Netanyahu Perintahkan 7.000 Yahudi Ultra-Ortodoks ke Medan Perang, Bantu IDF Gempur Gaza dan Lebanon
Netanyahu melayangkan surat perintah bagi 7.000 warga Yahudi Ultra-Ortodoks untuk ikut berperang bersama pasukan ID di Gaza dan Lebanon.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu melayangkan surat perintah bagi 7.000 warga Yahudi Ultra-Ortodoks untuk ikut berperang bersama pasukan pertahanan Israel (IDF) di Gaza dan Lebanon.
Menurut pernyataan Kementerian Pertahanan Israel, perintah wajib militer akan dikeluarkan secara bertahap, dimulai pekan depan, setelah evaluasi militer rampung digelar.
"Pendaftaran 7 ribu orang Haredim untuk bertugas di Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan dikeluarkan secara bertahap, dimulai pada Minggu setelah evaluasi militer," kata Katz dikutip dari Anadolu Agency.
Sejauh ini rincian bagaimana proses ini akan berlangsung masih belum jelas.
Namun Menteri Pertahanan Israel Katz berencana mengadakan diskusi dengan pihak-pihak terkait untuk mencari kompromi yang akan membantu mengintegrasikan Yahudi ultra-Ortodoks (Haredim) ke dalam militer.
Katz juga berjanji akan memastikan tentara ultra-Ortodoks mendapatkan lingkungan yang mendukung untuk memenuhi tugas-tugas mereka di militer, di samping mempertahankan gaya hidup religius mereka.
Pernyataan itu datang menyusul putusan Mahkamah Agung Israel pada Juni, yang mengamanatkan kaum Yahudi Haredi untuk ikut berpartisipasi ke dalam medan perang bersama dengan warga negara Israel lainnya.
Warga Ultra-Ortodoks Ancam Tinggalkan Israel
Merespon perintah wajib militer yang dirilis PM Netanyahu, ribuan warga Haredi ultra-Ortodoks pilih membangkang.
Penolakan dilakukan warga Yahudi Ultra-Ortodoks lantaran mereka menilai keputusan Netanyahu bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Agung Israel.
Ini karena Ultra-ortodoks merupakan warga kelas agamawan Israel yang difokuskan khusus urusan agama.
Sehingga Kaum ultra-Ortodoks mengklaim hak mereka hanya untuk belajar di pendidikan khusus agama bukan untuk bertugas di militer atau menjadi pegawai negeri sipil.
Baca juga: Netanyahu Siapkan Rencana Aneksasi Tepi Barat Pasca Kemenangan Trump
Tak sampai disitu, Kaum ultra-Ortodoks juga mengancam akan meninggalkan negara Israel jika mereka dipaksa masuk militer.
“Jika mereka memaksa kami untuk bergabung dengan militer, kami semua akan terbang ke luar negeri, membeli tiket, dan pergi,” ungkap kepala rabi Yahudi Sephardic, dikutip dari Anadolu.
“Mereka (orang Israel yang sekuler) harus memahami bahwa tanpa Taurat, tanpa kollels dan yeshivas (perguruan tinggi Yahudi untuk penelitian Talmud), militer [Israel] tidak akan sukses,” tambah Sephardic.
Gelombang penolakan yang memanas, memaksa Pria ultra-Ortodoks Haredi menggelar demonstrasi besar-besaran di dekat area kantor perekrutan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Yerusalem,
Pada Agustus kemarin, lebih dari 100 pria ultra-Ortodoks ekstremis dilaporkan turun ke jalanan untuk berunjuk rasa di dekat kantor perekrutan IDF, tempat para wajib militer Haredi yang menerima panggilan.
Imbas kerusuhan ini, Lima demonstran ultra-Ortodoks telah ditangkap atas tuduhan melakukan perilaku tidak tertib dan menyerang petugas polisi di Yerusalem.
Israel Krisis Tentara
Rilisnya perintah wajib militer bagi Kaum ultra-Ortodoks memicu spekulasi bahwasanya Israel kini tengah mengalami krisis pasukan.
Terlebih beberapa bulan terakhir sebagian besar tentara cadangan dari batalion perang menolak perintah Perdana Menteri Netanyahu Benjamin untuk melanjutkan invasi melawan Hamas di jalur Gaza.
Tidak dijelaskan secara spesifik mengenai alasan mengapa militer Israel kompak menolak perintah perang.
Namun menurut informasi yang dihimpun media lokal Channel 14, pengunduran diri mencerminkan adanya gangguan dalam Unit, akibat ketidaksepakatan antara mereka mengenai pendudukan di Rafah, Gaza, Palestina.
Isu krisis pasukan semakin diperkuat dengan adanya pernyataan dari juru bicara IDF yang mengungkap bahwa pihaknya sangat membutuhkan 7.000 tentara tambahan.
Selain ribuan pasukan, IDF juga meminta tambahan 7.500 posisi untuk perwira dan bintara.
Jumlah tersebut melonjak dari target yang telah dijadwalkan, menandakan IDF mengalami krisis pasukan di medan merang.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia)