PBB Susun Daftar 4.000 Pelaku Kejahatan Berat di Suriah usai Rezim Assad Tumbang
PBB sedang susun daftar pelaku kejahatan di Suriah setelah rezim Assad digulingkan oposisi. Sudah ada 4.000 daftar nama yang disusun PBB sejauh ini.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Penyelidik PBB, Linnea Arvidsson, menyusun daftar pelaku kejahatan berat di Suriah, setelah Presiden Bashar al-Assad yang digulingkan oleh aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), pada 8 Desember 2024.
Linnea Arvidsson, yang mengoordinasikan kerja Komisi Penyelidikan Internasional Independen mengenai Suriah, mengatakan mereka harus diadili.
“Sangat penting bagi para pelaku kejahatan di tingkat tertinggi untuk diadili," kata Linnea Arvidsson kepada Agence France-Presse (AFP) di Jenewa, Kamis (12/12/2024).
“Fokus kami harus tertuju pada mereka yang memikul tanggung jawab utama atas pelanggaran yang dilakukan selama bertahun-tahun, dibandingkan berfokus pada pelaku (kejahatan) tingkat rendah," lanjutnya.
Pada hari Selasa (10/12/2024), HTS membentuk pemerintahan transisi di Suriah setelah merebut ibu kota, Damaskus, pada hari Minggu (8/12/2024).
Presiden Bashar al-Assad dikabarkan meninggalkan negara itu tak lama setelah kabar jatuhnya Damaskus ke tangan oposisi bersenjata.
Rezim Bashar al-Assad diduga melakukan kejahatan terhadap rakyat Suriah yang menentang kekuasaannya, dengan ribuan orang ditahan di penjara dan disiksa, selain ribuan lainnya hilang.
4.000 Daftar Pelaku Kejahatan di Suriah
Komisi Penyelidikan Internasional Independen mengenai Suriah sedang mengumpulkan bukti kejahatan yang dilakukan di negara ini sejak pecahnya konflik, dan telah menyusun daftar orang-orang yang dicurigai melakukan kejahatan tersebut.
“Sejauh ini kami memiliki sekitar empat ribu nama dalam daftar tersebut,” kata Linnea Arvidsson.
Nama-nama dalam daftar tersebut belum diungkapkan, namun para penyelidik berbagi rincian dengan jaksa di pengadilan yang menyelidiki dan memulai penuntutan terhadap warga Suriah yang dicurigai melakukan kejahatan perang.
Baca juga: Hancurnya Gaza, Lebanon, Suriah, Netanyahu: Itu Efek Domino dari Serangan Israel ke Sekutu Iran
Ia menjelaskan tim tersebut sejauh ini telah bekerja sama dalam 170 investigasi kriminal semacam ini yang menghasilkan 50 hukuman karena melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Suriah.
“Sekarang ada peluang untuk meminta pertanggungjawaban mereka juga,” katanya, meski para pejabat senior belum dihubungi.
Komite tersebut sempat dilarang selama masa pemerintahan Bashar al-Assad dan kini berharap dapat memasuki Suriah setelah rezim Assad tumbang, setelah bertahun-tahun melakukan penyelidikan jarak jauh.
Setidaknya, ada lebih dari 11.000 kesaksian warga Suriah terkait penyelidikan itu.
“Kami mendokumentasikan lebih dari 11.000 kesaksian warga Suriah, sebagian besar dari mereka adalah korban...pelanggaran, penyintas penahanan dan para saksi," katanya.
Setelah rezim Assad digulingkan, warga Suriah dan oposisi bersenjata menyerbu penjara-penjara yang menampung para tahanan, termasuk penjara Sednaya di Damaskus yang terkenal karena praktik penyiksaan brutalnya.
Dokumentasi yang tersebar di media sosial memperlihatkan kondisi penjara Sednaya dan para tahanan yang terlihat sangat memprihatinkan, seperti diberitakan Aawsat.
Runtuhnya Rezim Assad dalam Perang Saudara Suriah
Rezim Assad dari Partai Ba'ath runtuh pada 8 Desember 2024, setelah oposisi bersenjata mengumumkan keberhasilannya merebut ibu kota Suriah, Damaskus.
Sebelumnya, aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), meluncurkan serangan pada 27 November 2024 di Idlib, hingga berhasil merebut kota Aleppo, Hama, Homs, dan Damaskus dalam waktu kurang dari dua minggu.
Pemimpin HTS, Abu Muhammad Al-Julani, mendeklarasikan runtuhnya rezim Assad melalui pidato di Damaskus pada Minggu (8/12/2024).
Runtuhnya rezim Assad adalah buntut dari perang saudara di Suriah yang berlangsung sejak 2011 ketika rakyat Suriah menuntut turunnya Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Iran mulai membantu rezim Assad pada 2011 dan Rusia mulai terlibat pada tahun 2015.
Pertempuran sempat meredup pada 2020 setelah Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata antara rezim Assad dan oposisi di Idlib, sebelum meletus lagi pada 27 November lalu.
Bashar al-Assad berkuasa sejak 2000, setelah meneruskan kekuasaan ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa pada 1971-2000.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)