Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Peserta Jaminan Kesehatan Makin Membeludak, Tapi Tak Semua RS Terima Program JKN, Ini Akibatnya

Penambahan puluhan juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional dari badan usaha tahun 2015 dikhawatirkan tidak terlayani dengan baik.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Peserta Jaminan Kesehatan Makin Membeludak, Tapi Tak Semua RS Terima Program JKN, Ini Akibatnya
Warta Kota/henry lopulalan
Masyarakat sedang mengurus Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), setelah beberapa saat setelah di luncurkan oleh Presiden Jokowi di Kantor Pos Besar, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2014). KIS dan KIP yang diperuntukan warga kurang mampu dapat jaminan kesehatan dan Pendidikan dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM - Penambahan puluhan juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional dari badan usaha tahun 2015 dikhawatirkan tidak terlayani dengan baik. Hal itu karena sebaran dokter dan fasilitas kesehatan di Tanah Air belum merata, apalagi belum semua rumah sakit swasta melayani peserta program itu.

Tahun ini, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menargetkan tambahan peserta dari pekerja penerima upah sekitar 30 juta orang. Jika semua pekerja menikah dan punya dua anak, penambahan peserta sebenarnya 120 juta orang.

Menurut Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany, Senin (12/1), di Jakarta, pemerintah semestinya tak memaksakan agar semua badan usaha mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta JKN BPJS Kesehatan tahun ini. Tujuannya, agar tak terjadi keguncangan sistem jaminan kesehatan di tiap badan usaha.

”Jangan dipaksa mendaftar jika fasilitas kesehatan tak optimal. Benahi dulu fasilitas kesehatannya, baru rekrut banyak peserta,” ujarnya. Misalnya, ada puskesmas dengan 25.000 peserta, padahal hanya ada dua dokter. Idealnya, satu dokter punya 3.500 peserta agar layanan maksimal.

Kepala Departemen Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengakui, penambahan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tak mampu menandingi kecepatan tambahan peserta. Perlu tambahan 16.802 fasilitas kesehatan tingkat pertama dan 37.443 tempat tidur di fasilitas kesehatan rujukan.

Tak merata

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Zainal Abidin memaparkan, di Indonesia terdapat 119.580 dokter umum dan 15.439 dokter spesialis. Hampir di semua ibu kota provinsi jumlah dokter melebihi kebutuhan. ”Masalahnya, persebaran jumlah dokter tidak merata,” ucapnya.

Berita Rekomendasi

Ia mencontohkan, per Desember 2013, jumlah dokter di Palembang, Sumatera Selatan, 1.596 orang untuk 1,45 juta penduduk. Dengan rasio kebutuhan 1 dokter untuk 2.500 penduduk, jumlah dokter kelebihan 1.014 orang. Sementara di Ogan Komering Ilir, untuk 727.000 penduduk, hanya ada 99 dokter sehingga kekurangan 192 dokter.

Ketimpangan jumlah dokter antardaerah menyebabkan dokter kelebihan beban jumlah pasien, apalagi ada tambahan peserta JKN dari pekerja penerima upah sehingga mutu layanan menurun. ”Sehari, dokter idealnya menangani 25-30 pasien. Dokter pun butuh istirahat karena kelelahan bisa menurunkan mutu layanan,” ujarnya.

Selain itu, sebaran fasilitas kesehatan tak merata sehingga masyarakat yang jauh dari fasilitas kesehatan terkendala transportasi. Untuk itu, pemerintah harus mendorong keikutsertaan rumah sakit swasta dalam JKN. ”Jangkauan persebaran rumah sakit swasta lebih luas dibandingkan rumah sakit pemerintah,” kata penasihat Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia, Mus Aida.

Keikutsertaan rumah sakit swasta dalam JKN akan membantu pemerintah mengantisipasi penambahan peserta JKN. Menurut Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan, dari total 2.411 rumah sakit di Indonesia, 1.400 unit adalah rumah sakit swasta.

Dari pantauan Kompas, layanan kesehatan bagi peserta JKN BPJS Kesehatan di sejumlah daerah belum memadai. Selain karena fasilitas dan tenaga dokter terbatas, itu terjadi juga karena jumlah pasien bertambah dan banyak pasien peserta JKN belum paham jika mesti lewat pemeriksaan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Kapasitas ruang

Kepala Subbagian Humas dan Protokoler RSUP Hasan Sadikin, Bandung, Nurul Wulandhani menjelaskan, untuk mengantisipasi lonjakan jumlah pasien, pihaknya fokus menambah kapasitas ruang rawat intensif. Di Medan, RSUP Adam Malik mengubah pelayanan dari enam hari menjadi lima hari kerja sehingga pasien bisa dilayani sampai sore.

Penumpukan pasien terjadi di RSUD Dr Soetomo, Surabaya. Idealnya, rumah sakit itu melayani 2.000 pasien per hari, kenyataannya rata-rata jumlah pasien 5.000 orang per hari. Fasilitas radioterapi yang seharusnya untuk 35 orang per hari dipakai oleh 120 orang per hari.

Di Jayapura, animo masyarakat setempat untuk menjadi peserta JKN BPJS tinggi, tetapi layanan di rumah sakit tidak optimal karena minimnya sarana dan sumber daya manusia. Rumah Sakit Abepura, misalnya, belum punya alat CT scan dan layanan cuci darah.

Kondisi itu menimbulkan kekhawatiran kalangan dunia usaha terhadap mutu dan ketersediaan layanan JKN sesuai kebutuhan pekerja. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B Sukamdani, pemerintah sebaiknya menerapkan peta jalan jaminan sosial dengan target pekerja formal jadi peserta JKN mulai 1 Januari 2017. Dengan begitu, pemerintah punya cukup waktu menyediakan fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menegaskan, mutu layanan JKN harus ditingkatkan.

Sementara itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyatakan, dari 15,5 juta rumah tangga sasaran program simpanan keluarga sejahtera, baru satu juta keluarga yang terdaftar program layanan keluarga sejahtera.

(ADH/JOG/HAM/DNA/FRN/WHO/FLO/SEM/DEN/WSI)

Sumber: Kompas TV
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas