Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Abu Mohammed al-Golani, Mantan Komandan Al-Qaeda yang Kini Pimpin Pemberontakan di Suriah

Golani bertempur untuk al Qaeda di Irak, lalu memutus hubungan dengan al Qaeda pada tahun 2016 dan mengubah nama kelompoknya.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
zoom-in Abu Mohammed al-Golani, Mantan Komandan Al-Qaeda yang Kini Pimpin Pemberontakan di Suriah
Amjad Media
Abu Mohammad al-Julani, Panglima Tertinggi Tahrir al-Sham 

TRIBUNNEWS.COM - Saat menjadi komandan kelompok Al-Qaeda dalam perang saudara Suriah pada 2011, Abu Mohammed al-Golani (Abu Mohammad al-Julani) bukanlah sosok yang dikenal publik, bahkan ketika kelompoknya menjadi faksi paling kuat yang melawan Presiden Bashar al-Assad.

Namun sekarang, Golani adalah pemberontak paling terkenal di Suriah.

Menurut laporan Reuters, ia perlahan-lahan menjadi pusat perhatian setelah memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda pada 2016.

Golani kemudian mengubah citranya menjadi lebih moderat dan kini menjadi penguasa de facto di wilayah barat laut Suriah yang dikuasai pemberontak.

Transformasi ini tampak jelas sejak kelompok pemberontak yang ia pimpin, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), sebelumnya dikenal sebagai Front Nusra, berhasil merebut Aleppo minggu lalu.

Golani tampil menonjol dan mengirim pesan untuk meyakinkan kaum minoritas di Suriah yang telah lama khawatir terhadap apa yang disebutnya sebagai jihadis.

Saat pemberontak memasuki Aleppo, kota terbesar di Suriah sebelum perang, sebuah video memperlihatkan Golani mengenakan seragam militer dan memberikan perintah melalui telepon.

Berita Rekomendasi

Ia mengingatkan para pejuangnya untuk melindungi warga sipil dan melarang mereka memasuki rumah-rumah tanpa izin.

Abu Mohammed al-Golani (Abu Mohammad al-Julani)
Abu Mohammed al-Golani (Abu Mohammad al-Julani) (MEE/Orient News)

Pada Rabu (4/12/2024), Golani mengunjungi Benteng Aleppo, didampingi oleh seorang pejuang yang mengibarkan bendera revolusi Suriah.

Golani telah mengeluarkan pernyataan dengan menggunakan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa, sejak serangan tersebut dimulai.

"Golani lebih pintar daripada Assad. Ia telah mengubah taktik, memperbarui citra, mendapatkan sekutu baru, dan menggunakan pesonanya untuk mendekati kaum minoritas," kata Joshua Landis, pakar Suriah dan kepala Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Oklahoma.

Baca juga: Sekjen Hizbullah: Kami akan Bantu Suriah, Oposisi Anti-Rezim Assad Antek Israel dan Amerika

Aron Lund, seorang peneliti di lembaga pemikir Century International, mengatakan bahwa Golani dan HTS telah mengalami perubahan yang signifikan, meskipun tetap "sangat keras."

"Ini hanyalah taktik promosi, tetapi fakta bahwa mereka terlibat dalam upaya ini menunjukkan bahwa mereka tidak lagi sekaku dulu. Al-Qaeda yang lama atau ISIS tidak akan pernah melakukan hal semacam ini," ujarnya.

Golani dan Front Nusra muncul sebagai kekuatan utama di antara banyak faksi pemberontak yang terbentuk pada awal pemberontakan melawan Assad lebih dari satu dekade yang lalu.

Sebelum mendirikan Front Nusra pada 2012, Golani bertempur untuk Al-Qaeda di Irak dan menghabiskan lima tahun di penjara AS.

Ia kembali ke Suriah setelah pemberontakan dimulai, dikirim oleh pemimpin ISIS di Irak saat itu, Abu Omar al-Baghdadi, untuk memperluas pengaruh Al-Qaeda.

Amerika Serikat menetapkan Golani sebagai teroris pada 2013, dengan tuduhan bahwa Al-Qaeda di Irak telah menugaskannya untuk menggulingkan pemerintahan Assad dan menetapkan hukum syariah Islam di Suriah.

AS juga menuduh Nusra melakukan serangan bunuh diri yang menewaskan warga sipil serta menganut pandangan sektarian yang keras.

Turki, sebagai salah satu pendukung utama oposisi Suriah, menetapkan HTS sebagai kelompok teroris.

Tetapi Turki mendukung beberapa faksi lain yang bertempur di wilayah barat laut.

Kolase foto Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan kelompok Hay'at Tahrir al-Sham (HTS)
Kolase foto Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan kelompok Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) (Syrian Presidency/AFP)

Muncul di Media

Golani pertama kali diwawancarai oleh media pada 2013, namun wajahnya ditutupi syal gelap, dan hanya punggungnya yang terlihat oleh kamera.

Berbicara kepada Al Jazeera, ia menyerukan agar Suriah dijalankan sesuai dengan hukum syariah.

Sekitar delapan tahun kemudian, ia diwawancarai oleh program FRONTLINE dari US Public Broadcasting Service, kali ini menghadap kamera dan mengenakan kemeja serta jaket.

Golani menyebut label teroris yang diberikan kepadanya sebagai sesuatu yang tidak adil, dan menyatakan bahwa ia menentang pembunuhan orang-orang tak bersalah.

Ia juga menjelaskan bagaimana Front Nusra berkembang dari hanya enam orang yang ikut bersamanya dari Irak menjadi 5.000 anggota dalam waktu satu tahun.

Baca juga: Apa Tujuan Turki Dukung Pasukan Pemberontak di Suriah?

Namun, ia menegaskan bahwa kelompoknya tidak pernah menjadi ancaman bagi Barat.

"Saya tegaskan kembali - keterlibatan kami dengan Al-Qaeda telah berakhir, dan bahkan ketika kami bersama Al-Qaeda, kami menentang operasi di luar Suriah. Itu sepenuhnya bertentangan dengan kebijakan kami," katanya.

Pada tahun 2013, Golani terlibat dalam perang berdarah melawan sekutunya di masa lalu, Baghdadi, karena ISIS mencoba menumbangkan Front Nusra.

Meskipun berafiliasi dengan Al-Qaeda, Nusra dianggap lebih toleran dan tidak sekejam ISIS dalam berurusan dengan warga sipil dan kelompok pemberontak lainnya.

ISIS kemudian dikalahkan dari wilayah yang mereka kuasai di Suriah dan Irak oleh sejumlah musuh, termasuk aliansi militer yang dipimpin AS.

Setelah ISIS runtuh, Golani memperkuat cengkeraman HTS di provinsi Idlib, barat laut Suriah.

Ia mendirikan pemerintahan sipil yang disebut Pemerintahan Keselamatan.

Pemerintahan Assad memandang HTS sebagai kelompok teroris, sama seperti pemberontak lainnya yang bangkit melawan pemerintahannya.

Dengan pemberontak Muslim Sunni kini maju, HTS telah mengeluarkan beberapa pernyataan yang berusaha meyakinkan komunitas Syiah Alawi dan minoritas lainnya di Suriah.

Salah satu pernyataan mendesak kaum Alawi untuk meninggalkan pemerintahan Assad dan bergabung dengan masa depan Suriah yang tidak menganut sektarianisme.

Dalam sebuah pesan kepada penduduk Kristen di selatan Aleppo pada Rabu, Golani mengatakan bahwa mereka akan dilindungi, dan harta benda mereka akan dijaga.

Ia juga mengimbau mereka untuk tetap tinggal di rumah dan menolak "perang psikologis" yang dilakukan oleh pemerintah Suriah.

"Kelompok Golani berusaha mengklaim warisan revolusioner, dengan mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari gerakan 2011, orang-orang yang bangkit melawan Assad, sambil tetap menganut Islam," ujar seorang pengamat.

Tujuan Golani: Menggulingkan Pemerintahan Assad

Abu Mohammed al-Golani dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CNN
Abu Mohammed al-Golani dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CNN (Screenshot video CNN)

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CNN, Abu Mohammed al-Golani menyatakan bahwa tujuan utamanya adalah menggulingkan pemerintahan Presiden Suriah, Bashar al-Assad.

Baca juga: Oposisi Rebut Kota Aleppo, Idlib dan Hama, Israel-AS: Rezim Suriah Mulai Runtuh

Dalam wawancara media pertamanya setelah beberapa tahun, yang dilakukan di lokasi rahasia di Suriah, Golani berbicara tentang rencananya untuk membentuk pemerintahan baru berdasarkan lembaga-lembaga dan "dewan yang dipilih oleh rakyat."

"Ketika kita berbicara tentang tujuan, tujuan revolusi tetaplah menggulingkan rezim ini. Merupakan hak kami untuk menggunakan segala cara yang tersedia guna mencapai tujuan tersebut," kata Golani.

Ia juga menambahkan, "Benih-benih kekalahan rezim sudah ada dalam dirinya."

"Iran berusaha menghidupkannya kembali, mengulur waktu, dan kemudian Rusia mencoba menopangnya."

"Namun, kebenaran tetap ada: rezim ini sudah mati."

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas