Gencatan Senjata di Gaza Masih Susah Diwujudkan, Israel Terus-terusan Ajukan Syarat yang Sulit
Amerika Serikat dan para mediator Arab terus berusaha mewujudkan gencatan senjata di Gaza. Namun, Israel terus mengajukan syarat yang sulit.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Usaha Amerika Serikat (AS) dan para mediator Arab untuk mewujudkan gencatan senjata di Gaza, tampaknya masih jauh dari kata sepakat.
Hal itu disebabkan Israel yang terus-menerus mengajukan persyaratan yang sulit dan kerap kali ditolak oleh Hamas.
Tak hanya mengajukan persyaratan yang sulit, Israel juga terus-terusan menggempur wilayah Gaza.
Terbaru, para dokter di Gaza mengatakan serangan terbaru Israel telah menewaskan 20 warga Palestina pada Rabu (18/12/2024).
Petugas medis mengatakan serangan udara Israel menewaskan sedikitnya 10 orang di sebuah rumah di kota utara Beit Lahiya.
Sementara enam orang tewas dalam serangan udara terpisah di Kota Gaza, kamp Nuseirat di wilayah tengah, dan Rafah dekat perbatasan dengan Mesir.
Di Beit Hanoun di Jalur Gaza utara, petugas medis mengatakan empat orang tewas dalam serangan udara di sebuah rumah. Belum ada komentar langsung dari juru bicara militer Israel.
Kemudian pada hari Rabu, petugas medis mengatakan kepada Reuters bahwa serangan Israel terhadap sebuah rumah di Jabalia menewaskan sedikitnya 10 orang.
Pasukan Israel telah beroperasi di kota Beit Hanoun dan Beit Lahiya serta kamp Jabalia di dekatnya sejak Oktober, dalam sebuah kampanye yang menurut militer bertujuan untuk mencegah militan Hamas berkumpul kembali.
Palestina menuduh Israel melakukan tindakan "pembersihan etnis" untuk mengurangi jumlah penduduk di wilayah utara daerah kantong tersebut guna menciptakan zona penyangga.
Hamas tidak mengungkapkan jumlah korbannya, dan Kementerian Kesehatan Palestina tidak membedakan antara kombatan dan non-kombatan dalam jumlah korban tewas hariannya.
Baca juga: 13.500 Pasukan Zionis Jadi Korban usai Perang di Gaza, Brigade Al-Qassam dan Al-Quds Terus Melawan
Pada hari Rabu, militer Israel mengatakan pihaknya menyerang sejumlah militan Hamas yang berencana melakukan serangan segera terhadap pasukan Israel yang beroperasi di Jabalia.
Direktur Rumah Sakit Al-Awda di Jabalia, Muhammad Saleh mengatakan penembakan Israel di sekitar lokasi kejadian telah merusak fasilitas rumah sakit.
Dalam penembakan itu, tujuh petugas medis dan satu pasien di dalam rumah sakit terluka.
Di kamp Bureij di Gaza Tengah, keluarga-keluarga Palestina mulai meninggalkan beberapa distrik setelah tentara mengumumkan perintah evakuasi baru di X.
AS Masih Berharap Ada Gencatan Senjata
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan dirinya tetap berharap tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza.
Ia pun berjanji akan menggunakan sisa bulan masa jabatannya untuk mencapainya.
Namun, Blinken menolak untuk memprediksi keberhasilan setelah kekecewaan berulang kali terhadap upaya pemerintahnya untuk mengakhiri perang brutal selama 14 bulan di wilayah Palestina.
Baca juga: Jalur Gaza Hancur, Irlandia Pastikan Tangkap PM Israel Netanyahu jika Pergi ke Negaranya
"Lihat, saya berharap. Anda juga harus berharap. Kita akan menggunakan setiap menit, setiap hari, setiap minggu yang tersisa untuk mencoba menyelesaikan ini," kata Blinken, dikutip dari Al Arabiya.
"Namun saya tidak ingin mengambil risiko menebak berapa kemungkinannya," katanya di Council on Foreign Relations.
Blinken mengatakan bahwa Hamas menunjukkan lebih banyak fleksibilitas karena kerugian yang ditimbulkan pada pelindungnya, Iran.
Menlu AS itu mengulangi desakannya bahwa mengakhiri perang merupakan kepentingan Israel dan perlu ada kesepakatan mengenai tata kelola pascaperang, menolak sikap agresif Israel yang mendukung kehadiran jangka panjang di Gaza.
"Jika mereka (Israel) akhirnya memegang kendali (Gaza), mereka akan menghadapi pemberontakan selama bertahun-tahun. Itu bukan kepentingan mereka," ungkap Blinken tentang Israel.
Baca juga: Kaleidoskop 2024 Perang Gaza: Bagaimana Sejarah Konflik Israel-Palestina?
"Jadi Gaza harus diterjemahkan ke dalam sesuatu yang berbeda yang menjamin bahwa Hamas tidak bertanggung jawab dengan cara apa pun, bahwa Israel tidak harus bertanggung jawab, dan bahwa ada sesuatu yang koheren yang mengikutinya," katanya.
Presiden terpilih AS Donald Trump telah berjanji memberikan dukungan penuh kepada Israel tetapi juga telah menyuarakan keinginannya untuk mendapatkan kesepakatan.
(Tribunnews.com/Whiesa)