Usaha Petani Muda Semarang dalam Kembangkan Pertanian Organik
Apabila kita mendengar kata sayur organik, yang terbenak dalam pikiran kita adalah sayur mayur yang dibudidayakan tanpa menggunakan bahan kimia sintet
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Apabila kita mendengar kata sayur organik, yang terbenak dalam pikiran kita adalah sayur mayur yang dibudidayakan tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Di kaki Gunung Merbabu, tepatnya di Desa Kopeng, Kabupaten Sĺemarang, ada sosok pemuda yang sukses menekuni bisnis sayur organik.
Pemuda yang bernama Sofyan Adi Cahyono, lulusan Fakultas Pertanian Universitas Satya Wacana Salatiga, dalam menjalankan usaha yang ditekuninya, tidak sendiri. Sofyan mempunyai kelompok tani yang diberi nama Kelompok Tani Citra Muda yang juga dikenal dengan nama Sayur Organik Merbabu (SOM).
“Saya di sini bertani fokusnya sudah enam tahun, tapi aslinya sudah sejak kecil diajak berkebun sama orang tua. Dalam mengelola sayur organik ini saya dibantu oleh 20 orang kelompok tani yang lahannya ditanami berbagai macam sayuran ada selada hijau, tomat, bayam, sawi dan masih banyak lagi,” terang pemuda berusia 25 tahun tersebut saat ditemui Tim Humas Kementerian ATR/BPN belum lama ini.
Dalam mengembangkan usahanya, Sofyan didampingi dan dibantu oleh pemerintah khususnya dari Dinas Pertanian, Perikanan dan Pangan Kabupaten Semarang. Bantuan yang diberikan tidak saja dalam bentuk alat pertanian, tetapi juga dalam pengembangan usaha dan perolehan sertifikasi pertanian organik.
Selain dukungan dan pendampingan dari dinas terkait, Sofyan juga merasa terbantu dengan program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang. Pada tahun 2020, dengan skema aset mengikuti akses, ada 24 bidang tanah pertanian anggota Kelompok Tani Citra Muda yang didaftarkan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
”Awal mulanya kami mendapat penyuluhan program dari BPN yaitu program sertipikasi PTSL. Menurut saya ini cocok banget karena di tempat kami walaupun lahannya luas masih banyak yang belum bersertipikat jadi setelah nanti kita dapat sertipikat kita menjadi lebih mantap dan tenang bekerja di kebun,” ungkap Sofyan.
Kilas balik ke belakang, pada tahun 2018 Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Melalui regulasi tersebut, pemerintah berupaya mewujudkan pemerataan dan keadilan baik dalam penguasaan dan pemilikan tanah maupun dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Terdapat dua skema atau bentuk pelaksanaan Reforma Agraria, yang pertama Akses mengikuti Aset yaitu kegiatan penataan akses dilaksanakan pada lokasi yang telah dilaksanakan Legalisasi Aset, dan yang kedua Aset mengikuti Akses yaitu penataan aset dilaksanakan pada lokasi yang telah memiliki atau diberikan akses.
Pelaksanaan Reforma Agraria membutuhkan dukungan dan peran serta dari lintas sektor terkait dalam rangka penataan aset dan penyediaan akses bagi masyarakat pemilik dan penerima sertipikat Hak Atas Tanah. Kerjasama dan sinergi perlu dibangun dengan pihak-pihak terkait baik dari pemerintah, BUMN, BUMD, BUMS dan lain sebagainya.
Sehingga, petani maupun pelaku usaha lainnya seperti Sofyan bisa bernafas lega. Pasalnya tanah yang dimiliki dan telah bersertipikat, dapat memberikan rasa aman serta dapat bermanfaat dalam pengembangan usahanya. (*)
Jangan lewatkan berita Kementerian ATR/BPN lainnya dengan klik link ini.