12 Kapal Israel Jadi Sasaran Iran, Panglima Tertinggi IRGC: Ini adalah Serangan Balasan
Panglima Tertinggi IRGC mengaku telah menyerang 12 kapal Israel sebagai balasan atas serangan terhadap 14 kapal minyak Iran.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.com - Panglima Tertinggi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Hossein Salami, mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap 12 kapal Israel di Samudera Hindia utara dan lokasi lainnya.
Pernyataan ini disampaikan Salami selama kunjungan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, ke Markas Besar Konstruksi Khatam al-Anbia milik IRGC.
Hal ini berbarengan dengan ketegangan antara Iran dan Israel selama berminggu-minggu pasca-kematian Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran, pada 31 Juli 2024, sebagaimana dilaporkan Iran International.
Salami mengatakan serangan terhadap 12 kapal Israel itu merupakan "serangan balasan atas penargetan 14 kapal minyak Iran di Laut Merah dan Mediterania" beberapa waktu lalu.
Menurut Salami, 14 kapal Iran itu diserang Israel, meskipun tanpa bukti.
Ia menambahkan, Israel sengaja menyerang kapal milik Iran untuk menghalangi ekspor minyak Teheran.
Salami juga menekankan, tak hanya serangan balasan, sebagai tanggapan atas penargetan kapal-kapal Iran, IRGC juga mengambil tindakan untuk mengamankan jalur pelayaran hingga memerangi kelompok teroris Takfiri yang beroperasi di luar negeri.
"Kami berhasil menutup semua pintu yang dibuka musuh," kata dia, dilansir Al Mayadeen.
"Saat ini, jalur pelayaran paling aman adalah milik kapal-kapal yang mengibarkan bendera Iran," imbuhnya.
Meski demikian, pejabat Iran masih bungkam atas klaim Salami tersebut.
Terkait klaim Salami itu, The Jerusalem Post melaporkan adanya perang bayangan antara Iran dan Israel untuk mendominasi wilayah maritim.
Baca juga: 200 Lebih Rudal Balistik Iran Dikirim ke Rusia, Jangkauan 70 Mil Lebih, Kekhawatiran Bagi Ukraina
Laporan itu mencatat, sebelum perang di Gaza, Iran dan Israel sudah terlibat perseteruan dalam memperebutkan kuasa di lautan.
Saat ini, setelah Israel teralihkan perang di Gaza, Iran dianggap merasa telah memperoleh keuntungan di laut.
Diketahui, Iran dan Israel tengah terlibat dalam ketegangan penuh pasca-kematian Haniyeh.
Iran menuding Israel membunuh Haniyeh, meski Tel Aviv hingga saat ini masih bungkam.
Namun, muncul laporan yang mengutip pejabat Amerika Serikat (AS), Israel menghubungi Gedung Putih setelah Haniyeh tewas dan mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Meski demikian, Iran yang mengancam akan melakukan serangan balasan terhadap Israel, hingga saat ini masih berdiam diri.
Analis Militer: Ancaman Terbesar Israel Bukan Iran Maupun Hizbullah
Sebelumnya, analis militer dari Channel 13 Israel, Alon Ben David, menyebut kegigihan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk tetap berada di Koridor Philadelphia dan Poros Netzarim, justru memicu konflik regional yang lebih luas, serta perang tanpa akhir di Gaza.
Dalam pernyataannya yang dirilis oleh surat kabar Maariv Israel, Ben David juga menyebut sikap Netanyahu itu akan terus menghalangi semua kesepakatan pertukaran tahanan dengan gerakan perlawanan Palestina, Hamas.
Ia kemudian menegaskan, ancaman lebih besar bagi Israel justru datang dari "dalam (internal)", bukan dari Hizbullah ataupun Iran.
Baca juga: Eks Kepala Shin Bet: Israel Tak Siap Terlalu Lama Perang di Gaza, Seharusnya Sudah Berakhir
Ancaman itu, kata Ben David, adalah kehadiran "kaum anarkis yang ceroboh di pemerintahan" yang telah menjelma menjadi sebuah mekanisme terorganisasi.
Kehadiran kaum-kaum itu, lanjutnya, bertujuan membubarkan lembaga-lembaga yang belum mematuhi keinginan mereka, dengan terus-menerus menyerang Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Mossad, dan Shin Bet.
Ben David berpendapat, "jika 7 Oktober 2023 adalah awal dari disintegrasi Israel dan pemicu perang dengan seluruh wilayah sekitarnya, maka alih-alih berdoa agar hal itu berakhir, mereka (kaum-kaum anarkis) justru melakukan segala cara untuk mempercepat (perang regional terjadi)."
Ia pun meminta aparat keamanan untuk "tidak diam-diam mengatakan apa yang perlu dikatakan."
"Tingkatkan suara untuk membangunkan masyarakat Israel yang belum sadar akan situasi saat ini," imbuh dia.
Di akhir pernyataannya, Ben David menuturkan, "Netanyahu memilih untuk melanjutkan perang di semua lini."
"Seperti biasa, baik dia ataupun siapapun dalam keluarganya, tidak akan menanggung akibatnya atas pilihannya. Kamilah (rakyat Israel) yang akan menanggung akibatnya," pungkas dia.
Israel Berada di Persimpangan
Di pernyataan yang sama, Ben David juga menyinggung Israel saat ini tengah berada di persimpangan.
Mayoritas rakyat Israel, kata Ben David, sedang menyaksikan Israel "jatuh ke jurang" karena masifnya laporan mengenai tewasnya IDF dalam perang yang tak kunjung berakhir.
Tetapi, rakyat Israel memilih untuk tidak menggubris dan menjalankan hidup seperti biasanya.
"Ini seperti sedang menonton sebuah mobil mengalami kecelakaan," ujar dia.
"Tapi, berbelok ke kiri mengarah pada pengabaian sandera Israel dan perang regional berskala besar," urai Ben David.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)