Cegah Obesitas, Jangan Larang Anak untuk Bergerak
Bergerak merupakan salah satu solusi menghindari obesitas yang sebaiknya ditanamkan sedini mungkin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data tahun 2014 menunjukkan jumlah anak-anak obesitas di Indonesia, diperkirakan mencapai 13% atau naik tiga kali lipat sejak tahun 2000.
Masalah ini juga sudah menjadi perhatian Badan Kesehatan Dunia (WHO), sehingga sejak tahun 2002, WHO sudah mencanangkan kampanye Move for Health.
Bergerak merupakan salah satu solusi menghindari obesitas yang sebaiknya ditanamkan sedini mungkin.
Spesialis Kedokteran Olahraga dan pemerhati kebugaran anak Dr. Indarti Soekotjo SpKO menjelaskan bahwa karakteristik alamiah anak-anak adalah bergerak, sejak ia dilahirkan.
Ia bergerak saat belajar telungkup, merangkak, memanjat, berjalan hingga berlari.
Hanya saja, orangtua justru sering membatasi pola alamiah anak ini dengan berbagai alasan, misalnya takut jatuh atau faktor kesibukan sehingga cenderung menginginkan anaknya diam.
Orangtua memang memegang peran besar dalam menghadirkan anak obesitas.
Selain aktivitas fisik yang dibatasi, atau tidak diberi fasilitas mereka bergerak, orangtua juga berperan besar dalam menciptakan pola kebiasaan makan anak.
Menurut psikolog anak dan keluarga Naomi Soetikno M.Psi, anak adalah peniru ulung.
Ia meniru orangtua terlebih dahulu sebelum meniru lingkungan.
Dalam hal pola makan, apa yang dimakan orangtua juga akan dimakan oleh anak.
Bahkan masalah makan pada anak, juga dipengaruhi orangtua.
Naomi mencontohkan, karena alasan menghindari anak rewel, orangtua akan membiarkan anak makan apapun yang disukai, kapanpun anak suka.
Atau, anak menolak makan sayur, dan hanya mau makan roti dan permen saja, dan semuanya dituruti orangtua.
Orangtua mengabaikan kandungan gizi dari apa yang dimakan anak sehari-hari.
Makanan adalah sumber energi utama. Makanan tinggi kalori seperti gula dan lemak, tanpa disertai aktivitas fisik menjadi penyebab utama kegemukan anak.
Hal ini diperparah oleh kebiasaan anak bergaya hidup diam (sendentary life) di mana anak banyak menghabiskan waktu di depan televisi, komputer, atau bermain gadget.
Pola makan sehat dimulai dari inisiatif orangtua dengan membiasakan makan tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat jenis. Selain itu, orangtua harus menciptakan suasana makan yang menyenangkan.
Tetapi menurut Naomi, harus diingat bahwa saat makan jangan jadi sarana penghakiman untuk anak.
Terkadang, orangtua mengkritik anak justru saat makan, bahkan cara anak makan kadang menjadi sasaran kritik.
Pada akhirnya, anak menjadi lebih memilih makan sendirian.
Jadikan suasana makan bersama di meja makan menjadi ajang komunikasi yang menyenangkan.
"Setelah pola makan dibentuk, kenalkan anak dengan aktivitas fisik yang cukup," ujar Naomi dalam pernyataannya, Jumat(26/8/2016).
Dr Indarti Soekotjo yang biasa disapa dr. Titi menjelaskan, obesitas terjadi karena kalori yang masuk dan keluar tidak seimbang.
Kalori yang masuk ke tubuh lebih banyak daripada kalori yang dikeluarkan.
Menurut dr. Titi, panduan dalam membiasakan anak bergerak dan beraktivitas fisik, disesuaikan dengan jumlah kalori yang masuk.
Semakin besar anak mengonsumsi makanan tinggi kalori, maka tentu aktivitas geraknya harus diperbanyak.
Kecenderungan kenapa anak menjadi kelebihan berat badan karena anak dibiarkann diam tidak aktif bertahun-tahun.
“Anak yang kurang gerak atau melakukan sendentary life lebih dari 3 jam sehari, disertai snacking tinggi gula otomatis akan menaikkan berat badan. Semakin gemuk semakin malas anak bergerak dan pada akhirnya sampai pada tingkat kegemukan yang menurunkan psikologisnya dan mengisolir dia dari pergaulan dengan teman-temannya. Dan dampak jangka panjang akan berujung pada berbagai penyakit kronis saat dewasa, mulai diabetes sampai penyakit jantung,” jelas Dr. Titi.
Bergerak aktif pada anak diharapkan minimal 60 menit sehari, dengan berbagai aktivitas sedang dan berat.
Aktivitas ringan misalnya bermain, berjalan santai, bersepeda, atau berkebun.
Sedangkan aktivitas tinggi bermain basket, sepakbola, dan lari meningkatkan kemampuan kardio (jantung), atau aktivitas untuk meningkatkan kekuatan otot dan aktivitas untuk kepadatan tulang seperti melompat atau lompat tali.
Aktivitas di luar di bawah sinar matahari pagi, sangat baik untuk memaksimalkan kebutuhan kalsium dan vitamin D.
Penelitian menunjukkan aktivitas fisik selama 60 menit sehari pada anak dapat meningkatkan stimulasi otak karena suplai aliran darah ke otak menjadi lebih baik.
Olahraga juga bermanfaat mencegah stress atau depresi pada anak mencegah depresi.
Olahraga akan merangsang pelepasan hormon endorphin dan serotonin yang membuat anak menjadi gembira.
Membiasakan anak bergerak bisa dimulai bertahap dan jangan memberikan target terlalu tinggi.
Yang lebih penting adalah membiasakan anak bergerak untuk sehat.
Artis dan presenter Sophie Novita yang juga inisiator gerakan #IndonesiaMakanSayur menyadari bahwa anak-anak akan meniru apa yang dilihat dari orangtuanya.
Oleh karena itu ia dan suami, Pongky Barata, berusaha memberikan contoh pola makan sehat dan aktivitas fisik pada kedua anak laki-lakinya.
Sophie membuat sendiri makanan untuk anak-anaknya dan membiarkan mereka melihat apa yang ia makan, terutama makanan berbasis nabati. A
ktivitas di luar rumah juga sudah menjadi aktivitas wajib di keluarga Sophie dan Pongki.