Bos Telegram Pavel Durov Terancam Penjara 20 Tahun
Pendiri dan CEO Telegram aplikasi pesan terenkripsi populer, Pavel Durov ditengkap oleh polisi di Prancis.
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Pendiri dan CEO Telegram aplikasi pesan terenkripsi populer, Pavel Durov ditengkap oleh polisi di Prancis.
Pria kelahiran St Petersburg 39 tahun lalu itu kini menghadapi beberapa tuduhan terkait platform yang didirikannya tersebut.
Ia kini terancam hukuman penjara selama 20 tahun, jika pengadilan membuktikan dirinya bersalah.
Baca juga: Alasan CEO Telegram Pavel Durov Ditangkap di Prancis, Diduga Terkait Pelanggaran Aplikasi
Sejumlah media termasuk Le Monde menyebutkan ia dituduh atas beberapa tindakan terkait dengan aplikasi miliknya tersebut.
Durov diduga terlibat dalam penyebaran aktivitas kriminal di Telegram yang memiliki sekitar 900 juta pengguna aktif.
Menurut media Prancis, jaksa penuntut di Paris berencana untuk mendakwanya dengan pasal keterlibatan dalam perdagangan narkoba, pelanggaran pedofilia, dan penipuan, dengan alasan bahwa moderasi konten Telegram yang tidak memadai, alat enkripsi yang kuat, dan dugaan kurangnya kerja sama dengan polisi memungkinkan penjahat berkembang biak di aplikasi tersebut.
Pria ini kini tinggal di Dubai, tempat Telegram berkantor pusat, dan memegang kewarganegaraan ganda Prancis dan Uni Emirat Arab (UEA).
Durov kabur dari Rusia pada tahun 2014 setelah menolak mematuhi tuntutan pemerintah untuk melarang komunitas oposisi di platform media sosial VKontakte miliknya.
Sanbad English memberitakan, saat ini Durov adalah orang terkaya ke-120 di dunia dengan harta sebanyak 15,5 miliar dolar AS dan menjadi ekspatriat terkaya di UEA.
Menurut laporan, setelah meninggalkan Rusia, ia memperoleh kewarganegaraan Saint Kitts dan Nevis dengan menyumbangkan $250.000 kepada Sugar Industry Diversification Foundation di negara tersebut dan mengamankan $300 juta dalam bentuk tunai di bank-bank Swiss.
Baca juga: Pavel Durov, Pendiri Telegram Ditangkap di Prancis, Dubes Rusia Sebut Ada Motif Politik
Hal ini memungkinkannya untuk fokus menciptakan perusahaan berikutnya, Telegram. Pada bulan Januari 2018, Durov mengumumkan bahwa dalam upaya untuk memonetisasi kesuksesan Telegram yang terus berkembang, ia meluncurkan mata uang kripto "Gram" dan platform TON. Hal ini mengumpulkan total 1,7 miliar dolar AS dari para investor.
Namun, usaha kripto miliknya dihentikan oleh regulator AS. Pada tahun 2018, Rusia berupaya memblokir Telegram, setelah perusahaan tersebut menolak bekerja sama dengan badan keamanan Rusia.
Durov ditangkap oleh kantor antipenipuan Prancis di Bandara Le Bourget di luar Paris, segera setelah keluar dari jet pribadinya.
Penangkapannya didasarkan pada surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Peradilan Nasional Prancis sebagai bagian dari penyelidikan awal.
Ia diperkirakan akan hadir di pengadilan pada hari Minggu malam. Jika terbukti bersalah, ia dapat menghadapi hukuman penjara hingga 20 tahun.
Telegram tidak segera menanggapi perkembangan tersebut. Kedutaan Besar Rusia di Prancis mengambil "langkah segera" untuk mengklarifikasi situasi tersebut.
Durov dan saudaranya Nikolai mendirikan aplikasi pengiriman pesan tersebut pada tahun 2013 dan memiliki sekitar 900 juta pengguna aktif.
