Ratusan anak di Malaysia diduga jadi korban kekerasan seksual dan fisik di panti asuhan
Kepolisian Malaysia telah menyelamatkan 402 anak-anak dan remaja yang diduga mengalami kekerasan di 20 panti asuhan. Para korban—yang…
Kepolisian Malaysia telah menyelamatkan 402 anak-anak dan remaja yang diduga mengalami kekerasan fisik dan seksual di 20 panti asuhan.
Peringatan: Artikel ini mengandung deskripsi kekerasan seksual dan fisik.
Para korban—yang berusia antara satu hingga 17 tahun—disebut telah mengalami berbagai bentuk pelecehan, mulai dari fisik hingga seksual.
Beberapa anak yang diselamatkan dalam penggerebekan di 20 panti asuhan di Selangor dan Negeri Sembilan itu disodomi dan dipaksa untuk melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain, kata Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain.
Berbicara kepada wartawan dalam konferensi pers di Kuantan pada Rabu (11/09), Razarudin mengatakan beberapa anak juga dipaksa melakukan sodomi terhadap penghuni rumah lainnya, sementara lainnya juga mengalami kekerasan fisik.
“Anak-anak berusia lima tahun terluka akibat benda panas saat mereka melakukan kesalahan,” katanya dalam konferensi pers pada Rabu (11/09) seperti dikutip dari Free Malaysia Today.
Polisi Malaysia telah menangkap 171 tersangka—termasuk guru agama dan pengasuh panti asuhan.
Panti asuhan tersebut diduga terkait dengan organisasi Islam terkemuka di Malaysia yang telah membantah tudingan yang ditujukan terhadapnya.
Bermula dari laporan eksploitasi anak
Penggerebekan polisi pada Rabu (11/09) di 20 panti asuhan di negara bagian Selangor dan Negeri Sembilan dipicu oleh laporan pada awal bulan ini tentang eksploitasi anak, penganiayaan dan pelecehan seksual di fasilitas lain di negara bagian Negeri Sembilan.
Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain mengatakan kepada wartawan dalam konferensi pers pada Rabu (11/09), bahwa beberapa tersangka—berusia antara 17 hingga 64 tahun—diduga melakukan pencabulan terhadap anak-anak, dengan alasan bahwa hal itu merupakan bagian dari ajaran agama.
Beberapa anak juga dilaporkan diajari melakukan tindakan seksual terhadap anak-anak lain di fasilitas tersebut.
Dia menambahkan mereka yang sakit tidak diperbolehkan mendapatkan perawatan medis sampai kondisinya benar-benar "kritis", tambahnya.
Razarudin mengatakan 402 anak yang diselamatkan—terdiri dari 201 laki-laki dan 201 perempuan—diduga menjadi korban kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan penelantaran.
Kini, anak-anak tersebut ditempatkan sementara di pusat kepolisian di ibu kota Kuala Lumpur dan akan menjalani pemeriksaan kesehatan, kata Inspektur Razarudin.
Penyelidikan awal menemukan bahwa banyak anak ditempatkan di rumah-rumah ini oleh orang tua mereka agar mereka dapat menjalani pendidikan agama, menurut kantor berita pemerintah Bernama.
Penggerebekan itu terjadi beberapa hari setelah polisi membuka penyelidikan terhadap kelompok usaha Global Ikhwan Services and Business (GISB) atas kasus eksploitasi anak. Polisi kemudian mengonfirmasi bahwa kedua kasus itu saling terkait.
Wakil Inspektur Jenderal Polisi, Ayob Khan Mydin Pitchay, mengatakan penyelidikan awal menemukan bahwa modus operandi GISB adalah mendirikan panti asuhan untuk mengumpulkan sumbangan, menurut laporan New Straits Times.
Kelompok itu membantah tuduhan tersebut dalam pernyataan yang diunggah di Facebook pada hari Rabu (11/09).
"Perusahaan tidak akan berkompromi dengan aktivitas apa pun yang melanggar hukum, khususnya terkait eksploitasi anak," katanya.
GISB memiliki ratusan bisnis di 20 negara, yang beroperasi di berbagai sektor mulai perhotelan, makanan, hingga pendidikan.
Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia, atau Suhakam, telah menyerukan regulasi yang lebih ketat di panti sosial.
"Masalahnya adalah tempat-tempat ini tidak diatur atau diawasi dengan baik," kata komisioner anak-anak Suhakam, Farah Nini Dusuki, kepada situs berita Free Malaysia Today.
"Kami memiliki masalah serius dengan pemantauan dan pengawasan, oleh karena itu kami membutuhkan masyarakat untuk lebih waspada," katanya.