Mau Lengser, Bos Besar IDF Akui Remehkan Hamas, Kaget Serangan 7 Oktober Bisa Terjadi
IDF sempat meyakini Hamas tidak akan mampu melancarkan serangan 7 Oktober 2023 yang membuat gempar seluruh Israel.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Tiara Shelavie

TRIBUNNEWS.COM – Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letjen Herzi Halevi mengaku meremehkan kelompok Hamas di Jalur Gaza.
Halevi mengatakan dia beserta IDF meyakini Hamas tidak akan mampu melancarkan serangan 7 Oktober 2023 yang membuat gempar seluruh Israel.
Dalam serangan itu ada sekitar 1.200 orang yang tewas. Hamas lalu menculik 251 orang yang dijadikan sebagai sandera.
Halevi mengaku kurang mencemaskan ancaman dari Gaza. Dia lebih mengkhawatirkan bahaya di perbatasan Israel lainnya.
Kata dia, warga Israel saat serangan terjadi mempertanyakan keberadaan IDF.
Halevi yang sebentar lagi lengser dari jabatannya itu mengaku bertanggung jawab secara pribadi atas kegagalan IDF. Menurutnya, dia dan IDF secara keseluruhan telah gagal melindungi warga Israel.
“Saya tahu banyak orang tewas, dan kata-kata terakhir mereka adalah, ‘Di mana IDF?’ Saya mengetahui itu. Mengetahuinya adalah hal yang sangat berat bagi kami,” kata Halevi hari Minggu, (2/3/2025), dikutip dari The Times of Israel.
Dia mengklaim tak pernah berpikir serangan seperti itu akan terjadi. Menurut dia, IDF akan bertindak dengan cara berbeda jika mengetahui serangan itu berpotensi terjadi.
“Kami menganggap Hamas adalah kekuatan militer yang terbatas. Kami tidak melihat adanya skenario kejutan besar serangan Hamas sebagai skenario realistis,” kata dia.
“Dan jika ada sesuatu seperti itu, asumsi kita adalah kita akan mendapatkan peringatan sebelumnya dari intelijen militer.”
Hasil kajian IDF adalah bahwa kombinasi peringatan dari intelijen, pagar keamanan di sekitar Gaza, dan pengamanan dari pasukan IDF bakal memberikan perlindungan yang sesuai. Namun, hasil kajian itu “hancur”.
Baca juga: Pakar: Tentara Israel Tak Becus Atasi Garong dan Pecandu Narkoba, Apalagi Pejuang Hamas
Dia menyangka perbatasan Gaza adalah perbatasan yang paling sedikit memerlukan perhatian.
“Kami merasa pembatas bawah tanah itu sangat tinggi kualitasnya, bahwa pengumpulan data intelijen sudah maju, dan bahwa topografi akan membantu, dan kami menempatkan perbatasan utara sebagai yang paling diperhatikan untuk menghadapi Hizbullah,” ujarnya menjelaskan.
“Kami sempat berpikir situasi kita bagus secara keseluruhan.”
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.