Telegram menawarkan pengiriman pesan terenkripsi ujung ke ujung dan pengguna juga dapat menyiapkan "saluran" untuk menyebarkan informasi dengan cepat kepada para pengikutnya.
Dikecam Oposisi
Tindakan pemerintahan Presiden Emmanuel Macron tersebut mendapat kecaman dari Partai Patriot (Les Patriotes) Prancis.
Pemimpin Partai Patriot, Florian Philippot menyebut rezim Prancis Emmanuel Macron sebagai "orang-orang gila" atas penahanan Durov.
Media-media Prancis menyebutkan partai oposisi tersebut menentang tindakan aparat hukum yang dianggap semena-mena.
"Prancis menunjukkan wajah tiraninya kepada dunia," kata Philippot tentang penangkapan Durov dalam sebuah posting di X (sebelumnya Twitter) pada hari Minggu.
"Kita harus membebaskan diri dari orang-orang gila ini," tambahnya, merujuk pada pemerintahan Macron.
Durov ditangkap pada Sabtu di Bandara Paris-Le Bourget dengan alasan bahwa moderasi yang tidak memadai memungkinkan Telegram digunakan secara luas oleh para penjahat.
Petugas di Paris dilaporkan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk pria yang juga memiliki kewarganegaraan Prancis dan UAE tersebut.
Philippot menyindir jika Durov ditangkap, mestinya CEO Tesla dan SpaceX Elon Musk juga mengalami hal sama.
"Elon Musk (juga) akan dijebloskan ke penjara jika dia menginjakkan kaki di Prancis, karena tidak mematuhi peraturan sensor DSA (Undang-Undang Layanan Digital) Eropa," ujarnya.
Pimpinan Liga Internet Aman Rusia, Ekaterina Mizulina, sebelumnya menyatakan bahwa otoritas Prancis tidak bertindak secara independen dalam keputusan mereka untuk menahan Durov.
“Jelas bahwa penangkapan tersebut merupakan serangan terhadap TON (platform berbasis blockchain yang awalnya dikembangkan oleh para kreator Telegram) yang telah diinvestasikan oleh perusahaan-perusahaan besar Rusia. Itu, sebagian, merupakan kelanjutan dari kebijakan sanksi AS terhadap Rusia," katanya.
Sementara Wakil Ketua Duma Negara Rusia Vladislav Davankov meminta agar pemerintah Rusia segera meminta Durov dipulangkan ke Rusia.
Davankov menyebutkan bahwa Durov tidak saja memberikan sumbangan pengembangan layanan digital kepada Rusia, akan tetapi juga kepada dunia.
Layanan Telegram saat ini sangat kondang di dunia, digunakan sebagai media sosial bersama dengan platform-platform digital lainnya seperti whatsapp dan X.
"Kita harus mengeluarkannya dari sana. Saya telah mendesak Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov untuk memohon kepada pihak berwenang Prancis agar membebaskan Pavel Durov dari tahanan," tulis politisi itu di Telegram.
"Penangkapannya dapat dimotivasi secara politik dan digunakan untuk mendapatkan akses ke informasi pribadi pengguna Telegram. Kita tidak dapat membiarkan ini."
Jika Paris menolak membebaskan Durov, "segala cara harus dilakukan untuk memindahkannya ke UEA atau Rusia - jika dia setuju, tentu saja," kata politisi itu.
Ia menepis tuduhan terhadap Durov, dengan mengatakan bahwa aktivitas terlarang dapat ditemukan di semua platform pengiriman pesan.
"Tetapi tidak seorang pun menangkap atau memenjarakan pemiliknya. Dan itu seharusnya tidak terjadi kali ini."
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova mengatakan pada hari Minggu bahwa Kedutaan Besar Rusia di Paris sedang berupaya menanggapi situasi dengan Durov. (Russia Today/Sanbad)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.