Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Mengapa Harus Bergaya Hidup Organik?

Christopher Emille Jayanat tak pernah menyangka di umurnya yang terbilang masih muda, sekitar 30an, dia sudah terkena

Penulis: Daniel Ngantung
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Mengapa Harus Bergaya Hidup Organik?
www.komunitasorganikindonesia.org
Halaman depan situs resmi Komunitas Organik Indonesia (KOI). 

Laporan Wartawan Tribun Jakarta, Daniel Ngantung

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Christopher Emille Jayanat tak pernah menyangka di umurnya yang terbilang masih muda, sekitar 30an, dia sudah terkena serangan jantung.

"Padahal saya rajin olahraga. Selalu lari nonstop 4 km. Tragisnya, saya kena serangan jantung pertama kali saat lagi berenang," cerita pria yang akrab dipanggil Emille itu saat ditemui Tribunnews.com di kawasan Gatot Subroto, Selasa (24/9/2013).

Setelah diperiksa, diketahui arteri utama pada jantung Emille putus. Akibatnya, jantung ayah dua anak itu pun harus dikateter.

"Dijelaskan oleh dokter, selain karena turunan, darah saya yang mengental juga jadi penyebabnya," kata Emille.

Dia mengaku pengentalan darah terjadi karena kolesterol yang menumpuk di aliran darah dan polusi. Kolesterol itu tak lain berasal dari makanan yang berlemak dan minuman berkarbonasi yang kerap dikonsumsinya, ditambah pola makan
yang tidak teratur.

"Saya sering banget, kumpul-kumpul sama saudara sampai pagi sambil ngemil french fries dan minum soda," cerita Emille.

Berita Rekomendasi

Sejak itu, alumnus teknik arsitek Universitas Parahyangan itu mulai merubah pola makanndan memperhatikan jenis makanan yang dia konsumsi. Mengonsumsi makanan organik menjadi solusinya.

Sebenarnya, Emille tidaklah asing dengan makanan organik mengingat dia sendiri adalah pebisnis ayam pronik, yaitu ayam yang diklaim tidak terkontaminasi pestisida, disuntik hormon, dan kolesterol lebih sedikit.

Namun sejak terserang jantung, dia benar-benar memastikan seluruh jenis makanannya yang masuk ke dalam perutnya adalah makanan organik. Tumbuh di tengah keluarga yang didominasi oleh lulusan Institut Pertanian Bogor, yang tak lain pakar soal tumbuhan sehat, kian memperluas pengetahuannya tentang makanan organik.

"Makanan organik adalah makanan yang dibudidayakan dengan cara yang selaras dengan alam. Artinya, tidak ada pemberian pestisida atau bahan kimiawi yang berpotensi merusak alam dan membahayakan kesehatan sendiri," ujar Emille.

Menurutnya, tubuh manusia sudah terkontaminasi racun sejak saat masih di janin ibunya. Selain karena makanan, polusi asap rokok dan asap kendaraan adalah biangnya racun.

"Bayangkan saja, tubuh kita yang sebelumnya sudah dipenuhi racun, lalu ditambah lagi dengan racun," kata dia.

Gaya hidup organik dia juga tularkan pada istri dan dua buah hatinya. Diakuinya, dia sempat kesulitan mengajak buah hatinya yang baru berusia sekitar delapan tahun. Namun akhirnya sang buah hati sudah mulai terbiasa.

Menu-menu sehari Emille dan keluarga kecilnya adalah mengonsumsi sayur organik, beras coklat, dan banyak minum air putih.

"Beras coklat karena vitaminnya lebih banyak. Pokoknya segala makanan yang tidak mengandung 4P yaitu pewarna, pengawet, perasa, dan pemanis," kata Emille.

Banyak orang yang berpikir jika gaya hidup organik itu mahal, produknya langka di pasaran, dan susah dijalani. Tapi tidak demikian buat Emille.

Produk-produk organik yang dibelinya tidak begitu mahal karena didapatkan langsung dari sang produsen yang sudah dikenalnya akrab. Untuk memenuhi kebutuhan sayur mayur Emille dan keluarga selama sepekan, Emille hanya mengeluarkan Rp 50.000.

Sejak itu, Emille merasa hidupnya lebih produktif karena jarang sakit-sakitan.

Bila terpaksa, sesekali Emille mengonsumsi makanan non-organik bila sedang berjalan-jalan di mal bersama keluarga. Namun dia tetap selektif, misal memilih makanan non-MSG atau buah-buahan yang dipetik dari pohon yang tinggi karena risiko terkontaminasi pestisida sangat kecil.

"Konsisten mengonsumsi makanan organik tidak membuat tubuh jadi resisten lho terhadap makanan non-organik. Jadi tidak ada efek sampingnya," imbuh pria kelahiran 17 Oktober 1972 itu.

Menyadari betapa pentingnya bergaya hidup organik, Emille terdorong untuk menularkan gaya hidup organik kepada masyarakat luas. Tak mudah memang, mengingat gaya hidup organik masih dianggap gaya hidup yang mahal, karena produknya mahal dan langka.

Bersama sesama para pelaku usaha produk organik kelas mikro dan kecil, Emille membentuk Komunitas Organik Indonesia (KOI) pada tahun 2007.

"KOI tidak hanya untuk pebisnis saja, tapi buat siapapun yang ingin mengenal gaya hidup organik. Komunitas ini seperti menjembatani produsen dengan konsumen. Kalau konsumen sudah mengenal langsung produsen produk organik, mereka bisa membeli produk dalam harga yang lebih murah," ujar Emille.

Komunitas Organik Indonesia (KOI) memiliki 105 anggota yang sebagian besar merupakan usaha mikro dan kecil, termasuk industri rumah tangga. Produknya beragam mulai dari makanan hingga non-food, seperti kosmetik, fashion, dan peralatan rumah tangga.

Salah satu program utama KOI adalah pemberdayaan anggota dengan menggandeng pakar untuk melakukan klinik bisnis terkait branding dan marketing. Selain itu, KOI juga secara aktif mengikuti berbagai pameran dan bazar sehingga anggotanya juga dapat memasarkan produk-produk mereka.

Salah satunya adalah Organic, Green & Healthy Expo (OGH Expo) yang tahun ini memasuki tahun ketiganya. Pada 3 hingga 6 Oktober 2013 di Lapangan Parkir Kompas Gramedia Group, Palmerah, Jakarta.

Emille berharap acara tersebut dapat menyebarkan virus gaya hidup organik: "organic heart, organic mind".

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas