.

Hamas menanggapi dalam pernyataan resmi pada tanggal 20 Agustus, dengan mengatakan bahwa komentar Biden, serta komentar yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri Anthony Blinken pada hari Senin, menyebabkan “keheranan dan ketidaksetujuan yang besar,” menyebutnya “menyesatkan” dan “lampu hijau AS yang diperbarui bagi [Israel] untuk melakukan lebih banyak kejahatan.”

Juru bicara regional Departemen Luar Negeri AS Samuel Warburg mengatakan pada hari yang sama bahwa Hamas tidak akan memiliki peran apa pun di masa depan Gaza, seraya menambahkan bahwa "rakyat Palestina adalah mereka yang memilih siapa yang mewakili mereka di pemerintahan Palestina mana pun."

“Amerika Serikat mempertimbangkan kekhawatiran keamanan Mesir,” tambah Warburg.

Pemerintah Mesir membantah pada tanggal 19 Agustus sebuah laporan yang dirilis oleh Middle East Eye (MEE) pada hari Senin, dengan mengatakan bahwa Kairo dan Tel Aviv telah mencapai kesepakatan yang akan memungkinkan Israel untuk mempertahankan kendali atas koridor Philadelphia di perbatasan Gaza–Mesir – sebuah jalur kehidupan penting bagi perlawanan Palestina dan rakyat di jalur tersebut.

Pasukan Israel merebut Koridor Philadelphia pada akhir Mei, beberapa minggu setelah menguasai perbatasan Rafah dan menyerbu kota paling selatan.

Menurut sumber Hamas yang berbicara dengan surat kabar Al-Sharq pada tanggal 18 Agustus, proposal baru yang didukung AS tersebut mencakup “pengurangan” jumlah pasukan Israel di Koridor Philadelphia dan perbatasan Rafah – yang mana Hamas telah menuntut penarikan penuh pasukannya.

Pasukan Israel juga hadir di koridor Netzarim, yang didirikan oleh pasukan Israel pada bulan-bulan pertama perang di Gaza.

Koridor tersebut membelah jalur tersebut menjadi dua – dan mencegah kembalinya warga Palestina yang mengungsi ke Gaza utara.

Koridor Netzarim terkait dengan syarat Netanyahu bahwa warga sipil terlantar yang kembali ke jalur utara harus menjalani mekanisme penyaringan dan inspeksi.

Kondisi ini merupakan bagian dari proposal gencatan senjata baru yang didukung AS, menurut sumber Hamas yang berbicara dengan Al-Sharq pada hari Minggu.

(oln/khbrn/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas