Rusia Mulai Was-was Jika Ukraina Menggunakan Senjata Andalannya Rudal ATACMS
Menurut laporan di Wall Street Journal, Rusia tampaknya takut pesawatnya dihancurkan oleh Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat (ATACMS).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA - Ukraina sebenarnya tidak diizinkan menggunakan ATACMS untuk menyerang sasaran yang jauh di wilayah Rusia.
Menurut laporan di Wall Street Journal, Rusia tampaknya takut pesawatnya dihancurkan oleh Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat (ATACMS).
Sistem rudal ini dipasok Amerika Serikat, salah satu senjata paling kuat di Ukraina.
Oleh karena itu pesawat-pesawat Rusia harus memindahkannya keluar dari zona bahaya jangkauan ATACMS.
Sebab rudal ATACMS memiliki jangkauan sekitar 300 km.
Seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya memberikan statistik ini dan kemudian mengutip penilaian intelijen AS.
Penilaian intelijen AS yang baru menemukan bahwa sejak Ukraina mulai menerima ATACMS, Rusia telah melakukan penyesuaian dengan memindahkan 90 persen pesawatnya ke pangkalan militer di luar jangkauan rudal.
"Itu berarti peluncuran ATACMS ke wilayah Rusia akan berdampak minimal untuk saat ini," kata pejabat itu.
Business Insider melaporkan analisis ini diberikan dalam konteks ketidaksepakatan antara Ukraina dan AS mengenai target yang diperbolehkan untuk ditargetkan oleh rudal ATACMS.
Salah satu syarat untuk menerima rudal tersebut adalah Ukraina hanya dapat menggunakannya untuk menyerang sasaran terbatas di wilayah Rusia.
Menurut Politico, AS mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh di dalam wilayah Rusia, tetapi hanya untuk tujuan defensif.
Sebagai tindakan serangan balik terhadap lokasi peluncuran rudal Rusia yang ditujukan ke Ukraina di seberang perbatasan.
“Kebijakan kami [AS] memungkinkan Ukraina melancarkan serangan balasan untuk mempertahankan diri dari serangan Rusia di wilayah perbatasan itu, dan wilayah perbatasan itu mencakup Kursk, dan juga Sumi di dalam negeri Rusia," kata juru bicara Pentagon Sabrina Singh kepada wartawan pada 22 Agustus.
“Jadi mereka [Ukraina] mempertahankan diri dari serangan Rusia di wilayah tersebut.”
"Oleh karena itu, Kiev berulang kali secara terbuka menyerukan agar semua pembatasan dicabut, menurut Business Insider.
Presiden Ukraina Berharap Tak Ada Pembatasan Senjata
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan awal pekan ini, setelah serangkaian serangan udara besar-besaran Rusia bahwa seharusnya tidak ada pembatasan senjata, dalam konteks penggunaan semua senjatanya sendiri oleh Rusia.
Pejabat AS di atas mengatakan bahwa dalam konteks rangkaian serangan udara Rusia minggu ini yang merupakan skala terbesar hingga saat ini, meskipun ada seruan yang semakin meningkat dari Kiev agar Washington mencabut larangan penggunaan ATACMS di Rusia, pemerintahan Presiden Joe Biden masih belum memiliki rencana untuk mengubah pendiriannya.
Institute for the Study of War (ISW) memperkirakan pada awal bulan ini bahwa setidaknya 250 target militer penting di Rusia berada dalam jangkauan rudal ATACMS.
Namun pembatasan yang ada saat ini hanya mengizinkan Ukraina menyerang 20 dari target tersebut.
Para ahli sebelumnya mengatakan kepada Business Insider bahwa pencabutan pembatasan akan memaksa orang Rusia untuk menyebarkan sumber daya mereka.
The Telegraph dan Financial Times melaporkan pada tanggal 27 Agustus bahwa pejabat pemerintah Inggris diam-diam meminta AS memberikan lampu hijau untuk mengizinkan Ukraina menggunakan rudal Storm Shadow di wilayah Rusia.
Karena rudal buatan Inggris ini mengandung komponen Amerika maka diperlukan persetujuan Washington untuk digunakan.
Dengan jangkauan sekitar 250 km, rudal Storm Shadow yang saat ini berada di gudang senjata Ukraina memiliki jangkauan lebih pendek dibandingkan ATACMS yang memiliki jangkauan 300 km sehingga dapat menyerang bandara dan depot pasokan di Rusia.
Menurut Business Insider, saat ini Ukraina menggunakan drone murah produksi dalam negeri untuk melakukan serangan jarak jauh.
Pekan lalu, Presiden Zelensky membagikan video di jejaring sosial X tentang senjata jarak jauh produksi Ukraina, yang disebut Palianytsia.
Drone rudal hibrida ini dirancang khusus untuk menyerang sasaran jauh di dalam wilayah Rusia.
Ancaman Putin
Beberapa waktu lalu, Presiden Vladimir Putin menyatakan bahwa Rusia perlu melanjutkan produksi rudal jarak menengah dan pendek yang mampu membawa senjata nuklir.
Moskow juga dimungkinan untuk kembali mempertimbangkan lokasi penempatannya.
Pernyataan itu mengemuka setelah Amerika Serikat (AS) mengirimkan rudal serupa ke Eropa.
Langkah Putin pada akhirnya mengakhiri semua perjanjian pengendalian senjata utama dari era Perang Dingin. Pengakhiran itu dilakukan di tengah kekhawatiran bahwa dua kekuatan nuklir terbesar di dunia, bersama dengan China, akan memulai perlombaan senjata baru.
Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (Intermediate-range Nuclear Forces/INF) ditandatangani oleh mantan presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev dan mantan presiden AS Ronald Reagan pada 1987.
Kesepakatan itu adalah perjanjian antara dua negara adidaya yang setuju untuk mengurangi persenjataan nuklir mereka dan menghapuskan seluruh kategori senjata nuklir.
AS di bawah mantan Presiden Donald Trump secara resmi menarik diri dari Perjanjian INF pada 2019 setelah mengatakan bahwa Moskow melanggar perjanjian tersebut.
Kremlin berulang kali membantah tudingan itu, dan bahkan menyebutnya sebagai dalih.
Rusia kemudian memberlakukan moratorium terhadap pengembangan rudalnya sendiri yang sebelumnya dilarang oleh perjanjian INF – rudal balistik dan jelajah berbasis darat dengan jangkauan 500 km hingga 5.500 km.