Houthi dan Militan Irak Tangguhkan Operasi ke Israel setelah Gencatan Senjata Gaza Disepakati
Kelompok Al-Nujaba dan Houthi mengumumkan penghentian operasi militer terhadap Israel sebagai tanggapan atas gencatan senjata di Gaza.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Pasukan militan di Irak dan Yaman mengumumkan penangguhan serangan mereka terhadap Israel sebagai tanggapan atas kesepakatan gencatan senjata yang dicapai antara Israel dan gerakan Hamas Palestina di Jalur Gaza.
"Dengan perkembangan penting ini, kami mengumumkan bahwa kami akan menangguhkan operasi militer kami terhadap entitas tersebut sebagai bentuk solidaritas atas penghentian operasinya di Palestina, dan untuk memperkuat kelanjutan gencatan senjata di Gaza," kata Akram al-Kaabi, sekretaris jenderal Gerakan Nujaba, dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada hari Rabu (15/1/2025) dan dibagikan kepada Newsweek oleh kantor pers kelompok Irak tersebut.
"Namun, beri tahu entitas perampas itu bahwa setiap kebodohan yang dilakukannya di Palestina atau kawasan itu akan ditanggapi dengan keras, dan bahwa kami masih siap sedia dan rudal serta pesawat nirawak kami telah dipersiapkan sepenuhnya," tambah Kaabi.
"Jika mereka kembali, kami akan kembali."
Mohammed Abdul Salam, juru bicara Ansar Allah Yaman, yang juga dikenal sebagai gerakan Houthi, menyatakan bahwa pertempuran kelompok itu mencapai puncaknya dengan deklarasi gencatan senjata di Gaza.
Namun, ia juga mengeluarkan peringatan kepada Israel.
Abdul Salam menyebut Israel sebagai entitas yang berbahaya bagi semua orang, karena agresinya yang terus-menerus atas Palestina merupakan ancaman bagi keamanan dan stabilitas kawasan.
Sumber lain dalam Ansar Allah mengatakan kepada Newsweek bahwa posisi resmi kelompok tersebut akan segera diumumkan oleh pemimpin kelompok, Abdul Malek al-Houthi.

Rincian Gencatan Senjata
Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas telah dikonfirmasi oleh Hamas serta mediator Mesir dan Qatar.
Israel belum secara terbuka mengonfirmasi kesepakatan tersebut.
Israel akan melaksanakan pemungutan suara dalam Kabinet Keamanan dan parlemen Israel pada hari Kamis (16/1/2025) sebelum meresmikan gencatan senjata.
Baca juga: IRGC Iran: Gencatan Senjata Adalah Kemenangan bagi Palestina, Kekalahan bagi Israel
Meskipun beberapa anggota garis keras dari koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menentang kesepakatan gencatan senjata, Netanyahu diperkirakan tidak akan mengalami kesulitan mendapatkan persetujuan mayoritas, menurut The Times of Israel.
Gencatan senjata diharapkan mulai berlaku pada Minggu, 19 Januari 2025, bersamaan dengan pembebasan sandera pertama yang akan dilakukan pada hari tersebut.
Kesepakatan kompleks tersebut menguraikan fase awal gencatan senjata selama enam minggu, yang mencakup penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Jalur Gaza dan pembebasan sandera yang ditukar dengan tahanan Palestina di Israel.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.