Tinggi Rendahnya Risiko Diabetes, Dipengaruhi Perubahan Gaya Hidup Selama Pandemi
Pandemi Covid-19 turut mengubah gaya hidup masyarakat, hal ini tentu berdampak pula pada kondisi kesehatan mereka, termasuk risiko diabetes.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) turut mengubah gaya hidup masyarakat, hal ini tentu berdampak pula pada kondisi kesehatan mereka, termasuk terkait risiko penyakit diabetes.
Terkait potensi menurun hingga meningkatnya penderita diabetes mengacu pada perubahan gaya hidup selama pandemi, perusahaan farmasi Merck bekerja sama dengan YouGov, mempublikasikan survei terbaru yang membahas mengenai 'perubahan gaya hidup masyarakat dunia selama pandemi'.
Survei ini dilakukan bertepatan dengan peringatan Hari Diabetes Sedunia 2021 yang diinisiasi oleh International Diabetes Federation (IDF), untuk meningkatkan akses terhadap layanan diabetes dan menyerukan pentingnya pencegahan diabetes serta komplikasinya.
Baca juga: Jarang Kontrol Gula Darah, Wamenkes: 3 dari 4 Orang Tak Sadari Derita Diabetes
Baca juga: BPJS Kesehatan Kerja Sama dengan 22.965 Fasilitas Kesehatan Tekan Kasus Diabetes
Hal ini penting, karena lebih dari 460 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes dan prediabetes, padahal penyakit ini sebenarnya dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup.
Berdasar pada survei yang melibatkan 8.000 orang dewasa di Indonesia, Brazil, Meksiko, Rusia, China, Vietnam, Portugal serta Uni Emirat Arab (UEA), dan dilakukan pada 10 hingga 27 September 2021, mengungkapkan bahwa responden di Indonesia telah menerapkan perubahan gaya hidup yang dapat mengurangi atau bahkan meningkatkan risiko diabetes.
Dua hal yang bertolak belakang ini disebabkan oleh kebiasaan baru yakni 'semakin banyaknya waktu luang di rumah'.
Banyak responden yang mengatakan bahwa mereka melakukan perubahan yang lebih sehat.
51 persen mengaku lebih banyak makan buah dan sayuran, lalu 40 persen semakin sering berolahraga selama pandemi.
Namun, tidak sedikit pula responden yang mengaku lebih sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan gula, dengan jumlah 13 persen, sedangkan mereka yang semakin jarang berolahraga mencapai 19 persen.
Padahal, dari survei tersebut juga terungkap bahwa sebanyak 68 persen orang di Indonesia meyakini bahwa perubahan gaya hidup dapat mengurangi risiko terhadap diabetes, kemudian 73 persen responden menyadari bahwa asupan makanan tinggi gula memainkan peran utama dalam menyebabkan munculnya diabetes.
Presiden Direktur PT Merck Tbk, Evie Yulin, mengatakan pandemi Covid-19 telah membawa perubahan besar terhadap gaya hidup yang dapat menjadikan manusia menjadi lebih sehat maupun tidak sehat.
"Saat ini, kita sudah mulai beradaptasi untuk hidup berdampingan dengan virus ini dan perlu memahami kebiasaan yang dapat mengurangi ataupun meningkatkan risiko diabetes. Dengan demikian, kita dapat membuat pilihan yang tepat untuk mempertahankan yang gaya hidup yang sehat dan mengubah yang buruk menjadi baik," ujar Evie, dalam keterangan resmi yang diterima Tribunnews, Minggu (14/11/2021).
Melalui kemitraan berkelanjutan dengan IDF, pihaknya berharap dapat memberikan penjelasan yang lebih komprehensif mengenai diabetes.
"Dan mendorong perubahan positif yang dapat dilakukan masyarakat untuk menjalani hidup yang lebih sehat dan aktif. kata Evie.
Selain perubahan gaya hidup, survei ini juga mengungkapkan bahwa mayoritas orang atau sekitar 82 persen responden di Indonesia tidak tahu harus bertanya kepada siapa atau sumber informasi apa yang dapat diperpercaya tentang risiko diabetes.
Sementara itu, hasil survei juga menunjukkan 67 persen akan mencoba mengakses informasi terpercaya tentang faktor risiko diabetes melalui internet, di mana 31 persen diantaranya akan mengakses informasi melalui media sosial.
Akses tersebut pun bukan hanya akan mereka akses melalui internet, karena 21 persen responden yang akan menggunakan program TV dan 35 persen akan berbicara dengan keluarga atau teman untuk mencari informasi mengenai diabetes.
Melihat data tersebut, hadirnya berbagai inisiatif dan platform terpercaya pun sangat dibutuhkan agar dapat terus mengedukasi masyarakat tentang bahaya diabetes dan cara pencegahannya.
Perlu diketahui, risiko terkena diabetes tipe-2 dapat dikurangi hingga 58 persen dengan perubahan gaya hidup, seperti menjaga pola makan yang seimbang, rutin berolahraga, dan menurunkan berat badan.
Penelitian menunjukkan bahwa setiap anda melakukan penurunan berat badan hingga satu kilogram, maka risiko terkena diabetes pun akan ikut berkurang hingga 16 persen.
Oleh karena itu, Merck telah menggandeng para tenaga kesehatan (nakes) profesional untuk meluncurkan kampanye yang mendorong perubahan gaya hidup yang dapat dilakukan di rumah untuk memitigasi risiko diabetes.
Selain itu, inisiatif penting lainnya yang dilakukan Merck ini adalah melakukan webinar publik 'See it, slow it, stop it! Cegah prediabetes dimulai dari keluarga' serta kampanye edukasi di media sosial @merckindonesia.
Terkait upaya melakukan edukasi pentingnya menjaga pola hidup sehat dalam perubahan gaya hidup ini, dr. L. Aswin Pramono, M.Epid., Sp.PD dari Rumah Sakit St. Carolus Jakarta pun turut menyambut baik.
Ia mengapresiasi upaya Merck untuk melakukan edukasi kepada publik tentang pencegahan risiko diabetes.
Prediabetes, kata dia, merupakan kondisi gula darah yang tinggi, namun belum sampai menyentuh kriteria diagnosis diabetes.
Namun, tidak banyak orang yang menyadari kondisi prediabetes ini, karena memang gejalanya yang minim hingga akhirnya berkembang menjadi diabetes dan menimbulkan komplikasi.
"Untuk mencegahnya, sangat direkomendasikan rutin berolahraga setidaknya 150 menit seminggu, atau 30 menit setiap hari selama 5 hari dalam seminggu. Olahraga yang dilakukan misalnya berjalan kaki, naik sepeda, atau berenang," kata dr. Aswin.
Upaya lainnya dalam mengobati prediabetes ini adalah dengan berusaha mengubah pola makan melalui menjalani diet yang bergizi seimbang serta mengelola stres.
"Untuk itu, sebuah kampanye yang dapat mendorong perubahan gaya hidup akan sangat diperlukan untuk membantu mengedukasi masyarakat," tegas dr. Aswin.
Prediabetes umumnya tidak menimbulkan gejala yang jelas, sehingga banyak orang yang tidak menyadarinya.