Stigma dan Peran Ganda: Lika-liku Ibu Tunggal Meraih Bahagia
Menjadi ibu tunggal tak lepas dari dinamika dan stigma. Tak cukup mengemban peran ganda, label yang melekat kian menambah beban perjuangan…
"Sekarang ini aku merasa lebih punya power buat anak-anakku, bersyukur sekali akhirnya ada pekerjaan yang bisa melihat aku dan potensiku. Terlebih dengan freelance seperti ini, aku juga bisa lebih membagi waktu antara pekerjaan dan anak-anak," ujar Icha.
Stigma ibu tunggal di luar pernikahan
Stigma berbeda mendera Martina Ikha Rustiana Sari, perempuan yang memilih membesarkan anaknya seorang diri, tanpa menikah. "Aku tahu saat itu aku melakukan kesalahan, aku hamil di usia sangat muda sebelum memiliki ikatan pernikahan,” kata Ikha.
Single moms by choice adalah perempuan yang memutuskan menjadi seorang ibu tunggal tanpa menikah. Mereka adalah memutuskan siap dan sanggup mempertahankan janinnya, melahirkan, dan membesarkan bayi itu tanpa bantuan laki-laki yang sudah menanam benih.
Pilihan besar ini diambilnya 20 tahun lalu, saat ia memutuskan membatalkan pernikahannya dengan sosok mantan pacar kala itu.
"Aku membatalkannya (pernikahan) beberapa hari sebelum acara pemberkatan. Karena aku melihat sikap mantanku saat itu yang jauh berubah jadi kasar dan emosional. Aku langsung membayangkan, bagaimana jika nanti anakku harus menghadapi ini semua?”
Jalan ini dipilihnya setelah menimbang berbagai hal dan redleksi diri, "Dia (mantan Ikha) marah saya hamil. Kayaknya dia kecewa. Bagaimana saya bisa menikah dengan orang yang berlandaskan rasa kecewa. Saya pikir kondisi itu lebih mengerikan. Saya enggak mau menurunkan luka pada anak atas kesalahan yang saya lakukan."
Sejak memutuskan tidak menikah, Ikha mengatakan tidak ada kontak dengan mantan, begitu pula sebaliknya. "Saya cuma berpikir kalau dia masih mau sebagai ayah, saya izinkan. Tapi faktanya, setelah kami pisah, berlalu begitu saja," ungkapnya.
"Sering bangetlah saya dicap ini dan itu, perempuan nakal, segala macam. Tapi akhirnya saya ada di titik yang menyadari, buat apa mikirin omongan orang yang bahkan enggak bayarin hidup kita," ujar Ikha.
Ibu yang bahagia penting bagi generasi penerus
Single moms by choice masih tabu bahkan dianggap aib. Namun bagi Ikha, segala cap yang diberikan lingkungan terhadapnya tak pernah menyurutkan niat untuk selalu memberikan yang terbaik untuk sang anak.
"Meskipun banyak orang yang men-judge ini dan itu, tapi satu yang selalu saya tanamkan di benak saya. Lahirnya anak saya ke dunia ini bukanlah kesalahan, justru dia adalah berkat terbesar yang Tuhan kasih buat saya."
Ikha memilih mengambil jalan hidup yang terjal demi menyelamatkan sang anak dari kondisi keluarga yang tak ideal. Satu hal yang ia sadari, kebahagiaan tak melulu datang dari pasangan atau "standar kebahagiaan ideal" yang ditentukan banyak orang.
Bagi Ikha, untuk bisa merawat dan membesarkan anak yang bahagia, harus berangkat dari kekuatan ibu yang bahagia. Terlepas dari stigma yang mendera dan perjalanan masa lalunya, bagi Ikha, menjadi seorang ibu adalah perjalanan panjang memberikan kasih tanpa pamrih.
Editor: Arti Ekawati