Kepala BKKBN Tegaskan Tahun 2030 Indonesia Harus Bebas AIDS
Pemerintah telah membuat peta waktu memperluas akses ke screening, pengobatan, dan pemantauan keberhasilan pengobatan
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2030, Indonesia harus bebas dari AIDS. Untuk mencapainya Indonesia telah secara serius dalam pengendalian program HIV/AIDS.
Ini dikatakan Kepala BKKBN, Surya Chandra Surapaty dalam keynote speech-nya bertema “Investing in every woman, every child and every adolescent: Ending AIDS by 2030”, the 12th Inter-Ministerial Conference on Every Woman, Every Child (EWEC) and Every Adolescent & Launching of EWEC Framework di Dhaka, Bangladesh (21/11).
Untuk memastikan pengendalian HIV/AIDS di masa depan itu, Indonesia telah menyiapkan strategi berupa peta waktu memperluas akses ke screening, pengobatan, dan pemantauan keberhasilan pengobatan.
“Tahun 2016 target adalah percepatan screening HIV dan sifilis pada ibu hamil. Tahun 2019 ditargetkan sebanyak 90 persen dari populasi kunci dapat mengetahui status infeksi mereka dan semua bayi dengan ibu yang positif HIV mendapatkan tes diagnostik dini," katanya.
Setahun kemudian diharapkan tercapai bayi bebas dari HIV, sifilis, dan hepatitis.
"Jadi pada tahun 2027, ditargetkan sebesar 90 persen populasi kunci mengetahui status mereka," katanya.
Tahun itu pula sebanyak 90 persen orang yang hidup dengan HIV terus mendapatkan obat ARV, dan 90 persen orang yang hidup dengan HIV menekan (viral load) HIV mereka.
Dengan peta jalan ini, diharapkan pada tahun 2030 tidak akan ada infeksi baru HIV, tidak ada kematian akibat HIV/AIDS, dan tidak ada diskriminasi terhadap orang yang hidup dengan HIV di Indonesia.
Sebagai anggota dewan mewakili pemerintah Indonesia dalam Partners in Population and Development (PPD), Surya menyatakan upaya telah dilakukan setelah kasus pertama AIDS dilaporkan pada tahun 1987.
"Misalnya memastikan tes diagnostik dan menyediakan Anti Retro Viral (ARV) di seluruh provinsi melalui skema Universal Health Coverage Indonesia," katanya.
Ia menyebutkan bulan Juni 2015, jumlah kumulatif orang dengan HIV diperkirakan mencapai 178 ribu orang, sementara jumlah kasus AIDS sekitar 67 ribu kasus.
Jumlah tertinggi orang yang hidup dengan HIV/AIDS adalah di antara kelompok usia 20-29 tahun, yang merupakan kelompok usia reproduksi.
Surya menambahkan pengelolaan dan pengendalian HIV/AIDS merupakan agenda prioritas pembangunan kesehatan nasional Indonesia.
Indonesia telah memfokuskan pengelolaan dan pengendalian HIV/AIDS melalui promosi dan upaya pencegahan.
"Upaya promosi dilakukan melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang bertujuan untuk merubah perilaku terutama perilaku yang berisiko. Disamping itu juga diperkuat dengan pengobatan, perawatan, dan pendampingan," katanya.
Untuk aspek perawatan difokuskan pada perluasan layanan, penyediaan tes diagnostik, dan memastikan ketersediaan obat ARV.
Bagi mereka yang sudah terinfeksi HIV, intervensi dilakukan dengan pemberian terapi ARV untuk mencegah kematian, memperpanjang hidup dan meningkatkan kualitas hidup.
"Mengingat HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang kompleks, maka penanganan harus dilakukan oleh berbagai pihak, baik lembaga maupun masyarakat," katanya.
Strategi Global yang diluncurkan oleh Sekretaris Jenderal PBB pada 26 September 2015 di New York, bertujuan untuk mencegah kematian pada wanita, anak-anak, dan remaja, diharapkan tercapai selama 15 tahun ke depan.
Hal tersebut diperlukan sebagai transformasi di bidang kesehatan dan pembangunan berkelanjutan serta untuk lebih meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan untuk semua wanita, anak-anak dan remaja pada tahun 2030.
"Semua pihak harus sepenuhnya mendukung integrasi program RMNCAH (Reproductive, Maternal, Neonatal & Child & Adolescent Health) dan intervensi terhadap HIV untuk meningkatkan kehidupan yang sehat dan produktif untuk perempuan, anak perempuan, dan remaja," katanya.
Surya mengakui banyak tantangan dalam pelaksanaan strategi global ini seperti kurangnya kesadaran dan kurangnya komitmen nasional, terbatasnya pembiayaan untuk advokasi.
Tapi, dengan komitmen yang kuat dari para pemangku kepentingan nasional serta dukungan dari masyarakat global, kita akan dapat mencapai tujuan kita bersama mewujudkan tiga nol: nol infeksi baru HIV, nol kematian terkait AIDS, dan nol diskriminasi.