Gaza Gelap Gulita, Israel Putus Pasokan Listrik ke Gaza di Tengah Perundingan Gencatan Senjata
Pemadaman listrik di Gaza diumumkan hanya seminggu setelah Israel menghentikan semua pasokan barang ke Gaza.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Bobby Wiratama

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Energi Israel, Eli Cohen, memerintahkan pasokan listrik ke Gaza segera disetop.
"Cukup bicaranya, saatnya bertindak!," tulis Cohen dalam unggahannya di X, dikutip dari Al Jazeera.
Pemadaman listrik di Gaza diumumkan hanya seminggu setelah Israel menghentikan semua pasokan barang ke Gaza, yang berdampak besar pada lebih dari dua juta warga Gaza.
Kelangsungan operasional pabrik desalinasi utama di wilayah tersebut, yang vital bagi kebutuhan air bersih pun makin tersudut.
Sebagian besar penduduk Gaza kini bergantung pada panel surya dan generator bahan bakar untuk mendapatkan listrik.
Hanya ratusan ribu orang yang tinggal di tenda sementara, dan suhu malam hari diperkirakan turun hingga 12 derajat Celsius.
Hamas dan sejumlah pihak internasional mendesak agar bantuan kemanusiaan dapat kembali mengalir tanpa ketentuan lebih lanjut.
Dengan keputusan Israel untuk memutus pasokan listrik dan menghentikan bantuan, situasi di Gaza semakin mengerikan bagi warganya yang sudah menderita akibat perang dan blokade yang berlangsung lama.
Perang Gaza yang berlangsung selama 15 bulan telah merenggut nyawa hampir 50.000 warga Palestina dan menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza akibat serangan Israel.
Israel berencana untuk memperpanjang tahap pertama gencatan senjata yang telah disepakati, sementara Hamas ingin melanjutkan ke tahap kedua untuk menyelesaikan gencatan senjata secara permanen.
Penolakan Israel untuk memasuki tahap kedua gencatan senjata ini dianggap sebagai upaya untuk menghindari menarik pasukannya dari Koridor Philadelphia, wilayah yang memisahkan Gaza dari Mesir.
Baca juga: Aktivis Inggris Tulis Gaza Is Not 4 Sale di Lapangan Golf Milik Donald Trump di Skotlandia
Tanggapan Hamas dan Aktivis Hak Asasi Manusia
Hamas mengecam keputusan Israel ini.
Pejuang bersenjata Palestina itu menyebutnya sebagai "pemerasan murahan dan tidak dapat diterima yang bertujuan untuk menekan kelompok tersebut agar membebaskan para tawanan", France24 melaporkan.
Beberapa kelompok bantuan dan aktivis hak asasi manusia juga mengkritik keras langkah ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.