Ini yang Patut Diwaspadai Ibu yang Memiliki Darah Rhesus Negatif Saat Hamil
Rhesus adalah sistem penggolongan darah berdasarkan ada atau tidaknya protein antigen D di permukaan sel darah merah, nama lainny faktor Rh.
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sistem penggolongan darah biasa dikenal adalah sistem ABO (golongan darah A, B, AB dan O), sedangkan dalam sistem rhesus golongan darah terbagi menjadi dua yaitu rhesus positif dan rhesus negatif.
Kedua sistem penggolongan ini berbeda satu sama lain.
Rhesus adalah sistem penggolongan darah berdasarkan ada atau tidaknya protein antigen D di permukaan sel darah merah, nama lainnya adalah faktor Rhesus atau faktor Rh.
Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rh- (Rhesus Negatif).
Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+ (Rhesus Positif). Beberapa orang menyebut rhesus negatif merupakan darah langka.
Sebanyak 85 persen penduduk dunia memiliki faktor rhesus (Rh+) dalam darahnya, sementara 15% nya memiliki faktor rhesus (Rh-).
Rhesus negatif biasanya sering dijumpai pada orang-orang dengan ras Kaukasian (Kulit Putih).
Di Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik 2010, jumlah pemilik rhesus negatif kurang dari 1% penduduk atau sekitar 1,2 juta orang.
Hampir pasti perempuan rhesus negatif akan memilik pasangan suami yang rhesus positif yang saat kehamilan ada potensi sang buah hati yang memiliki rhesus positif dalam tubuh ibu dengan rhesus negatif akan memposisikan hadirnya janin sebagai benda asing.
Kondisi ini dapat mengakibatkan kematian pada janin didalam rahim atau bila sang buah hati lahir akan mengalami beberapa gangguan kesehatan seperti anemia, kuning, hati bengkak bahkan pada kasus yang lebih parah adalah gagal jantung.
"Bila sang ibu sudah mengetahui dirinya memiliki rhesus negatif, maka segeralah mencari informasi rumah sakit dan dokter yang dapat menangani kehamilannya dengan tepat," kata dr Rudi Simanjuntak Sp.OG dari RS Bethsaida di Tangerang Banten, Sabtu (19/11/2016).
Dikatakannya, seorang ibu dengan rhesus negatif pada pemeriksaan kehamilan pertama akan diperiksa darahnya untuk memastikan jenis rhesus darah dan melihat apakah telah tercipta antibodi.
Bila belum tercipta antibodi, maka pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan suntikan Immunoglubulin Anti-D.
"Suntikan ini akan menghancurkan sel darah merah janin yang beredar dalam darah ibu, sebelum sel darah merah itu memicu pembentukan antibodi yang dapat menyeberang ke dalam sirkulasi darah janin. Dengan demikian sang janin akan terlindung dari serangan antibodi," katanya.
Kehamilan tanpa suntikan immunoglobulin Anti-D mempunyai peluang untuk selamat hanya 5%, suntikan ini akan mengurangi risiko hingga 1%.
Bahkan bila digunakan dengan tepat, bisa mengurangi risiko hingga 0.07% (yang berarti peluang selamat meningkat hingga 99.93%).
"Pada kasus keguguran, aborsi dan terminasi pun suntikan ini perlu diberikan. Suntikan ini terus diulang pada setiap kehamilan berikutnya dikarenakan hanya dapat bertahan beberapa minggu," katanya.
Pada anak dengan Rh+ yang lahir dari ibu Rh- dapat terjadi anemia hemolitik yaitu pemecahan sel-sel darah merah sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah bayi dan bayi tampak kuning.
Dalam kesempatan yang sama, dr Christiana R Setiawan, Sp.A. mengatakan bila terjadi peningkatan kadar bilirubin maka dapat dilakukan fototerapi pada bayi.
"Namun, bila kondisi lebih berat dibutuhkan transfusi tukar. Risiko bertambah pada kelahiran anak ke-3," katanya.
Saat ini hadir Rhesus Negatif Indonesia (RNI) yang merupakan komunitas yang murni bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan (Non Profit) yang dibentuk atas dasar kesamaan rhesus darah dan ketergantungan yang tinggi antar sesama pemilik darah rhesus negatif, sehingga jika suatu saat ada salah satu di antara pemiliknya membutuhkan transfusi dapat teratasi dengan cepat.
Lici Murniati selaku Ketua Umum RNI mengatakan, aktivitas utama yang dilakukan adalah mencanangkan gerakan sadar rhesus.
Hal ini karena dari kasus-kasus yang masuk permintaan kebutuhan darah adalah baru mengetahui rhesus negatif pada saat butuh transfusi.
"Masih banyak anggapan rhesus negatif adalah kelainan darah, penyakit atau penyebab penyakit. Yang benar adalah rhesus negatif hanya merupakan salah satu varian golongan darah," katanya.