Ternyata Tertawa Terpingkal-pingkal Itu Menyehatkan
Tertawa pada dasarnya akan membawa keseimbangan pada semua komponen dan unsur dalam sistem kekebalan.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Tertawa pada dasarnya akan membawa keseimbangan pada semua komponen dan unsur dalam sistem kekebalan.
Tertawa akan meningkatkan aliran darah dan oksigen dalam darah, yang dapat membantu pernapasan.
Bahkan, ada juga penelitian yang menunjukkan, tertawa dapat melancarkan sistem pencernaan dan penyerapan gizi makanan.
Namun tertawa baru efektif jika dilakukan pada kondisi yang tepat dan dalam kadar yang pas. Sementara, terlalu banyak tertawa hingga menimbulkan senda gurau yang tak bermakna juga tak baik. Akhirnya, segala sesuatu hanya dianggap sebagai gurauan belaka dan tak serius untuk mengatasinya.
Nah, seperti apa jenis tertawa yang bisa menjadi obat mujarab bagi kesehatan?
Yuk simak penjelasan dari Daniel Aries S.H., C.H., C.Ht, dari Daniel’s Mind Therapy, Tangerang dan Dr. Handrawan Nadesul, dokter umum yang produktif menulis buku kesehatan.
Tertawa itu ada jenisnya, dari yang sekadar tersenyum, tertawa kecil seperti orang mesem, tertawa biasa saja, hingga tertawa yang terpingkal-pingkal sampai perut terguncang.
Nah, tertawa terpingkal-pingkal atau tertawa yang sampai mengguncang perut (belly laughter) inilah yang dapat memberikan manfaat.
Apa pun metodenya, tertawa 5—10 menit bisa merangsang pengeluaran endorfin dan serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh, dan juga melatonin. Ketiga zat ini membuat kita bisa merasa lebih tenang dan nyaman.
Tentunya, ambang rangsang orang tertawa berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor stimulasi tentang kelucuan, latar belakang pendidikan, status ekonomisosial, juga kultur budaya.
Contoh, anak mungkin akan tertawa terpingkal-pingkal bila dikejar-kejar oleh orangtuanya, sementara pada dewasa tidak.
Meskipun jenis tertawa atau kadar tertawa bisa memengaruhi kesehatan, tetapi jangan salah ya Mam, terapi tertawa tidak menyembuhkan suatu penyakit.
Terapi tertawa hanya menopang suatu pengobatan sehingga dapat mengurangi penderitaan. Jadi, sifatnya lebih pada supporting bukan obat yang menjadi andalan utama.
(Dedeh Kurniasih/Hilman Hilmansyah)