Waspada, Kurang Gerak dan Stres Bisa Picu Sembelit
Pemahaman tentang konstipasi atau sembelit masyarakat masih rendah. Bahkan, mereka tidak menyadari bahwa menderita kostipasi.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemahaman tentang konstipasi atau sembelit masyarakat masih rendah. Bahkan, mereka tidak menyadari bahwa menderita kostipasi.
Secara medis, kostipasi adalah kondisi dimana frekuensi buang air besar (BAB) hanya kurang atau dua kali dalam 1 minggu atau adanya BAB keras.
Faktanya, sembelit merupakan gangguan kesehatan yang paling banyak ditemukan ditengah masyarakat. Suatu survei besar yang meliputi 13.879 sampel yang dilakukan oleh Wald dkk mendapatkan bahwa 39 persen sampai 67 persen melaporkan adanya kontipasi lebih dari 3 tahun, 30 persen sampai 71 persen mengalami gejala sembelit lebih dan sama dengan 1 kali dalam 1 minggu.
Wanita empat kali lebih banyak mengalami sembelit dari laki-laki dan prevalensi sembelit meningkat dengan meningkatnya umur dan meningkat pada masyarakat sosial ekonomi rendah.
"Ini disebabkan faktor hormonal wanita dan kebiasaan kurang gerak. Bahkan stres yang sering dialami wanita juga membuat sembelit karena antara otak atau faktor psikis dengan usus atau pencernaan saling berhubungan," kata Dr dr H Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB FINASIM FACP, staf pengajar divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM saat Gempita 60 Tahun Dulcolax, Minggu (10/5/2015).
Ia mencontohkan saat seseorang mengalami stes berupa cemas malah akan menjadi diare atau bahkan sembelit. Untuk itu, sebisa mungkin menghindari stres. Serta menerapkan gaya hidup sehat.
Bagaimana prevalensi kasus sembelit?
"Jika melihat prevalensi yang tinggi ini sembelit menjadi masalah kesehatan umum di tengah masyarakat dan lebih besar dibandingkan migren, asma dan diabetes," kata dr Ari.
Data dari RSCM mendapatkan bahwa hasil evaluasi pada tahun 1998-2005 menunjukkan bahwa dari 2.397 pasien yang dilakukan kolonoskopi mendapatkan bahwa 9 persen terindikasi sembelit.
"Dari pasien-pasien yang melakukan kolonoskopi tersebut didapat 7,95 persen didapat kanker kolorektal," kata Sekjen Pengurus Besar Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia (PB PGI) ini.
Pada tahun 2013, pria yang akrab dipanggil dr Ari menyebut, sebuah penelitian pada 304 kasus gangguan pencernaan yang bergabung dalam penelitian Asian Functional Gastrointestinal Disorders Study (AFGID) mendapatkan bahwa angka kejadian konstipasi fungsional sebesar 5,3 persen sedang angka kejadian IBS tipe konstipasi sebesar 10,5 persen.
Lalu apa yang perlu mendapatkan perhatian? "Tiga hal utama yang harus dievaluasi untuk pasien yang mengalami sembelit adalah diet, jumlah konsumsi air dan aktifitas fisik," katanya.
Diet tinggi lemak terutama daging merah sepeti sapi atau kambing dan rendah serat menjadi faktor utama pencetus terjadi sembelit. Begitu pula jumlah air yang diminum dan kurang gerak bisa menjadi pencetus terjadinya sembelit.
Faktor risiko lain adalah jenis kelamin, wanita lebih banyak dari pria, umur, riwayat operasi abdomen atau daerah panggul, hamil tua, obat-obatan, penyalahgunaan obat-obat pencahar dan faktor stres.