Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Deutsche Welle

Kisruh Darurat Militer Korea Selatan, Mengapa Korea Utara Diam?

Tak seperti biasanya, propaganda Korea Utara sangat lamban merespons pergolakan politik di Korea Selatan setelah kegagalan darurat…

zoom-in Kisruh Darurat Militer Korea Selatan, Mengapa Korea Utara Diam?
Deutsche Welle
Kisruh Darurat Militer Korea Selatan, Mengapa Korea Utara Diam? 

Seminggu setelah deklarasi darurat militer yang gagal oleh Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, Pyongyang masih bungkam.

Biasanya, setiap tanda dan aksi publik yang tak setuju dengan kebijakan pemerintah Korea Selatan dengan cepat ditangkap oleh media pemerintah Korea Utara, sebagai bukti korupsi dan ketidakmampuan sistem demokrasi Korea Selatan serta pemimpinnya.

Namun, saat deklarasi darurat militer Presiden Yoon tanggal 3 Desember malam dan kejadian setelahnya, Korea Utara mengabaikan kesempatan untuk mengejek tetangga dan saingan ideologisnya serta tidak memanfaatkan momen untuk menekankan keunggulan sosialisme gaya Korea Utara.

Sebaliknya, liputan yang dilakukan oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) yang dikelola pemerintah justru berfokus pada isu-isu domestik biasa, seperti pembukaan pabrik bumbu dan kelompok pemuda yang ikut serta dalam "pertemuan pengambilan sumpah.”

Para analis mengakui bahwa mereka bingung dengan kegagalan Korea Utara untuk segera melakukan beberapa pukulan propaganda, terutama kesempatan untuk menargetkan Yoon, yang telah mengambil garis yang jauh lebih tegas terhadap Korea Utara daripada pendahulunya yang lebih liberal.

Deklarasi darurat militer yang dikeluarkan Yoon menyatakan bahwa dia dipaksa untuk bertindak karena "kekuatan anti-negara” dan "kekuatan komunis Korea Utara” di dalam barisan oposisi politik dalam negerinya.

Mengapa Korea Utara tetap diam?

Beberapa pihak berpendapat bahwa rezim di Pyongyang memilih untuk tidak menunjukkan rekaman masyarakat Korea Selatan yang melakukan protes secara massal terhadap pemerintah karena khawatir hal itu dapat mendorong warga Korea Utara yang tidak puas untuk melakukan hal yang sama.

Berita Rekomendasi

Pihak lain percaya bahwa Korea Utara khawatir bahwa kerusuhan di Korea Selatan dapat mengakibatkan pemerintah Korea Selatan yang berada di bawah tekanan berusaha untuk memusatkan perhatian publik di tempat lain dan memprovokasi insiden keamanan yang melibatkan Korea Utara. Sebagai persiapan, Pyongyang memfokuskan seluruh energinya untuk mempersiapkan diri menghadapi konfrontasi.

Teori lain tentang sikap diam Korea Utara berakar pada pengumuman Pyongyang pada akhir tahun 2023 bahwa mereka mengubah konstitusinya untuk mencerminkan posisinya bahwa Korea Selatan sekarang dipandang sebagai "negara yang berperang” dan hubungan selanjutnya akan menjadi antara "dua negara yang bermusuhan.” Ini merupakan perubahan besar dari pandangan sebelumnya yang melihat kedua Korea sebagai satu bangsa yang homogen dan suatu hari nanti akan bersatu kembali.

Dengan cara ini, Pyongyang tampaknya merasa tidak perlu mengomentari krisis politik di Korea Selatan, kata Andrei Lankov, seorang profesor sejarah dan hubungan internasional kelahiran Rusia di Universitas Kookmin, Seoul.

"Hampir setiap akhir pekan sejak Yoon berkuasa, ada demonstrasi besar di Seoul untuk menentang pemerintahannya,” katanya kepada DW.

"Dan setiap kali ada demonstrasi, media Korea Utara akan memberitakannya. Hal itu tidak terjadi saat protes setelah dia mengumumkan darurat militer, dan saya pikir itu sebagian karena Korea Utara ingin melihat apa yang akan terjadi.”

Korea Selatan 'hanya negara lain'

"Tapi ada juga pengurangan bertahap dalam jumlah liputan yang diberikan Korea Utara kepada rakyatnya di media pemerintah karena mereka tidak ingin memusatkan perhatian pada Korea Selatan, mereka ingin memposisikan Korea Selatan sebagai negara yang 'biasa-biasa saja',” kata Lankov.

Goo Gap-woo, seorang profesor diplomasi di Universitas Studi Korea Utara di Seoul, setuju bahwa Pyongyang secara aktif menjalankan kebijakan untuk menjauhkan diri dari segala bentuk kontak dengan tetangganya di selatan.

Halaman
12
Sumber: Deutsche Welle
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas