Alotnya Negosiasi Israel-Hizbullah Lebanon, Netanyahu Tak Mau Prancis Ikut Campur
Alotnya negosiasi gencatan senjata Israel dan Hizbullah di Lebanon. Perdana Menteri Israel Netanyahu tidak mau Prancis ikut campur sebagai penengah.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Surat kabar Channel 12 menerbitkan poin-poin perselisihan yang tersisa antara Israel dan Hizbullah di Lebanon untuk mencapai gencatan senjata di perbatasan mereka.
Salah satu isu kontroversial adalah desakan Israel agar Prancis tidak menjadi bagian dari perjanjian tersebut atau menjadi anggota komite internasional yang akan memantau implementasi perjanjian tersebut.
“Hal ini disebabkan oleh permusuhan yang nyata terhadap Israel dalam beberapa bulan terakhir di bawah pemerintahan Presiden Emmanuel Macron,” lapor Channel 12, Jumat (22/11/2024).
Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron, berulang kali menyerukan embargo senjata terhadap Israel, menggambarkannya sebagai jalan untuk mengakhiri perang, yang memicu krisis diplomatik.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan Emmanuel Macron bertindak memalukan karena menyerukan embargo senjata ke Israel.
Selain itu, perselisihan lainnya termasuk sengketa tanah di 13 titik sepanjang perbatasan antara Israel dan Lebanon.
Adapun 13 titik sengketa tanah itu berada di sepanjang Garis Biru antara Lebanon dan wilayah yang diduduki Israel pada tahun 1948, mulai dari titik B1 di wilayah Naqoura, melewati beberapa titik lain di dekat pemukiman Shlomi, Hanita, Shomra, Avivim, Yiftah, Kiryat Shmona dan lainnya selain konflik desa Ghajar dan Peternakan Shebaa.
Laporan Channel 12 menyebut Israel menghindari pembicaraan mengenai sengketa tanah tersebut.
"Israel menuntut formula dalam perjanjian yang memungkinkannya memilih untuk tidak melakukan negosiasi mengenai poin-poin yang disengketakan secara sepihak," lapor surat kabar itu.
“Lebanon setuju bahwa Amerika Serikat (AS) akan mengeluarkan pesan yang mendukung kebebasan bertindak Israel di Lebanon untuk melawan ancaman yang akan terjadi, namun mengenai masalah transfer senjata di Lebanon belum disepakati," lanjutnya.
Sementara itu seorang pejabat senior Israel mengatakan kepada Channel 12, "Sebagian besar rincian telah disepakati, namun yang masih terbuka adalah masalah yang sangat sensitif yang dapat menggagalkan perjanjian.”
Baca juga: Naim Qassem Pilih Bungkam soal Isi Negosiasi Hizbullah-Israel: Semua Tergantung Kondisi di Lapangan
Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah mendukung perlawanan Palestina, Hamas, dan terlibat pertempuran dengan Israel di perbatasan Lebanon selatan dan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki.
Hizbullah bersumpah akan berhenti menyerang Israel jika Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Selain di Jalur Gaza, Israel memperluas serangannya ke Lebanon selatan sejak Senin (23/9/2024) dengan dalih menargetkan Hizbullah.
Jumlah korban tewas di Lebanon akibat serangan Israel sejak 23 September 2023 telah meningkat menjadi lebih dari 3.516 orang, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 44.056 jiwa dan 104.268 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Kamis (21/11/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel