Putin Ajak Anggota BRICS Tinggalkan Dollar dan Buat Sistem Mata Uang Sendiri
Putin berharap mata uang baru ini bisa menjadi alternatif dari sistem keuangan berbasis dolar yang cenderung menguntungkan negara-negara Barat.
Penulis: Bobby W
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin mulai mengungkapkan beberapa gagasan terbarunya jelang pertemuan kelompok BRICS yang akan berlangsung di kota Kazan, Rusia, dari Selasa (22/10/2024) hingga Kamis mendatang.
BRICS sendiri adalah organisasi multilateral yang didirikan pada tahun 2009 oleh Brasil, Rusia, India, dan China, dengan Afrika Selatan yang bergabung setahun kemudian.
Sekarang, blok negara BRICS kini memiliki 10 anggota, dengan 34 negara lainnya mengantre untuk bergabung.
Karena banyaknya negara yang tertarik bergabung dengan BRICS, Putin pun mengatakan bahwa sudah saatnya blok tersebut menjajaki sistem pembayarannya sendiri.
Gagasan Putin ini terdorong dari nasib negara Rusia yang hingga saat ini terkena sanksi oleh negara-negara barat karena melakukan invasi ke Ukraina.
Sanksi-sanksi tersebut, yang termasuk pembekuan cadangan mata uang asing dan aset, telah menyulitkan penyelesaian pembayaran perdagangan.
Karena sanksi tersebut, Putin berharap pertemuan puncak BRICS dapat menjadi momentum untuk meyakinkan sekutunya agar mengadopsi alternatif mata uang selain dolar dalam pembayaran global.
Dikutip dari Reuters, Putin berharap mata uang baru ini bisa menjadi alternatif dari sistem keuangan berbasis dolar yang cenderung menguntungkan negara-negara Barat.
Gagasan ini dikemukakan Putin dalam wawancaranya bersama sekelompok editor senior dari negara-negara anggota BRICS dalam interaksi media di kediaman resminya di Novo-Ogaryov, Rusia, Sabtu lalu (19/10/2024).
"Saya yakin, dengan bertindak bersama dalam kesatuan, kita dapat memaksimalkan potensi negara kita dalam ekonomi, investasi, teknologi, dan sumber daya manusia, untuk memperkuat dampak positif BRICS terhadap perkembangan global dan membuat dunia lebih aman dan harmonis," buka Putin
Meski gagasan tersebut terdengar ambisius, Putin juga mengaku tak ingin agar sistem keuangan tersebut dibangun dengan tergesa-gesa atau sembarangan.
Baca juga: Istri Mendiang Navalny Bakal Calonkan Diri sebagai Presiden Rusia setelah Vladimir Putin Lengser
Ia menilai BRICS harus menyusunnya secara perlahan dan mendetail agar celah-celah kesalahan penerapannya bisa ditanggulangi dengan baik,
"Pada saat ini, (mata uang BRICS) adalah prospek jangka panjang yang belum dipertimbangkan. karena hal itu, saya yakin BRICS akan berhati-hati dan bertindak secara bertahap untuk mewujudkan hal tersebut" lanjutnya.
Kepada media Rusia, Putin mengatakan bahwa BRICS sementara ini masih mempelajari kemungkinan memperluas penggunaan mata uang nasional dan menciptakan instrumen yang akan membuat kerja sama tersebut aman.
Secara khusus, negara-negara BRICS mempertimbangkan penggunaan instrumen elektronik sebagai wujud utama mata uang tersebut daripada fisik seperti koin atau kertas.
"Kami sedang melihat kemungkinan memperluas penggunaan mata uang nasional dan penyelesaian, serta ingin menetapkan alat yang akan membuat ini aman dan terjamin." lanjut Putin.
Putin juga mengatakan bahwa BRICS harus menyiapkan sebuah toolkit yang akan diawasi oleh lembaga-lembaga BRICS terkait guna mengawasi mata uang baru tersebut.
"Kami akan membicarakannya selama (Kazan) summit. Kami sudah berkonsultasi dengan teman-teman dari China dan India, serta Brasil. Kami juga telah melakukan konsultasi dengan Afrika Selatan." pungkas Putin.
Menanggapi gagasan tersebut, sejumlah negara anggota BRICS tampaknya setuju dengan wacana yang disampaikan oleh Putin.
Hal ini diungkapkan oleh negara baru anggota BRICS, seperti Mesir.
Mantan duta besar Mesir untuk China, Magdy Amer mengakui negaranya juga sedang menjajaki kemitraan pembayaran bilateral serupa yang diusulkan Vladimir Putin..
"Beberapa negara BRICS telah memulai model pembayaran ini secara bilateral," kata Amer seperti yang dikutip dari Channel News Asia pada Senin (21/10/2024).
Adapun kemitraan tersebut merujuk pada kerjasama antara Rusia dan China serta Rusia dan India.
"Di Mesir, kami juga mulai menjalin kerjasama ini dengan China. Ini adalah tren saat ini dan merupakan langkah penting yang harus diambil oleh BRICS." lanjut Amer.
Profesor Kirill Koktsyh dari departemen teori politik Universitas MGIMO, Rusia juga turut buka suara terkait usulan Putin tersebut.
Kirill mengaku Rusia harus meyakinkan seluruh anggota BRICS untuk menemukan suara bersama terkait sistem tersebut.
“Apalagi jumlah negara (yang bergabung dengan BRICS) sekarang mencapai dua kali lipat dari anggota awal” ungkap Kirill.
Jika opsi mata uang baru ini gagal mendapatkan dukungan, Kirill menilai Moskow sudah memiliki rencana lain.
Skenario lain yang disiapkan adalah sistem pembayaran jembatan untuk transaksi digital yang akan kebal terhadap pengaruh negara-negara barat.
Sistem ini bergantung pada bank-bank komersial melalui bank sentral negara anggota BRICS, dan melibatkan transfer token digital yang didukung oleh mata uang nasional.
"Ide ini akan menjamin pertukaran mata uang tersebut dengan aman dan menghindari kebutuhan untuk dukungan dolar." pungkas Kirill.
(Tribunnews.com/Bobby)