Yoon Suk Yeol Resmi Dimakzulkan, dengan Dukungan 204 Anggota Parlemen
Yoon Suk Yeol dimakzulkan. Berdasarkan konstitusi, Perdana Menteri Han Duck Soo yang ditunjuk oleh Yoon kini menjabat sebagai penjabat presiden.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Parlemen Korea Selatan yang dipimpin oleh oposisi mengambil langkah drastis dengan memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol pada hari Sabtu (14/12/2024).
Dikutip dari Reuters, keputusan ini diambil setelah Yoon berusaha memberlakukan darurat militer, yang menuai protes dari berbagai kalangan.
Pemungutan suara untuk memakzulkan Yoon Suk Yeol disetujui dengan dukungan 204 anggota parlemen, sementara 85 anggota menolak, tiga abstain, dan delapan surat suara dinyatakan tidak sah.
Dengan ini, Yoon menjadi presiden konservatif kedua yang dimakzulkan di Korea Selatan, setelah Park Geun-hye pada tahun 2017.
Berdasarkan konstitusi, Perdana Menteri Han Duck Soo yang ditunjuk oleh Yoon kini menjabat sebagai penjabat presiden.
Meskipun Yoon diskors, ia masih secara resmi menjabat.
Mahkamah Konstitusi akan memutuskan dalam enam bulan ke depan apakah Yoon akan diberhentikan secara permanen.
Keputusan pemakzulan ini diambil setelah sejumlah anggota Partai Kekuatan Rakyat, yang dipimpin oleh Yoon, bergabung dengan partai oposisi.
Hal ini membuat jumlah total kursi yang mendukung pemakzulan mencapai 192 dari 300 kursi di majelis nasional, memenuhi ambang batas dua pertiga yang diperlukan.
Yoon mengejutkan publik pada 3 Desember dengan memberikan kekuasaan darurat yang luas kepada militer.
Ia menyebut langkah tersebut sebagai upaya untuk membasmi kekuatan antinegara dan mengatasi lawan politik.
Baca juga: Pemakzulan Yoon Suk Yeol: Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Meskipun ia meminta maaf kepada rakyat, Yoon tetap membela keputusannya dan menolak seruan untuk mengundurkan diri sebelum pemungutan suara.
Setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mencopot Yoon dari jabatannya, pemilihan cepat akan diadakan untuk memilih presiden baru.
Kejadian ini menandai momen penting dalam politik Korea Selatan dan menunjukkan ketidakstabilan yang sedang berlangsung dalam kepemimpinan negara.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)